Pekan Pementasan Drama 2014 merupaka sebuah pendekatan
kultural yang bertujuan strategis untuk kilas balik sekaligus napak tilas
menguak karya-karya sastra lama di era kehidupan Plato, Aristoteles, Horatius,
dan sebagainya. Karya-karya tersebut juga secara migratoris menjelma dalam
kehidupan kita setiap etnis. Ini mengeksplisitkan bahwa ternyata para pendahulu
kita mampu merajut dan menenun cerita, walau secara oral.
Pentradisiannyapun secara lisan tak tertulis. Namun,
itulah cerita-cerita agung yang mengendap misteri dan menjadi rahasia kehidupan
manusia secara universal dalam hierarki relasi dengan Tuhannya yang Mahaagung dan
Bijaksana, dengan sesama, dan dengan alam semesta tempat manusia berpijak.
Keterbatasan literer karena keterbatasan pengaksaraan ketika itu, tak
menyurutkan ikhtiar mereka sedikitpun, tetap mencerminkan keagungan dalam
mencipta untuk anak cucu sekarang.
Bagi saya, justru di sinilah keunggulan mereka dahulu (koda
ata nolon) yang juga memiliki kadar kemampuan intelektual yang ulung
dan tinggi. Ada aktivitas ditopang daya imajinasi dan inovasi yang kuatmenandai
kehidupan mereka di masa itu.
Bapak/Ibu yang saya hormati:
Kemampuan
yang termanifestasi pada diri setiap kita yang hadir pada malam ini adalah juga
titisan kemampuan yang kita peroleh secara konvergensi antara
faktor gen (sisa-sisa gen para leluhur kita masing-masing) dan faktor
pengetahuan heuristik yang menjadikan kita boleh bertemu pada malam ini. Oleh
karena itu, tidak ada kata lain selain terima kasih kepada mereka seemua yang
telah mengajarkan kita kebenaran, kasish sayang, cinta, dan ketaatan akan jati
diri.
Bapak/Ibu yang saya hormati,
Malam
ini kita akan dibawa berlayar dengan tena (perahu, peledang
penangkap ikan Paus) ke ujung timur Pulau Flores, yakni Lamalera Lembata. Kita
semua diajak merenangi ganasnya Laut Sawu Selatan dalam kisah Baleo...baleo,
Tite Tefaro Kae (Marilah, bangunlah, berkumpulah...kita sudah dapat).
Ini pembuktian sebuah semangat dan kerja keras yang tidak pernah surut untuk
mencari – mengail (leva nuang) di kedalaman Laut Sawu Selatan
yang ganas dan menakutkan semata-mata untuk mempertahankan hidup. Ekosistem
Lamalera adalah alamiah, sangat tergantung dari perputaran musim yang juga
memengaruhi arus laut. Arus ini sangat penting bagi nelayan untuk bisa
mengetahui kapan waktu ideal untuk turun ke laut. Mengenal waktu hanya dengan
memperhatikan matahari di siang hari dan bulan bintang serta kokok ayam di
malam hari. Daerahnya bebatuan. Namun, kenyataan tersebut telah mencuat
kemustahilan spektakuler, yakni daerah bebatuan telah ditata sekian rupa –
rapih menjadi daerah hunian yang menurut turis mancanegara setiap tahun musim
leva nuang sebagai desa nelayan paling eksotis dan romantis dengan tatanan yang
menakjubkan.
Parade Pekan Pementasan Drama yang bahannya
diramu dari
berbagai cerita rakyat pada berbagai etnis di Flores Lembata yang mulai digelar
malam ini akan mampu mengajarkan kepada kita semua tentang jati diri dan
eksistensi lokalitas kita yang telah berurat akar dalam ziarah sejarah di
tengah realitas kehidupan Indonesia yang pluralis. (*).
[1] Sambutan pada Acara Pembukaan Pekan Pementasan Drama Mahasiswa PBSI Semester V Universitas
Flores Ende, 1–5 Februari 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar