Banyak sarjana cenderung menghindari
kerumitan dalam berpikir sehingga jalan instanlah yang dipandang paling mungkin untuk dilalui. Sebaliknya, Pak Pit justru memilih
menempuh jalan yang rumit itu untuk merealisasikan obsesi keilmuannya.
Mengikuti ziarah akademis Pak Pit, sangat menarik, cukup
panjang, melelahkan, bahkan hampir berada di ambang keputusasaan, terutama saat menyelesaikan
disertasinya. Namun Pak
Pit, adalah seorang yang sangat teguh dalam iman dan menolak dengan tegas
sikap hidup fatalitas.
Ziarah akademis
pun dimulai dengan memperoleh
gelar Sarjana Muda
(B.A) dari Undana
Kupang Cabang Ende,
1981. Gelar kesarjanaan (penuh) diraih dari Fakultas Sastra Universitas
Udayana Denpasar, 1984 atas beasiswa dari Dikti. Selanjutnya, 2002 gelar
Magister Humaniora (M.Hum) diraih dari universitas yang sama atas beasiswa Dikti, dengan judul
Tesis: “Keragaman Isolek Dalam Bahasa Bajawa”. Mantan Rektor Universitas Flores Drs.
Thomas Geba, M.Si., merekomendasikan Pak Pit untuk melanjutkan studi di jenjang
Doktoral. Dengan beasiswa Dikti, gelar Doktor pun diraih tahun 2016 dari Udayana Denpasar dengan judul disertasi
“Penentuan Status Kebahasaan Isolek-isolek Di Kabupaten Nagakeo: Kajian Dialek
Geografi”. Disertasi Dr. Pit Pita dipromotori oleh Prof.
Dr. Aron Meko Mbete dari Universitas Udayana Denpasar, Prof. Dr. Multamia R.M.T.Lauder, Mse.,
D.E.A dari Universitas Indonesia sebagai Kopromotor I, dan Dr. Ni Made Dhanawaty, M.S., Universitas Udayana Denpasar sebagai
Kopromotor II.
Menyeberangi dunia
Dialektologi
Konsentrasi
keahlian Dr. Pit Pita adalah dialektologi, salah satu materi pengetahuan
terrumit dalam ranah ilmu bahasa sebab mengandaikan penguasaan yang integral
antara ilmu bahasa dan ilmu geografi. Tuntutan akan komparasi pengetahuan
semacam ini, bukanlah tawaran yang mudah bagi siapapun yang bergelut di dalam
domain ilmu kebahasaan. Betapapun demikian, Dr. Pit Pita bukanlah tipikal ilmuwan
yang menyerah begitu saja atas kerumitan pengetahuan yang dihadapi. Atas dasar
itulah Dr. Pit Pita berani menyeberangi
dan menyelami secara intens disiplin ilmu linguistik dialek geografi.
Penelitian
menyangkut eksistensi kebahasaan di Nagekeo, didasari oleh tiga proposisi dasar
berikut. Pertama, perbedaan bentuk isolek (unsur lingual
atau kebahasaan yang belum berstatus sebagai bahasa atau dialek, masih netral)
berdasarkan paradigma leksikal di beberapa tempat di Kabupaten Nagakeo. Kedua,
kategorisasi
isolek di Kabupaten Nagakeo ke dalam dialek dan subdialek. Ketiga, perubahan-perubahan fonem secara fonologi di Kabupaten Nagakeo.
Bertolak dari
kenyataan bahwa terdapat varian pengguna bahasa dan dituntun oleh paradigma
teori murni kebahasaan, Dr. Pit Pita mulai melakukan riset lapangan dalam
rentang waktu yang cukup panjang dan terlebih lagi menguras banyak energi
berpikirnya. Berkat ketekunan dan konsistensi idealisme keilmuan yang tak
pernah padam, Dr. Pit Pita sampai pada temuan paling penting di dalam
penelitiannya yakni teridentifikasi 3 bahasa yang digunakan para penutur di
Kabupaten Nagakeo, yaitu Bahasa Mbay/Riung dengan 3 dialek, Bahasa Nagakeo
dengan 22 dialek, dan Bahasa Ende dengan 2 dialek.
Implikasi Praksis Keilmuan
Disertasi dan
lebih-lebih temuan penting di dalam penelitian Dr. Pit Pita membawa kontribusi penting bagi beberapa phak
berikut. Pertama, masyarakat
(Nagakeo) bahwa dinamika masyarakat berupa pemekaran wilayah pemerintahan baik
desa dan kecamatan hendaknya mempertimbangkan pada dimensi kesamaan
variasi-variasi bahasa dalam kelompok masyarakat. Pertimbangan bijak semacam
ini, memungkinkan terjadinya dialog yang komunikatif. Kedua, bagi Pemerintah, terutama di Kabupaten Ende agar bahasa
daerah hasil kajian peneliti menjadi bahan ajar muatan lokal di sekolah-sekolah
dari jenjang Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas yang berbahasa Nagakeo,
selain belajar Bahasa Ende. Ketiga,
bagi lembaga Uniflor, kiranya hasil kajian penelitian bisa menjadi stimulan bagi dosen lain terutama dosen-dosen muda agar memiliki komitmen
dalam meneliti dan lebih-lebih
tergerak untuk melanjutkan studi pada jenjang program doktoral.
Ekspektasi terhadap Uniflor
Sesaat memori Dr. Pit Pita, bergerak menuju ke pengalaman jatuh-bangun masa lalu di Universitas
Flores. Bercermin dari pengalaman usulan pembukaan Program Studi Pendidikan
Fisika di Uniflor waktu itu bahwa meskipun menemukan banyak kendala dan
mengalami keterbatasan tenaga pengajar berijasah S-2, namun toh akhirnya tetap
dibuka. Dr. Pit Pita sangat berharap agar Uniflor
dapat kembali membuka program
studi baru, khususnya Prodi Pendidikan Biologi, Pendidikan Kimia, Pendidikan Bahasa
Inggris, dan
Prodi Penjaskes. Harapan ini didasarkan pada rasionalisasi out
put yang sedang dibutuhkan pemerintah dalam hal memenuhi kuota tenaga guru. Harapan
berikutnya, lembaga Uniflor dapat memotivasi dan kemudian mengirim dosen S-2 khususnya dosen muda untuk memperoleh
akses pada jenjang program
S-3. Menurut Dr. Pit Pita, apabila harapan di atas terealisasi, maka dapat
menunjang bobot akreditasi institusi dan Prodi. Lebih dari itu, secara prospektif memungkinkan Uniflor untuk membuka program studi jenjang magister. (*)
Feature ini telah dimuat
pada Harian Umum Flores Pos, 9 April 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar