Pemanfaatan
dan eksploitasi sumber daya alam mengatasnamakan kesejahteraan manusia, namun
tidak diimbangi dengan upaya konservasi, tampaknya mulai memperlihatkan dampak
buruk terhadap keberlangsungan lingkungan hidup. Jika kondisi ini begini
adanya, maka tidak saja mengancam keawetan lingkungan alam, melainkan mengancam
juga keberlangsungan hidup umat manusia. Isu tentang lingkungan hidup menjadi
isu yang kian pelik, baik di level pusat maupun lokal. Ekonomi Hijau merupakan
sebuah keniscayaan sebagai solusi dari ancaman kehancuran peradaban yang
disebabkan oleh pencemaran dan kerusakan lingkungan.
Ekonomi
Hijau (Green Economy) adalah
personifikasi memperjuangkan isu Ekonomi Hijau di tengah kehidupan masyarakat.
Jargon Ekonomi Hijau mendorong masyarakat untuk merevolusi proses pembangunan
yang dilaksanakan, termasuk revolusi "life
style", perubahan gaya hidup. Dengan begitu, jargon Ekonomi Hijau
memicu tumbuhkembangnya sikap dan perilaku hidup yang pro lingkungan.
Buku Ekonomi Hijau memaparkan tentang paradigma pembangunan yang didasarkan kepada efisiensi pemanfaatan sumber daya, pola konsumsi dengan produksi yang berkelanjutan, serta internalisasi biaya-biaya lingkungan dan sosial (Surna Tjahja Djajadiningrat, 2011, Penerbit Rekayasa Sains Bandung.
Buku Ekonomi Hijau memaparkan tentang paradigma pembangunan yang didasarkan kepada efisiensi pemanfaatan sumber daya, pola konsumsi dengan produksi yang berkelanjutan, serta internalisasi biaya-biaya lingkungan dan sosial (Surna Tjahja Djajadiningrat, 2011, Penerbit Rekayasa Sains Bandung.
Sastra Hijau: Di Indonesia dan Malaysia
dalam Kajian Ekokritik dan Ekofeminis (Cantrik Pustaka Yogyakarta, 2021),
menyentak kita untuk menumbuhkan niat, ikhtiar, keterlibatan semua pemangku
kepentingan dan semua kita untuk terlibat mewariskan bumi yang baik, awet,
teduh, lestari, juga "Hijau" kepada generasi mendatang. Agar ia
menjadi rumah bersama yang indah. Karena itu, dibutuhkan semacam pertobatan
ekologis untuk merawat dan menyelamatkan bumi.