Halaman

Tampilkan postingan dengan label wahana. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label wahana. Tampilkan semua postingan

Selasa, 14 Maret 2023

LOTA: Wahana Memaknai Keberagaman

 

Bahasa dan budaya adalah dua sistem yang melekat. Bahasa adalah sistem yang berfungsi sebagai sarana berlangsungnya interaksi, sedangkan budaya adalah sistem yang mengatur interaksi itu sendiriBudaya tidak saja berwujud benda atau fisik yang dapat diindrai, melainkan berwujud gagasan yang bersifat abstrak berupa suprastruktur ideologis, gagasan atau konsep-konsep. Bahkan, berwujud perilaku atau sistem sosial yang bersifat konkrit menyangkut sistem-sistem yang sudah dilaksanakan atau diterapkan dalam masyarakat. Jadi, kebudayaan adalah proses dan produk pikiran, perasaan, dan perilaku manusia, hasil pengalaman manusia dengan diri, masyarakat, dan alam kosmos.

Kata drama berasal dari bahasa Yunani yaitu draomai yang berarti bertindak, berbuat. Secara ringkas drama didefinisikan sebagai suatu jenis karya sastra yang menggambarkan suatu kehidupan atau kisah, watak, serta tingkah laku manusia melalui gerakan dan dialog yang dipentaskan di atas panggung dalam beberapa babak. Pementasan naskah drama demikian dikenal dengan sebutan teater. Kisah yang ditulis di dalam naskah drama memiliki ragam emosi dan konflik yang khusus diciptakan untuk pementasan teater. Terdapat berbagai cerita rakyat di Flores Lembata yang dapat ditransformasi menjadi naskah drama. Cerita rakyat Teka Iku dari etnik Sikka Maumere adalah salah satu dari aneka cerita rakyat tersebut. Transformasi cerita rakyat ke dalam naskah drama menjadi solusi dan alternatif pembelajaran sastra di sekolah. Selain memperkenalkan sebaran cerita rakyat di Flores Lembata, langkah ini bertujuan untuk menanamkan sikap, dedikasi, dan loyalitas peserta didik terhadap lokalitas setempat. Tentu termasuk menanamkan budi pekerti dan akhlak.

Nilai-nilai lain, seperti pengorbanan, gotong royang, setia kawan, solidaritas, dan keberanian yang menjadi ciri khas masyarakat kita dicuatkan kembali kepada generasi muda. Setidak-tidaknya nilai-nilai tersebut dibaca sebagai modal sosial kolektif sekaligus modal kultural untuk perlu dihidupi secara bersama-sama dalm komunitas dan guyub etnik tertentu. Drama Teka Iku, misalnya menorah jejak historis yang bergayut dengan kehidupan hari ini. Bahwa tokoh Teka Iku adalah representasi keberanian pada umumnya masyarakat kita menghadapi imperealisme penjajah. Drama Teka Iku mengisahkan tentang rakyat kecil yang dijajah, diperas, dipaksa, dan diwajibkan membayar pajak kelapa tiap pohon empat buah tiap tiga bulan. Selama satu tahun 16 buah dan harus dihantar ke pesisir untuk ditanam, dirawat, demi kepentingan Ratu Negeri Belanda dan para raja/ratu tawa tana. Teka Iku muak atas perbuatan dan tingkah laku penjajah yang dijuluki Ata Bura Pikut Saan bersama para penjilat yang juga dikatakan anjing belang penjilat (ahu kela lea tai)

Di titik ini, kita berharap para siswa yang adalah generasi muda perlu menghayati, terutama menginternalisasi sikap dan nilai-nilai kepahlawanan tokoh Teka Iku, juga tokoh-tokoh sejarah lainnya di daerah ini dalam merajut dan membangun masyarakat agar sejahtera. Lota adalah produk pikiran komunitas etnik Ende yang digunakan sebagai wahana, wadah, atau sarana menyampaikan dan menerima maksud orang lain. Tentu dalam interaksi menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Lota dipilih sebagai nama Bulanan LOTA PBSI sekali lagi untuk mempertegas jati diri keetnikan kita. Ini cuma salah satu contoh untuk menegaskan bahwa setiap etnik yang ada dan hidup di Flores Lembata punya kekhasan identitas yang perlu digali untuk memperkaya jagat kebudayaan kita sekaligus memaknai keberagaman Indonesia. (*),

 


Kamis, 21 Desember 2017

Manusia Adalah Sebuah Totalitas

JEAN PAUL SARTRE, menulis “manusia bukan sebuah koleksi, tetapi merupakan suatu totalitas”. Pemikiran seorang Sartre ini menyiratkan pesan bahwa manusia haruslah menyatakan secara keseluruhan potensinya, bukan bagian demi bagian, termasuk kemampuan bersastra yang adalah asset penting dalam mengungkap fenomena-fenomena sosial kemasyarakatan dalam rangka mencari solusi masalahnya.

Bersastra

Bersastra berarti berusaha ‘mengangkat’ sesuatu yang realitas-obyektif menjadi realitas baru, yakni realitas-imajinatif dengan melewati proses kreativitas yang tinggi, hasil pengamatan yang intens, terhadap realitas kehidupan yang telah mengkristal dalam diri seorang pengarang. Kristalisasi realitas kehidupan tersebut, tampak lewat pengalaman diri, pengalaman bahasa maupun pengalaman estetik yang diracik khas dengan menhadirkan irama mempesona, menghanyutkan tetapi tetap memperhatikan satu-kesatuan makna dalam mencapai tujuan sang pengarang itu sendiri. Dengan demikian, sastra merupakan suatu alternatif penting dalam menyingkap tabir kehidupan ini.
Dalam mengenang kembali kematian Chairil Anwar, penyair termashur angkatan ’45, yang meninggal 28 April 1949, maka kami mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia mengadakan temu sastra dengan tema: SASTRA WAHANA PENGUNGKAP REALITAS KEHIDUPAN. Hal ini dilatari oleh situasi dan kondisi yang berkembang sepanjang ini. Dari sinilah kita dapat menemukan peran sastra terhadap pembangunan bangsa. Chairil Anwar, seorang penyair individualistis yang memiliki vitalisme tinggi, tenaga hidup, api hidup, yang membawa angin segar dalam kesusastraan Indonesia. Padanya, AKU, adalah paling penting. Kenyataan ini tergambar dalam cita-cita hidupnya, yakni hendak mereguk hidup ini sepuas-puasnya, Aku ingin hidup seribu tahun lagi. (*)



[1] Disampaikan dalam Rangka Kegiatan Memperingati Hari Charil Anwar 23 April 2009