Halaman

Tampilkan postingan dengan label rahim persemaian. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label rahim persemaian. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 09 Mei 2020

Membaca Biografi Intelektual Dr. Dra. Imaculata Fatima, M.M.A.




Universitas Flores: rahim persemaian

Berbekal ilmu pengetahuan dan ijazah yang dimiliki, Ibu Ima sarjana baru yang masih berusia belia dan energik itu memasuki gerbang dunia kerja. Pilihan hati jatuh ke Uniflor, dan mulai mengabadikan energi pengetahuannya pada 10 Oktober 1991. Perjalanan meniti karirpun juga pernah mengalami masa pasang-surut. Namun, Ibu Ima bukanlah tipe orang yang mudah terlarut dalam irama dinamika hidup. Tugas yang  pernah diemban, Tahun 1991 sebagai Kepala Unit Komputer Uniflor (1991), dan pernah menjabat sebagai Kepala Unit Perpustakaan Uniflor (1998).
Awal meniti karir, sebetulnya ada banyak “godaan” untuk melamar kerja di instansi-instansi lainnya. Godaan itu justru ditepis jauh dari dunia angan-angannya dan pilihan hati membawa Ibu Ima ke gerbang Uniflor. Dalam palung kesadaran yang paling mendasar hati kecilnya berbisik nyaring “seluruh energi pengetahuan yang dimiliki dibadikan sepenuhnya di Uniflor”.

Mengintip Biografi Intelektual

Tahun 1989, Ibu Ima menyelesaikan studi kesarjanaanya di STIMI Handayani Denpasar. Kemudian di tahun 2005, gelar S-2 diraihnya dari Universitas Udayana dengan konsentrasi Agribisnis. Visi pengabdian pada pengetahuan itulah mendorongnya untuk melanjutkan studi doktoral. Februari 2016, Ibu Ima Pampe berhasil mempertahankan disertasinya dalam Ilmu Pertanian dengan konsentrasi studi Agribisnis di Universitas Udayana Denpasar dengan judul “Modal Sosial dalam Pengembangan Agroekowisata di Kabupaten Ende Provinsi Nusa Tenggara Timur” yang dipromotori oleh Prof. Dr. Ir. Wayan Windia, SU., dosen Universitas Udayana, sekaligus seorang Konsultan Pertanian Sistem Subak, Bali.

Relevansi Praksis Keilmuan

Melalui Disertasi yang ditulis dan telah dipertahankannya itu, secara eksplisit Dr. Ima Pampe ingin menempatkan tiga premis dasar. Pertama menghidupkan kembali modal sosial yang semakin kehilangan otentisitasnya, kedua mengubah ekologi berpikir orang tentang agroekowisata. Pemahaman yang holistik mengenai agroekowisata adalah bentuk riil dari konsep pemberdayaan terhadap publik, ketiga membangun opini bahwa para pengunjung wisata tidak saja sebagai penikmat semata, melainkan sebagai katalisator aktif dalam menjaga keseimbangan sistem lingkungan.
Bagi Dr. Ima Pampe, segmen usia yang paling potensial untuk merealisasikan tiga premis dasar di atas, adalah kaum muda di NTT, terutama mahasiswa. Harapan perubahan atas paradigma berpikir dari para mahasiswa, yakni dibutuhkan sikap ilmiah untuk selalu proaktif, inovatif dan memiliki kemampuan untuk membangun jaringan baik secara internal maupun eksternal, memiliki kemampuan untuk merambah dan menimba pengetahuan positif  dari dunia virtual sebab internet telah berubah menjadi kebutuhan spesifik di zaman sekarang, menghadapi tantangan zaman, mahasiswa perlu membentengi diri dengan pengetahuan elementer mengenai etika dan moralitas berkomunitas, dan jangan pernah mengabaikan kebesaran Tuhan dalam setiap sukses yang diraih. 

Kembali ke Dunia Kampus: Merajut Idealisme

Dunia kampus merupakan lahan yang paling ideal untuk mengaktualisasikan gagasan atau ide-ide yang cemerlang. Untuk itulah warna “aura” kampus menjadi benar-benar terasa bagi seluruh civitas akademika. Dalam rangka menstimulasi kultur akademis di Universitas Flores, Dr. Ima Pampe mengajukan beberapa tesis berikut. Pertama seluruh pihak yang terlibat di dalam Uniflor perlu memiliki “kepekaan” tersendiri untuk membaca realitas aktual. Seorang dosen dituntut untuk mengimbangi segala perubahan tersebut agar aktivitas Tri DharmaPerguruan Tinggi berjalan secara normal berdasarkan regulasi yang ada. Kedua apabila aktivitas Tri DharmaPerguruan Tinggi dijalankan secara optimal, maka kultur akademik akan muncul ke permukaan. Ketiga, hasil riset para dosen mestinya bisa berfungsi praksis. Artinya, hasil penelitian itu bisa berguna secara nyata bagi masyarakat. Keempat diperlukan pendampingan secara intensif melalui terbentuknya desa dampingan yang melibatkan dosen dan mahasiswa. Jadi, paradigma ke depan, lembaga pendidikan tinggi perlu melaksanakan kerja sama berskala nasional, regional, dan internasional. (*)

Feature ini telah dimuat pada Harian Umum Flores Pos, 23 Maret 2016

Selasa, 14 November 2017

Universitas Flores: Rahim Persemaian Nilai




Tentang pembangunan sumber daya pendidikan sebagai pilar kemajuan suatu bangsa, seorang Napaleon Bonaparte berpendapat bahwa untuk mendapat suatu generasi masa depan yang sungguh baik dan bermoral, didiklah ibunya, karena ibulah yang paling dekat dengan anak. Dalam konteks demikianlah, tulisan ini meletakkan Universitas Flores (Uniflor) sebagai ibu, “rahim” persemaian ilmu dan nilai. “Rahim” karena lembaga ini identik dengan ibu, sosok yang senantiasa terus melahirkan manusia baru. Tanpa ibu, manusia baru tak kan pernah ada. Begitu juga lembaga Uniflor adalah ibu yang tak pernah akan berhenti mengemban tugas reproduksi. Melahirkan generasi baru, mediator ilmu dan nilai baru bagi masyarakat luas. Untuk itulah Uniflor hadir di bumi ini.
Tidak dapat dipungkiri bahwa perkembangan pendidikan di tanah Flores secara umum, dan Ende khususnya dirintis oleh para misionaris Katolik Portugis dan Belanda. Kilas ringkas ini menampilkan “Ende dalam Flores”. Artinya, Ende tidak sebagai tempat yang berdiri sendiri, namun Ende dibaca sebagai satu-kesatuan Flores. Dengan demikian, Uniflor di Ende berada dalam satu garis lintasan perkembangan pendidikan di Flores.
Misi “menaklukan tanah Flores” sebagai titik pengabdian para misionaris Katolik untuk penyebaran agama juga dilandasi oleh misi kerasulan awami untuk pembebasan umat akibat keterbelengguan ekonomi yang mengakibatkan kemiskinan, kemelaratan, kebodohan, kekafiran, bahkan peperangan antarsuku. Tahun 1895 Pemerintah Hindia Belanda memberikan wewenang yang luas kepada para misionaris Katolik untuk menangani segala urusan pendidikan dengan memberikan subsidi pendidikan sebagaimana yang telah digulirkan tahun 1890. Kebijakan inilah menjadi daya dorong perluasan akses pendidikan di Flores (Pater Lamber Lame Uran. Tanpa tahun. Sejarah Perkembangan Misi  Flores).
Membicarakan Uniflor mendorong kita menengok sosok “Sang Visioner” H.J. Gadi Djou, Drs.Ekon. Menghayati filosofi Cina, Sang Visioner sampai pada kekuatan visi aforisme Kon Fu Tse, ahli filsafat Cina yang mengatakan “kalau ingin membangun masyarakat dalam waktu satu tahun, maka tanamlah padi; kalau ingin membangun masyarakat dalam waktu sepuluh tahun, maka tanamlah pohon; dan kalau ingin membangun masyarakat dalam waktu seratus tahun, maka didiklah rakyat” (via H.J Gadi Djou,  Uniflor: Sejarah Berdirinya, Perjuangannya, dan Misi Depan Bangsa, Pena Persada Offset Yogyakarta, 2005). Seluruh pergumulan yang intens Sang Visioner atas filosofi Kon Fu Tse di atas terarah pada misi penyelamatan anak bangsa dari belenggu keterbelakangan, kemiskinan, dan kebodohan dalam dunia pendidikan.
Benih dan inspirasi misi pendidikan tersebut mulai terinkubasi berkenaan dengan Keputusan Dirjen Pendidikan Tinggi Nomor 162/1967 untuk menutup semua cabang Perguruan Tinggi Negeri di seluruh Indonesia, termasuk FKIP Undana Cabang Ende telah menimbulkan “keresahan” di kalangan masyarakat Ende, dan Flores pada umumnya. Keputusan ini menjadi “daya dorong” untuk menggagas dan melahirkan sebuah lembaga pendidikan tinggi di Ende. Jadilah “19 Juli 1980”, lahirlah “Universitas Flores” dengan Rektor pertama H.J. Gadi Djou, Drs.Ekon. Empat dosen negeri Undana diperbantukan di Uniflor Ende, yakni Drs. Sebastianus Ndate, Drs. Remigius Dewa, Drs. Frans Fernandes, dan Drs. Yosef Beda Kedang (Ibid).
Uniflor mulai menerima mahasiswa baru Tahun Ajaran 1980/1981 pada tiga fakultas, yakni Fakultas Hukum, Fakultas Ilmu Pendidikan, dan Fakultas Keguruan. OSPEK pertama dilaksanakan pada 18 Agustus 1982 bertempat di Lapangan Perse Ende dan berakhir pada 22 Agustus 1982 dengan perayaan misa. Perkuliahan menggunakan bekas kantor Bupati Ende di Jalan Soekarno sampai tahun 2005. Tanggal 30 Maret 1982, Dr. JB Sumarlin, Menteri Penertiban Aparatur Negara mengunjungi Uniflor dan menjadi Inspektur Upacara pada apel pagi bersama mahasiswa di kampus Uniflor, Jalan Soekarno. Dalam masa awal, Universitas Flores berada di bawah Kopertis VI Surabaya. Evolusi waktu seluruh perguruan tinggi di NTT dipindahkan ke Kopertis Wilayah VIII, nomor 280/KOP-VIII/B.02/1984 tentang Ijin Persetujuan Sementara kepada Universitas Flores bagi FH, FKIP, dan Fakultas Teknik.
Status Terdaftar oleh Mendikbud Prof. Dr. Nugroho Notosusanto, Nomor 0134/O/1985, 13 Maret 1985, diserahkan oleh Kopertis VIII Prof Dr. Ida Bagus Oka, pada Lustrum Uniflor 19 Juli 1985. Tanggal 9 April 1988, Uniflor melaksanakan Wisuda Perdana Sarjana sebanyak 47 orang dengan perincian: (a) Prodi PMP dan Kewarganegaraan sebanyak 18 orang; (b) Prodi Pendidikan Sejarah sebanyak 2 orang; (c) Pendidikan Dunia Usaha sebanyak 8 orang; dan (d) Prodi Psikologi dan Bimbingan sebanyak 19 orang. Status DIAKUI baru didapat pada tahun 1993 melalui Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor: 242/DIKTI/Kep/1993, tanggal 1 Mei 1993. Di ulang tahunnya yang ke-37 ini, satu lagi program studi baru yang mendapat ijin penyelenggaraan perkuliahan, yakni Program Studi Pendidikan Biologi. Sehingga, Uniflor telah memiliki tujuh fakultas dengan enam belas program studi.
Rahim Uniflor dalam usia yang ke-37 tahun ini telah “melahirkan” ribuan anak muda baru yang tengah mengabdi di seantero negri ini. Mereka  menempati berbagai karya dan profesi di bidangnya. Dari merekalah, nilai-nilai lembaga dibawa dan ditebar untuk membantu masyarakat dalam mengatasi berbagai persoalan hidup. Terutama, visi sebagai “mediator budaya”. Kita berharap, di usianya yang ke-37, Uniflor tetap tumbuh konsisten berjuang mencerdaskan anak bangsa. (*)


[1] Artikel ini dimuat dalam HU Flores Pos, 22 Juli 2017