Halaman

Jumat, 08 Mei 2020

Dialektologi: Titian Menyibak Identitas Lokal, Biografi Intelektual Dr. Petrus Pita, M.Hum.



Add caption
Ziarah Akademis
Banyak sarjana cenderung menghindari kerumitan dalam berpikir sehingga jalan instanlah yang dipandang paling mungkin untuk dilalui. Sebaliknya, Pak Pit justru memilih menempuh jalan yang rumit itu untuk merealisasikan obsesi keilmuannya. Mengikuti ziarah akademis Pak Pit, sangat menarik, cukup panjang, melelahkan, bahkan hampir berada di ambang keputusasaan, terutama saat menyelesaikan disertasinya. Namun Pak Pit, adalah seorang yang sangat teguh dalam iman dan menolak dengan tegas sikap hidup fatalitas.
Ziarah akademis pun dimulai dengan memperoleh gelar Sarjana Muda (B.A) dari Undana Kupang Cabang Ende, 1981. Gelar kesarjanaan (penuh) diraih dari Fakultas Sastra Universitas Udayana Denpasar, 1984 atas beasiswa dari Dikti. Selanjutnya, 2002 gelar Magister Humaniora (M.Hum) diraih dari universitas yang sama atas beasiswa Dikti, dengan judul Tesis: “Keragaman Isolek Dalam Bahasa Bajawa”. Mantan Rektor Universitas Flores Drs. Thomas Geba, M.Si., merekomendasikan Pak Pit untuk melanjutkan studi di jenjang Doktoral. Dengan beasiswa Dikti, gelar Doktor pun diraih tahun 2016 dari Udayana Denpasar dengan judul disertasi “Penentuan Status Kebahasaan Isolek-isolek Di Kabupaten Nagakeo: Kajian Dialek Geografi”. Disertasi Dr. Pit Pita dipromotori oleh Prof. Dr. Aron Meko Mbete dari Universitas Udayana Denpasar, Prof. Dr. Multamia R.M.T.Lauder, Mse., D.E.A dari Universitas Indonesia sebagai Kopromotor I, dan Dr. Ni Made Dhanawaty, M.S., Universitas Udayana Denpasar sebagai Kopromotor II.

Menyeberangi dunia Dialektologi
          Konsentrasi keahlian Dr. Pit Pita adalah dialektologi, salah satu materi pengetahuan terrumit dalam ranah ilmu bahasa sebab mengandaikan penguasaan yang integral antara ilmu bahasa dan ilmu geografi. Tuntutan akan komparasi pengetahuan semacam ini, bukanlah tawaran yang mudah bagi siapapun yang bergelut di dalam domain ilmu kebahasaan. Betapapun demikian, Dr. Pit Pita bukanlah tipikal ilmuwan yang menyerah begitu saja atas kerumitan pengetahuan yang dihadapi. Atas dasar itulah Dr. Pit Pita  berani menyeberangi dan menyelami secara intens disiplin ilmu linguistik dialek geografi.
Penelitian menyangkut eksistensi kebahasaan di Nagekeo, didasari oleh tiga proposisi dasar berikut. Pertama, perbedaan bentuk isolek (unsur lingual atau kebahasaan yang belum berstatus sebagai bahasa atau dialek, masih netral) berdasarkan paradigma leksikal di beberapa tempat di Kabupaten Nagakeo. Kedua, kategorisasi isolek di Kabupaten Nagakeo ke dalam dialek dan subdialek. Ketiga, perubahan-perubahan fonem secara fonologi di Kabupaten Nagakeo.
Bertolak dari kenyataan bahwa terdapat varian pengguna bahasa dan dituntun oleh paradigma teori murni kebahasaan, Dr. Pit Pita mulai melakukan riset lapangan dalam rentang waktu yang cukup panjang dan terlebih lagi menguras banyak energi berpikirnya. Berkat ketekunan dan konsistensi idealisme keilmuan yang tak pernah padam, Dr. Pit Pita sampai pada temuan paling penting di dalam penelitiannya yakni teridentifikasi 3 bahasa yang digunakan para penutur di Kabupaten Nagakeo, yaitu Bahasa Mbay/Riung dengan 3 dialek, Bahasa Nagakeo dengan 22 dialek, dan Bahasa Ende dengan 2 dialek.

Implikasi Praksis Keilmuan
Disertasi dan lebih-lebih temuan penting di dalam penelitian Dr. Pit Pita membawa kontribusi penting bagi beberapa phak berikut. Pertama, masyarakat (Nagakeo) bahwa dinamika masyarakat berupa pemekaran wilayah pemerintahan baik desa dan kecamatan hendaknya mempertimbangkan pada dimensi kesamaan variasi-variasi bahasa dalam kelompok masyarakat. Pertimbangan bijak semacam ini, memungkinkan terjadinya dialog yang komunikatif. Kedua, bagi Pemerintah, terutama di Kabupaten Ende agar bahasa daerah hasil kajian peneliti menjadi bahan ajar muatan lokal di sekolah-sekolah dari jenjang Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas yang berbahasa Nagakeo, selain belajar Bahasa Ende. Ketiga, bagi lembaga Uniflor, kiranya hasil kajian penelitian bisa menjadi stimulan bagi dosen lain terutama dosen-dosen muda agar memiliki komitmen dalam meneliti dan lebih-lebih tergerak untuk melanjutkan studi pada jenjang program doktoral.

Ekspektasi terhadap Uniflor
Sesaat memori Dr. Pit Pita, bergerak menuju ke pengalaman jatuh-bangun masa lalu di Universitas Flores. Bercermin dari pengalaman usulan pembukaan Program Studi Pendidikan Fisika di Uniflor waktu itu bahwa meskipun menemukan banyak kendala dan mengalami keterbatasan tenaga pengajar berijasah S-2, namun toh akhirnya tetap dibuka. Dr. Pit Pita sangat berharap agar Uniflor dapat kembali membuka program studi baru, khususnya Prodi Pendidikan Biologi, Pendidikan Kimia, Pendidikan Bahasa Inggris, dan Prodi Penjaskes. Harapan ini didasarkan pada rasionalisasi out put yang sedang dibutuhkan pemerintah dalam hal memenuhi kuota tenaga guru. Harapan berikutnya, lembaga Uniflor dapat memotivasi dan kemudian mengirim dosen S-2 khususnya dosen muda untuk memperoleh akses pada jenjang program S-3. Menurut Dr. Pit Pita, apabila harapan di atas terealisasi, maka dapat menunjang bobot akreditasi institusi dan Prodi. Lebih dari itu, secara prospektif memungkinkan Uniflor untuk membuka program studi jenjang magister. (*)

Feature ini telah dimuat pada Harian Umum Flores Pos, 9 April 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar