Halaman

Senin, 17 Januari 2022

Ekonomi Hijau dan Sastra Hijau

Pemanfaatan dan eksploitasi sumber daya alam mengatasnamakan kesejahteraan manusia, namun tidak diimbangi dengan upaya konservasi, tampaknya mulai memperlihatkan dampak buruk terhadap keberlangsungan lingkungan hidup. Jika kondisi ini begini adanya, maka tidak saja mengancam keawetan lingkungan alam, melainkan mengancam juga keberlangsungan hidup umat manusia. Isu tentang lingkungan hidup menjadi isu yang kian pelik, baik di level pusat maupun lokal. Ekonomi Hijau merupakan sebuah keniscayaan sebagai solusi dari ancaman kehancuran peradaban yang disebabkan oleh pencemaran dan kerusakan lingkungan.

Ekonomi Hijau (Green Economy) adalah personifikasi memperjuangkan isu Ekonomi Hijau di tengah kehidupan masyarakat. Jargon Ekonomi Hijau mendorong masyarakat untuk merevolusi proses pembangunan yang dilaksanakan, termasuk revolusi "life style", perubahan gaya hidup. Dengan begitu, jargon Ekonomi Hijau memicu tumbuhkembangnya sikap dan perilaku hidup yang pro lingkungan.
        Buku Ekonomi Hijau memaparkan tentang paradigma pembangunan yang didasarkan kepada efisiensi pemanfaatan sumber daya, pola konsumsi dengan produksi yang berkelanjutan, serta internalisasi biaya-biaya lingkungan dan sosial (Surna Tjahja Djajadiningrat, 2011, Penerbit Rekayasa Sains Bandung. 
     Sastra Hijau: Di Indonesia dan Malaysia  dalam Kajian Ekokritik dan Ekofeminis (Cantrik Pustaka Yogyakarta, 2021), menyentak kita untuk menumbuhkan niat, ikhtiar, keterlibatan semua pemangku kepentingan dan semua kita untuk terlibat mewariskan bumi yang baik, awet, teduh, lestari, juga "Hijau" kepada generasi mendatang. Agar ia menjadi rumah bersama yang indah. Karena itu, dibutuhkan semacam pertobatan ekologis untuk merawat dan menyelamatkan bumi.