Halaman

Tampilkan postingan dengan label kalender etnik Lio. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label kalender etnik Lio. Tampilkan semua postingan

Kamis, 04 Mei 2023

Bulan Mei sebagai Bulan Harapan (Wula Balu Ji'e)


Manusia mengalami satuan waktu sebagai satu sekuens yang terjadi secara berturut-turut. Rentangan waktu berturut-turut disebut dengan khronos, seperti urutan hari, urutan minggu, urutan bulan, dan urutan tahun. Selain itu, ada sekuens waktu yang disebut khairos, yakni waktu penting di mana beberapa hal atau peristiwa penting serentak terjadi bersamaan dan sekaligus menjadi perhatian khusus dalam suatu komunitas etnik atau masyarakat tutur. Hampir semua masyarakat etnik di dunia ini mengalami sekuens waktu yang demikian.

Dalam kalender masyarakat tradisional etnik Lio, sekuens waktu sangat ditentukan oleh perilaku, kebiasaan, dan tata kelola petani dalam sistem pertanian tradisional. Nama bulan dengan prosesi sejumlah kegiatan ritual adat menjadi dasar pembagian waktu dalam setahun tersebut. Berbagai ritual pertanian tradisional  dilaksanakan dengan padi dan jagung menjadi fokus atau pusat perhatian masyarakat Lio. Hal yang sama juga kita jumpai pada masyarakat agraris lainnya.

Bulan Mei

Bulan Mei oleh masyarakat etnik Lio disebut sebagai wula balu ji'e. Bulan penuh berkat dan rahmat. Bulan Mei ini merupakan bulan yang memberikan harapan karena kegelisahan dan keresahan akan bahaya kelaparan sudah teratasi. Para petani mulai membuat pondok di ladangnya sebagai tempat penyimpanan pangan. Padi dan jagung mulai menguning dan siap untuk dipanen. Tanaman holtikultura lainnya sebagai penyanggah makanan dalam tahun berjalan telah memberikan harapan bagi anak cucu. Oleh karena itu, dalam rentang masa ini, masyarakat dilarang untuk menanam apa saja. Serentak pada masa ini dilaksanakan upacara leda sua, yakni upacara pemulihan dan pembersihan peralatan pertanian (tofa, cangkul, parang, dan lain sebagainya). Selanjutnya, dilaksanakan upacara do hu'u, yaitu upacara menyantap tepung jagung baru sebagai penanda bahwa jagung di ladang siap dipanen.

Pada masa yang sama umat Katolik seantero jagat sedang menjalankan ibadat Doa Rosario. Seperti  moment leda sua, kita juga ingin sejenak beristirahat. Beranjangsana dan berprosesi mengunjungi dari rumah ke rumah. Semoga Bunda Maria, Tuhan (Dua Ngga'e) Penyelenggara hidup membantu dan menolong kita umatNya. (*)

Senin, 17 April 2023

Bulan April Sebagai Wula Balu Re'e



Manusia mengalami satuan waktu sebagai satu sekuens yang terjadi secara berturut-turut dalam satu rentangan yang dikenal dengan khronos, seperti urutan hari, urutan minggu, urutan bulan, dan urutan tahun. Selain itu, ada sekuens waktu yang disebut khairos, yakni waktu penting di mana beberapa hal atau peristiwa penting serentak terjadi bersamaan dan sekaligus menjadi perhatian khusus dalam suatu komunitas etnik atau masyarakat tutur. Hampir semua masyarakat etnik di dunia ini mengalami sekuens waktu yang demikian.

Dalam kalender masyarakat tradisional etnik Lio, sekuens waktu sangat ditentukan oleh perilaku dan tata kelola petani dalam sistem pertanian tradisional. Nama bulan dengan prosesi sejumlah kegiatan ritual adat menjadi dasar pembagian waktu dalam setahun tersebut. Berbagai ritual pertanian tradisional  dilaksanakan dengan padi dan jagung menjadi fokus atau pusat perhatian masyarakat Lio. Hal yang sama juga kita jumpai pada masyarakat agraris lainnya.

Kalender Tradisional Etnik Lio

Dalam kalender masyarakat Lio, Bulan April ini disebut sebagai wula balu re'e. Dalam bulan ini dilaksanakan upacara keti uta/sepa uta/nggua uta atau ka pesa delu. Upacara ini ditandai melalui masyarakat petani memberikan sesajen kepada dewa dan dewi penguasa langit dan bumi (Du'a lulu wula ngga'e wena tana). Ini dilaksanakan sebagai tanda syukur dan terima kasih atas hasil panen baru. Para petani mulai mengonsumsi sayur dan jagung muda yang merupakan makna kegiatan dalam wula balu re'e ini. Makan atau mengonsumsi hasil panen baru merupakan tanda pembaharuan diri dan komunitas. (*)

Selasa, 01 November 2022

Bulan Oktober, Wula Mapa

 


Dalam kehidupan, manusia mengalami waktu sebagai sekuens yang terjadi berturut-turut dalam suatu rentangan, yang dikenal dengan istilah khronos, seperti urutan hari, urutan minggu, bulan, dan seterusnya. Ada sekuens waktu yang disebut khairos, waktu penting, saat di mana beberapa hal penting  terjadi bersamaan atau serentak sekaligus menjadi perhatian khusus dalam sebuah masyarakat atau etnik budaya. Hampir semua etnik mengalami sekuens waktu tersebut dalam berbagai aspek kehidupan.

Kalender tradisional masyarakat etnik Ende Lio, sekuens waktu sangat ditentukan oleh perilaku dan tata kelola dalam sistem pertanian. Perilaku dan tata kelola inilah yang menjadi pedoman pembagian waktu kerja masyarakat dalam setahun. Nama bulan dengan prosesi kegiatan adat yang diikuti dengan aneka ritual dalam pertanian tradisional dengan padi dan jagung sebagai pusat perhatian praktik budaya agraris. Kalender satuan waktu dalam masyarakat Ende Lio yang digunakan sebagai penanda aktivitas bertani.

Bulan Oktober disebut sebagai Wula Mapa. Pada bulan ini, hampir semua persekutuan adat menyelenggarakan berbagai ritual, seperti joka ju, ka po'o, ka pena, ngguaa keu uwi, dan lain-lain. Aneka ritual yang dilaksanakan bertujuan untuk memberi persembahan kepada tana watu: penguasa pertiwi/bulan, sebagai pemurnian ladang yang sebelumnya tercemari.  Oleh karena itu, wula mapa diyakini sebagai masa suci. Alam pun pada masa ini lebih rama, bersahabat dan memberikan harapan baru, misalnya bunyi guntur, kilat, mendung sebagai pertanda akan turun hujan.

Tanda-tanda alam inilah dipahami sebagai keberkahan dari Dua Ngga'e, Allah Maha Pencipta. Petani pun diingatkan untuk menyiapkan lahan, bibit, sebab musim tanam akan segera tiba.

"Mapa nggu nggedhu"
Suara guntur mulai menggelegar
"Wini wari welu"
Jemurlah bibit
"Toka kebe, tena maro"
Buatlah pematang dan pondok
"Koe lowo leka uma"
Siapkan jalan air di ladangmu

Tanda-tanda alam inilah dipahami sebagai keberkahan dari Dua Ngga'e, Allah Maha Pencipta. Petani pun diingatkan untuk menyiapkan lahan, bibit, sebab musim tanam akan segera tiba.

Bahasa etnik Ende Lio di atas menandaskan tentang pentingnya suatu "persiapan" yang harus dilakukan dalam menghadapi suatu kegiatan. Termasuk di dalamnya adalah persiapan dalam memulai musim tanam. (*)

Bulan November, Wula More



Dalam kehidupan, manusia mengalami waktu sebagai sekuens yang terjadi berturut-turut dalam suatu rentangan, yang dikenal dengan istilah khronos, seperti urutan hari, urutan minggu, bulan, dan seterusnya. Ada sekuens waktu yang disebut khairos, waktu penting, saat di mana beberapa hal penting  terjadi bersamaan atau serentak sekaligus menjadi perhatian khusus dalam sebuah masyarakat atau etnik budaya. Hampir semua etnik mengalami sekuens waktu tersebut dalam berbagai aspek kehidupan.

Kalender tradisional masyarakat etnik Ende Lio, sekuens waktu sangat ditentukan oleh perilaku dan tata kelola dalam sistem pertanian. Perilaku dan tata kelola inilah yang menjadi pedoman pembagian waktu kerja masyarakat dalam setahun. Nama bulan dengan prosesi kegiatan adat yang diikuti dengan aneka ritual dalam pertanian tradisional dengan padi dan jagung sebagai pusat perhatian praktik budaya agraris. Kalender satuan waktu dalam masyarakat Ende Lio yang digunakan sebagai penanda aktivitas bertani. 

Bulan November disebut sebagai Wula More atau bulan untuk menanam. Sekuens waktu ini disebut dengan nelu tedo, musim atau periode yang tepat untuk menanam padi. Saat menanam, didahului dengan upacara penanaman padi yang dalam keyakinan masyarakat petani upacara yang dilaksanakan tersebut bertujuan agar hasil pangan yang akan diperoleh berlimpah dan bermanfaat untuk kesejahteraan masyarakat. (*)