Selamat pagi dan selamat datang di
tempat ini. Terima kasih atas
kehadiran Bapak/Ibu undangan yang boleh meluangkan waktu untuk menghadiri
diskusi ringan hari ini. Tidak semegah diskusi-diskusi lain yang Bapak/Ibu
pernah ikuti maupun laksanakan. Dari tempat ini, saya atas nama rekan-rekan di
LPU menyampaikan permohonan maaf kalau ekspektasi Bapak/Ibu tentang diskusi ini
tidak sebagaimana yang dialami sekarang.
Bapak Rektor, dan Bapak/Ibu Peserta Diskusi yang Terhormat:
Tema “Membangun Kultur Menulis” tidak bermaksud
mengabaikan rekam jejak juga pengalaman Bapak/Ibu yang hadir, maupun sivitas
akademika Uniflor yang selama ini menaruh perhatian besar pada dunia
tulis-menulis. Tema ini hendak mensyaratkan bahwa membangun berarti “berproses
terus-menerus tanpa henti dan menjadikannya sebagai sebuah budaya yang
kontinum, sesuatu yang berkelanjutan; yang tidak berhenti; atau sesuatu tanpa
terminasi”. Itulah kultur, budaya yang mesti terus dihidupi dari waktu ke
waktu. Dalam konteks inilah, “Membangun
Kultur Menulis” adalah konsekuensi logis atas pilihan pekerjaan yang kita jalani. Di
samping itu, tema ini juga menegasikan keberagaman cara pandang, cara pikir
memasuki dialektika diskusi ilmu yang interdisiplin atau multidisiplin.
Itu tampak setidak-tidaknya
dalam diskusi kali ini. Selain menampilkan tiga panelis yang adalah perwakilan
penulis artikel Majalah Indikator Edisi Maret 2016 (Hasil pilihan Dewan
Redaksi): disetujui peserta rapat panitia kecil Lembaga Publikasi dan Humas
Uniflor, Jumad, 3 Juni 2016), dengan dua
nara sumber dari anggota Collegium Doktorum Uniflor (Ibu Dr. Ima Fatima
(maaf pada jam yang sama ini mengikuti kegiatan Veco untuk membicarakan desa
dampingan), dan Dr. Kanis Rambut). Mereka akan mengupas tema “Membangun
Kultur Menulis” dalam sisi pandangnya masing-masing. Hemat kami, inilah
model dialektika, secara khusus kebebasan berpikir dan berpendapat; mulai dari
meramu dan mengumpulkan yang tercerai berai dalam berbagai pemikiran yang lain,
dan mudah-mudahan tersaji dan tersimpul secara runtut dan komperhensif dalam
ruang diskusi ini demi memperkaya khazanah ruang ilmu kita.
Semakin banyak bertemu dan
berkumpul dalam nuansa-nuansa akademik ilmiah (ringan?) semakin banyak hal
ilmiah pun didapati. Mengutip Betrand Russell, seorang filsuf modern yang mengakui
adanya estetika (keindahan) di dalam matematika, mengatakan bahwa “Komunikasi keilmuan haruslah diakui secara antiseptis,
artinya tanpa prasangka subyektif, sebab komunikasi keilmuan adalah proses
reproduktif, sebuah ruang yang diisi dengan inspirasi dan kreativitas.
Akhirnya, sekali lagi saya
mengucapkan terima kasih untuk Bapak/Ibu undangan; mudah-mudahan diskusi ini
bermanfaat.*
[1] Disampaikan pada acara pembukaan
Diskusi Tematik dengan tema “Membangun Kultur Menulis” yang diselenggarakan
oleh Lembaga Publikasi dan Humas Uniflor, Sabtu, 11 Juni 2016, di Lantai 3
Gedung Rektorat Universitas Flores.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar