Halaman

Sabtu, 09 Mei 2020

Ekoleksikon: Bergerak ke Kajian Linguistik Instrumental, Biografi Intelektual Dr. VeronikaGenua, S.Pd.,M.Hum.






“Bagi saya, studi ke jenjang doktoral bukan hanya sekadar persoalan tuntutan profesi sebagai dosen di Universitas Flores (Uniflor), namun menjadi penting karena seorang kandidat doktor dituntut untuk belajar lebih spesifik tentang sesuatu yang ditekuni, serta dapat menemukan hal-hal baru, terutama teori maupun metode baru dalam membedah suatu kajian  yang belum pernah dilakukan oleh orang lain atau peneliti sebelumnya.”
Pernyataan tersebut diungkapkan oleh Dr. Veronika Genua, S.Pd., M.Hum., salah seorang dosen pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Uniflor. Verni yang lahir di Besei Lembata, 12 Pebruari 1971, dan kini Lektor di Uniflor, telah menempuh Promosi Doktor, tanggal 17 Januari 2018 dengan hasil yang sangat memuaskan dan lulus dengan predikat Pujian/Istimewa. Ia dipromotori oleh Prof. Dr. I Wayan Simpen, M.Hum., dengan Kopromotor I dan II Prof. Dr. Aron Meko Mbete, dan Prof. Dr. Ida Bagus Putra Yadnya, M.A. Sedangkan, tim penguji terdiri dari Prof. Dr. Made Budiarsa, M.A, Prof. Dr. I Ketut Darma Laksana, M.A., Prof. Dr. I Wayan Rasna, M.Pd., Dr. Ana Agung Putu Putra, M.Hum., dan Dr. I Made Netra, M.Hum.
Torehan prestasi ini tentu tidak lepas dari kerja kerasnya selama menempuh pendidikan Pascasarjana (S-3) Ilmu Linguistik di Universitas Udayana (2014–2018). Ia mengaku banyak kendala yang dihadapi, termasuk mengalami kekurangan biaya walaupun sudah mendapat beasiswa dan hibah karena terlalu banyak urusan kampus yang membutuhkan biaya sehingga selalu saja berkekurangan. Tetapi semua itu dijalani dengan penuh senyuman dan berpasrah pada Tuhan sebagai sumber kekuatan juga para leluhur yang selalu mendampingi. Selain itu, ia juga mengalami kendala dalam upaya untuk menemukan promotor karena berbagai urusan Tri Darma Perguruan Tinggi, tetapi dengan kesabaran ia selalu berusaha untuk mencari dan menghubungi agar dapat berkontribusi tentang kesulitan dalam menganalisis tulisan.
Sebelumnya, Verni mengenyam pendidikan Sarjana (Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia) pada FKIP, Uniflor (1990–1995) dengan judul Skripsi “Tinjauan Kontaminasi pada Karangan Narasi Siswa SMAK Frateran Ndao Ende Tahun Ajaran 1994/1995” dan dibimbing oleh Drs. Pius Pampe, M.Hum., (Almh) dan Drs.Yoakim Jekson Kebol, M.Hum. Ziarah akademispun ia lanjutkan ke jenjang Pascasarjana (S-2) Program Studi Ilmu Linguistik, Universitas Udayana (2005-2007) dan tesis  berjudul “Teks Sodha dalam Ritual Joka Ju pada Masyarakat Lio Ende Flores”, dibimbing oleh Prof. Dr. Aron Meko Mbete, dan Prof. Dr. I Ketut Darma Laksana, M.Hum.
Ketertarikannya pada ilmu bahasa (linguistik) dan alam semesta membuatnya menulis Disertasi dengan judul, “Ekoleksikon Nijo pada Guyub Tutur Lio Flores”. Kajian ini membedah tentang hubungan bahasa dan lingkungan alam suatu masyarakat. Dalam konteks ini, disertasi ini membedah guyub tutur Lio Flores terhadap struktur bahasa, makna, nilai dan ideologi yang terkandung dalam nijo yang juga merupakan pola dan falsafah hidup masyarakatnya. Selain itu, istri dari Petrus Duu, S.Ag., dan ibu dari Ignasius Azevedo Wanwol ini mengatakan bahwa tulisannya bertujuan untuk melihat dinamika pengetahuan, pemahanman dan penggunaan bahasa daerah antargenerasi dalam kehidupan masyarakat. Hal ini terjadi karena sebagian besar pengguna bahasa daerah dalam ranah tertentu beralih ke bahasa Indonesia.

Kajian Ekolinguistik

Secara umum, penelitian dalam Disertasi anak pasangan Nikolaus Nago (Alm.) dan Maria Lema (Almh.) ini, berusaha untuk mengungkap fenomena kebahasaan, secara khusus ekoleksikon nijo, pengobatan tradisional pada guyub tutur Lio Flores dalam kajian ekolinguistik. Kajian tersebut memiliki relevansi dengan linguistik dalam mengkaji hubungan antara bahasa dan lingkungan alam karena memiliki interaksi, interelasi, dan interdependensi dengan guyub tutur setempat. Kehidupan guyub tutur bergantung pada lingkungan alam karena merupakan sumber penghidupan yang selalu dijaga dan dilestarikan antargenerasi.
Ekoleksikon nijo merupakan doa dan pengobatan secara tradisional yang merupakan warisan budaya leluhur, sudah menyatu dengan kehidupan guyub tutur Lio Flores. Setiap kata/frasa yang diucapkan memiliki kekuatan atau energi penyembuhan dari suatu penyakit yang dilakukan oleh ata bhisa ‘dukun’. Ekoleksikon nijo memiliki berbagai bentuk yang unik dan beragam untuk dikaji dari perspektif ekolinguistik. Salah satu kendala yang ditemuinya saat penelitian berkaitan dengan ata bhisa adalah sumber tidak dapat memberi informasi yang sesuai. Hal tersebut karena ia harus berhadapan dengan para ata bhisa untuk mendapatkan teks yang berhubungan dengan pengobatan tradisional karena bahan atau sumber yang diinginkan berhubungan dengan data serta transkripsi yang tidak dipahami secara mendalam serta data yang secara pribadi yang tidak dapat dibagikan kepada orang lain karena menjadi milik perorangan yang bersifat sangat pribadi.
Bentuk dan struktur nijo sangat berbeda dengan bahasa sehari-hari, seperti kalimat 'demi take miulake ‘yang tertahan singkapkanlah’. Dinamika pengetahuan kebahasaan antargenerasi secara khusus generasi muda dan dewasa mulai bergeser, terutama pengetahuan sumber daya lingkungan melalui khazanah bahasa lokal dan pengetahuan kearifan tradisi setempat. Khazanah ekoleksikon nijo terdapat berbagai kategori yakni, nomina, verba, adjektiva dan numeralia dalam pengobatan secara tradisional. Bentuk dan struktur lingual nijo tradisional berupa bentuk fonologi, yakni segmental dan suprasegmental, morfologi, dan semantik. Dinamika pengetahuan dan pemahaman antargenerasi tentang ekoleksikon nijo sangat bervariasi dan karena itu generasi muda kurang memahaminya. Hal ini disebabkan tidak dikomunikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Di samping itu, terdapat ideologi keyakinan untuk penyembuhan suatu penyakit, serta makna dan nilai yang terkandung seperti nilai kepasrahan, kapatuhan dan keharmonisan.
Verni mengakui, setelah meraih gelar Doktor, ia akan terus melakukan penelitian baik yang berhubungan dengan bidang keahlian maupun lintas bidang untuk berkontribusi atas berbagai kekayaan kearifan yang hampir punah karena belum tersentuh kajian akademik. Selain penelitian, ia juga akan melakukan pengabdian kepada masyarakat tentang pemanfaatan lingkungan alam sebagai sumber kehidupan dan kekayaan masyarakat.
Di akhir wawancara bersama Tim Suara Uniflor, Verni bercerita tentang salah satu kegiatan yang dilakukannya di Denpasar, yang merupakan bagian dari promosi Kabupaten Ende. Selama kuliah di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana, ia dipercayakan sebagai koordinator untuk mengadakan pentas tarian gawi dan ja’i pada HUT Fakultas Ilmu Budaya dengan melibatkan mahasiswa S-1 dan S-2, dan teman-teman S-3 dari NTT. Sangat susah berlatih karena sebagian berasal dari luar Pulau Flores. Namun setelah berlatih secara berulang-ulang serta modifikasi untuk tarian gawi, pada akhirnya semua berjalan dengan baik, lancar, dan pada saat pentas semua penari mengenakan pakaian daerah Ende lengkap (lawo, lambu, luka lesu). (*)

Feature ini telah dimuat pada Harian Umum Flores Pos, 16 September 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar