Cerita Pendek Maria Grace Simo Gawen
Kelas IX-1, SMP Katolik Frateran Ndao, Ende
Pada bulan Juni lalu, saya dan teman-teman kelas VIII-6
dan wali kelas berwisata ke Manu Lalu, Kampung Adat Bena, dan Pemandian Air Panas di So’a. Dalam perjalanan, kami
menikmati keindahan bebukitan dan hamparan laut luas
dan begitu indah. Beberapa teman yang ikut berwisata asik bermain gitar dan bernyanyi.
Ada yang ketiduran karena mengantuk. Tibalah kami di tempat tujuan. Kami mulai
menikmati kegagahan Manu Lalu. Kami pun langsung berfoto-foto. Dari Manu Lalu, eksotisme
kampung adat Bena dapat terlihat. Jaraknya tidak terlalu jauh dari situ. Kami
pun meninggalkan Manu Lalu untuk melanjutkan perjalanan ke kampung adat Bena.
Bis kayu Trans Mardi Wiyata yang kami tumpangi masuk dan berlabuh di area
parkir. Sebagaimana biasanya, kami satu persatu mendekati loket masuk dan
membayar karcis masuk ke kampung adat Bena yang sangat terkenal ini. Bermacam-macam
ornamen dan karya asli peninggalan sejarah, kami amati satu-persatu. Tidak lupa
mengabadikannya dalam foto. Ya,...biar jadi fotografer dadakan, celetuk seorang
teman dalam rombongan itu. Kami berjalan mengelilingi rumah-rumah adat. Indah
dan unik. Itulah kesan yang tampak. Bersama Om Logus, kami tidak bosan
menikmati kealamiahan kompleks tua ini. Om Logus membantu memperkenalkan barang-barang
bersejarah yang diwariskan oleh leluhurd ari penduduk yang tinggal di dalam rumah-rumah
adat tersebut. Sambil mengelilinginya, kami berfoto-foto dengan penduduk di situ.
Kemudian, kami naik ke puncak Gua Maria dan kami bisa melihat betapa indahnya rumah
adat Bena serta panorama alam yang ada di atas puncak itu. Setelah lama
berfoto-foto, kami pun meninggalkan kampung adat Bena dan melanjutkan perjalanan
ke pemandian Air Panas di So’a.
Senang sekali. Banyak cerita tentang Manu Lalu dan kampung adat Bena
menjadi bahan cerita penuh semangat di atas kendaraan. Pokoknya penuh canda dan tawa.
Akhirnya, kami pun tiba di
tempat tujuan. Hati pun senang. Seperti biasa, kami membayar karcis masuk dan
langsung memilih tempat untuk beristirahat. Banyak sekali pengunjung yang sudah
ada di sana. Lalu, kami mandi di air panas tersebut sepuasnya. Kami pun beristirahat
sebentar untuk mengisi perut dengan makanan yang kami bawa. Mandi-mandi di air
panas kami lanjutkan. Untuk menghilangkan bau belerang, kami semua menuju ke
kamar mandi yang telah disiapkan. Kata penjaga air panas, belerang dapat menyembuhkan
berbagai penyakit kulit. Kami mengemas barang-barang. Menyimpan semua pakaian
dalam tas masing-masing. Membersihkan area di tempat makan tadi. Semuanya telah
siap untuk kembali ke Ende. Om Logus, sopir bis kayu Trans Mardi Wiyata yang
kami tumpangi menghidupkan mesin. Wali kelas memastikan bahwa kami semua telah
ada di dalam kendaraan. Perlahan-lahan, kendaraan kami meninggalkan So’a.
Pulang ke kota Ende.
Dalam perjalanan pulang, kami ketiduran. Om Logus membuka lagu. Kami yang
tadinya tidur, segera bangun. Waktu perjalanan ke kota Ende terasa lama. Sudah gelap.
Dari kejauhan kemerlap lampu-lampu dari kota Ende terlihat terang. Pintu masuk
bagian barat kota Ende kami lewati. Dan, gerbang sekolah Yayasan Mardi Wiyata asuhan
para Frater Bunda Hati Kudus (BHK), persis di batas barat kota Ende itu kami
hampiri. Kira-kira pukul 07.00 malam. Tepatnya di lapangan bola volly, kami pun
turun dari bis kayu Trans Mardi Wiyata. Hati terasa senang karena tiba di kota Ende
dengan selamat. Ada rasa bangga dengan aneka kisah wisata yang penuh dengan kebersamaan. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar