Halaman

Sabtu, 16 Mei 2020

Dari Eksotisme Kampung Adat Bena sampai Pemandian Air Panas So’a




Cerita Pendek Maria Grace Simo Gawen 
Kelas IX-1, SMP Katolik Frateran Ndao, Ende



Pada bulan Juni lalu, saya dan teman-teman kelas VIII-6 dan wali kelas berwisata ke Manu Lalu, Kampung Adat Bena, dan Pemandian  Air Panas di So’a. Dalam perjalanan, kami menikmati keindahan bebukitan dan hamparan laut luas dan begitu indah. Beberapa teman yang ikut berwisata asik bermain gitar dan bernyanyi. Ada yang ketiduran karena mengantuk. Tibalah kami di tempat tujuan. Kami mulai menikmati kegagahan Manu Lalu. Kami pun langsung berfoto-foto. Dari Manu Lalu, eksotisme kampung adat Bena dapat terlihat. Jaraknya tidak terlalu jauh dari situ. Kami pun meninggalkan Manu Lalu untuk melanjutkan perjalanan ke kampung adat Bena.

Bis kayu Trans Mardi Wiyata yang kami tumpangi masuk dan berlabuh di area parkir. Sebagaimana biasanya, kami satu persatu mendekati loket masuk dan membayar karcis masuk ke kampung adat Bena yang sangat terkenal ini. Bermacam-macam ornamen dan karya asli peninggalan sejarah, kami amati satu-persatu. Tidak lupa mengabadikannya dalam foto. Ya,...biar jadi fotografer dadakan, celetuk seorang teman dalam rombongan itu. Kami berjalan mengelilingi rumah-rumah adat. Indah dan unik. Itulah kesan yang tampak. Bersama Om Logus, kami tidak bosan menikmati kealamiahan kompleks tua ini. Om Logus membantu memperkenalkan barang-barang bersejarah yang diwariskan oleh leluhurd ari penduduk yang tinggal di dalam rumah-rumah adat tersebut. Sambil mengelilinginya, kami berfoto-foto dengan penduduk di situ. Kemudian, kami naik ke puncak Gua Maria dan kami bisa melihat betapa indahnya rumah adat Bena serta panorama alam yang ada di atas puncak itu. Setelah lama berfoto-foto, kami pun meninggalkan kampung adat Bena dan melanjutkan perjalanan ke pemandian Air Panas di So’a.

Senang sekali. Banyak cerita tentang Manu Lalu dan kampung adat Bena menjadi bahan cerita penuh semangat di atas kendaraan. Pokoknya penuh canda dan tawa. Akhirnya, kami pun tiba di tempat tujuan. Hati pun senang. Seperti biasa, kami membayar karcis masuk dan langsung memilih tempat untuk beristirahat. Banyak sekali pengunjung yang sudah ada di sana. Lalu, kami mandi di air panas tersebut sepuasnya. Kami pun beristirahat sebentar untuk mengisi perut dengan makanan yang kami bawa. Mandi-mandi di air panas kami lanjutkan. Untuk menghilangkan bau belerang, kami semua menuju ke kamar mandi yang telah disiapkan. Kata penjaga air panas, belerang dapat menyembuhkan berbagai penyakit kulit. Kami mengemas barang-barang. Menyimpan semua pakaian dalam tas masing-masing. Membersihkan area di tempat makan tadi. Semuanya telah siap untuk kembali ke Ende. Om Logus, sopir bis kayu Trans Mardi Wiyata yang kami tumpangi menghidupkan mesin. Wali kelas memastikan bahwa kami semua telah ada di dalam kendaraan. Perlahan-lahan, kendaraan kami meninggalkan So’a. Pulang ke kota Ende.

Dalam perjalanan pulang, kami ketiduran. Om Logus membuka lagu. Kami yang tadinya tidur, segera bangun. Waktu perjalanan ke kota Ende terasa lama. Sudah gelap. Dari kejauhan kemerlap lampu-lampu dari kota Ende terlihat terang. Pintu masuk bagian barat kota Ende kami lewati. Dan, gerbang sekolah Yayasan Mardi Wiyata asuhan para Frater Bunda Hati Kudus (BHK), persis di batas barat kota Ende itu kami hampiri. Kira-kira pukul 07.00 malam. Tepatnya di lapangan bola volly, kami pun turun dari bis kayu Trans Mardi Wiyata. Hati terasa senang karena tiba di kota Ende dengan selamat. Ada rasa bangga dengan aneka kisah wisata yang penuh dengan kebersamaan. (*)






Telah Dimuat dalam Warta Flobamora, Edisi 46–November 2017, halaman 27

Tidak ada komentar:

Posting Komentar