Halaman

Tampilkan postingan dengan label Ende. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ende. Tampilkan semua postingan

Kamis, 11 April 2024

Keunikan Merayakan Hari Raya Keagamaan di Ende Flores

Sebagai bangsa yang majemuk, Indonesia patut berbangga karena kemajemukannya tersebut menjadi titik puncak ketertarikan bangsa lain di dunia untuk melihat bangsa Indonesia. Kemajemukan tersebut semacam menjadi daya tarik dalam meneliti Indonesia secara lebih intens. Kemajemukan dibangun dari pelbagai unsur. Salah satu yang paling kasat mata dilaksanakan adalah "merayakan hari raya berbagai agama yang ada di Indonesia." 

Keunikan Merayakan Hari Raya Keagamaan

Toleransi yang diusung sebagai pilar keberagaman masyarakat adalah keunikan tersendiri dalam relasi kemasyarakatan dan keagamaan. Yang paling tampak dalam hari raya keagamaan adalah keindahan saling merayakan hari-hari raya keagamaan tersebut. Saling mengunjungi antaranggota keluarga itu merupakan sesuatu yang lazim. Biasa dalam upaya untuk terus memperkuat rasa kekeluargaan dan soliditas sebagai anggota keluarga. Yang tidak lazim adalah saling mengunjungi, memberi ucap dan selamat kepada sahabat, kenalan yang berbeda agama. Mengecup pipi kiri dan kanan dan jabat tangan antara tetangga dekat.
 
Silaturahim seperti ini tidak sekadar sebagai bagian dari perayaan hari besar keagamaan, melainkan menjadi bagian maaf-memaafkan. Memperkuat solidaritas sosial dan kemasyarakatan. Momentum ini merupakan "keunikan" penganut agama dalam merayakan kebahagiaan. Mensyukuri rahmat dan keberkahan Tuhan atas seluruh pencapaian yang telah diraih. Boleh jadi, momentum ini pula menjadi bagian dari evaluasi berkelanjutan atas derajat komunikasi, relasi, dan kekerabatan yang dibangun selama setahun. Terutama di antara warga atau umat yang berbeda agama dan keyakinan. Evaluasi seperti ini akan menjadi input positif untuk mempertebal kasih dan kesetiaan juga meneguhkan toleransi agar dari hari ke hari, bulan ke bulan dan tahun berganti tahun, solidaritas kemanusiaan terus dan tetap terjaga. 

Itulah keunikan merayakan hari raya keagamaan di Indonesia, dan di Ende dan Flores khususnya. Perlu terus dijaga, dirawat. Dan, yang paling penting adalah terus dipraktikkan dalam kehidupan beragama.(*)

Minggu, 24 September 2023

Universitas Flores Rumah Bersama


Universitas Flores menjadi rumah berpikir bersama. Rumah berkumpul dan berpikir bersama tentang cakrawala luas keilmuan. Rumah membicarakan penelitian dan pengabdian untuk membantu mensejahterakan kehidupan masyarakat. Dalam rangka itulah, Uniflor sebagai lembaga pendidikan tinggi terus berbenah diri melalui pergantian kepemimpinan di level rektorat. Pergantian kepemimpinan ini dimulai dengan pemaparan visi dan misi para kandidat. Pemaparan visi, misi, dan program kerja calon rektor Universitas Flores periode 2024-2028, 18-20 September 2023. 

Uniflor Rumah Bersama

Melalui Universitas Flores kita menyusun pengetahuan bersama berdasarkan nalar, sikap objektif, dan etika hidup dalam kerangka budaya. Sebagai kampus "mediator budaya" Universitas Flores memiliki derajat aspirasi atau cita-cita untuk mencapai perubahan yang lebih baik. Dengan demikian, Universitas Flores semacam menjadi jalan atau wadah untuk mencerdaskan pendidikan anak-anak Flores dan seantero nusantara. Para kandidat memiliki ikhtiar yang tinggi untukmembawa Universitas Flores ke arah lebih baik.

Profisiat kepada 12 calon rektor yang telah memaparkan visi, misi, dan program kerjanya. (*)

Selasa, 06 Juni 2023

Sukarno Putra Sang Fajar Berbintang Gemini


Sukarno lahir pada bulan enam, tanggal enam, jam setengah enam pagi tahun 1901 di Surabaya. Serba enam. Persis ketika itu meletusnya gunung Kelud di Jawa. Orang menafsirkannya sebagai pertanda baik karena menandai permulaan abad baru. Bahkan, adapun kepercayaan yang menganggapnya sebagai pertanda buruk. Sukarno sendiri menerima saja, "Adalah nasibku terbaik dilahirkan dengan bintang Gemini, lambang kekembaran. Dua sifat yang saling berlawanan. Aku bisa lunak dan bisa cerewet. Bisa keras laksana baja dan bisa lembut berirama. Pembawaanku adalah perpaduan dari pikiran sehat dan getaran perasaan."

Suatu ketika, kala Sukarno masih kecil, ia sudah bangun pagi sekali. Di beranda rumahnya, ibunya menyapanya, "Engkau sedang memandang fajar, Nak. Ibu katakan padamu bahwa kelak engkau akan menjadi pemimpin dari rakyat kita karena ibu melahirkanmu di pagi hari saat fajar mulai menyingsing. Jangan kau lupakan itu, Nak bahwa engkau ini putra sang fajar."

(Bung Karno dan Pancasila, Ilham dari Flores untuk Nusantara, Nusa Indah, 2006).

Selamat hari lahir Bung Karno, Presiden pertama RI (*)

Kamis, 25 Mei 2023

Kelimoetoe Toneel Club


Presiden Joko Widodo mengunjungi Ende pada tanggal 1 Juni 2022. Menurut informasi yang diperoleh RI1 akan menginap semalam di Ende. Ende punya kisah historis yang kuat. Di Ende Soekarno pernah diasingkan (1934-1938). Ada beberapa bukti sejarah Bung Karno di Ende. Salah satunya adalah Kelimoetoe Toneel Club. 



Kelimoetoe Toneel Club

Klub Tonel Kelimutu, klub yang dibentuk oleh Ir. Soekarno ketika di Ende. Klub ini dipandangnya sebagai "kampus" untuk menyelenggarakan diskusi, pementasan drama, bernyanyi, berpawai, termasuk berlatih lagu-lagu popular.  Anggotanya diperkirakan sebanyak 90 orang, ketika itu. Di hadapan massa, Soekarno tampil menjadi "singa podium".

 Semuanya tergantung pada kepemimpinan Bung Karno, sang sutradara dan seniman. Ia melatih secara rinci orang-orang tak terpelajar, seperti bagaimana memainkan orang mati di panggung sederhana. Anggota tonil pun tidak memahami dan mengerti mengapa orang hidup yang sengaja menjadi mati dipertontonkan di atas panggung. Namun, Soekarno tidak pernah lelah, berhari-hari memberikan pelatihan agar pementasan tonil berhasil.

Selama di Ende Soekarno menghasilkan beberapa naskah tonil. Tonil yang terkenal adalah Dokter Syaitan dan Rahasia Kelimutu. Properti pementasan, misalnya banner dilukis dan digambar sendiri, sebab Bung Karno juga adalah seorang pelukis. (*)

Jumat, 21 Oktober 2022

Prodi PBSI Universitas Flores Ende Selenggarakan Lokakarya Pembuatan Modul Pengajaran

Program Studi (Prodi) Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) Universitas Flores Ende menyelenggarakan Lokakarya Pembuatan Modul Pengajaran Berbasis Muatan Lokal, pada Selasa, 18 Oktober 2022, bertempat di Gedung PBSI Universitas Flores, Jalan Sam Ratulangi Ende. Lokakarya menghadirkan narasumber Dr. Yoseph Yapi Taum, M,Hum., Ketua Program Magister Sastra Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Saat membuka lokakarya Dr. Drs.Yosef Demon Bataona, M.Hum., Ketua Prodi PBSI Universitas Flores mengungkapkan bahwa kegiatan ini ibarat singgah di setiap hentian untuk menambah energi akademik. Menurutnya, lokakarya ini menjadi hentian dimaksud. “Saya berharap agar para dosen menyisahkan sedikit waktu untuk mengemas modul pengajaran dalam semester ini.”, demikian harap Yos, agar lokakarya yang dilaksanakan ini memiliki tindak lanjut yang bermanfaat bagi pembelajaran di kelas.

Di awal pemaparannya Dr. Yoseph Yapi Taum, M,Hum., mengajukan sebuah pertanyaan yang menantang tentang apakah orang Flores maupun NTT memiliki satu semangat atau spiritualitas yang sama sebagai pemersatu anak-anak di kawasan ini? Semangat dan spiritualitas itu menjadi semacam grand naratif bagi generasi di kawasan ini untuk belajar dan mengetahui khazanah pengetahuan dan kekayaan dalam masyarakat kita. Menurut Yos Yapi Taum, putra Lembata yang adalah dosen di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, selain ikatan politik dan administratif pemerintahan, kita berharap agar ikatan pengetahuan perlu dikembangkan agar generasi yang akan datang menjadi generasi yang saling mencintai. Terdapat banyak ikatan sosial yang tercecer yang dapat diramu dan dikembangkan, dan menurutnya aspek bahasa dan sastra menjadi hal yang paling mungkin untuk dikembangkan. Tentu ini butuh keputusan politik. Yos Yapi Taum mencontohkan, jika dalam satu kabupaten terdapat beberapa bahasa, maka salah satu bahasa musti disepakati menjadi official language, dan dapat digunakan pada semua sektor kehidupan di wilayah tersebut. Lagi-lagi, beliau menegaskan tentang pentingnya keputusan politik, yang tentunya melalui riset yang mendalam.

Dalam konteks inilah, Yos Yapi Taum menyarankan agar dalam pengambilan keputusan perlu melibatkan triple helix (sinergitas pemerintah, universitas, dan pengusaha/industri). Dalam aspek sastra, misalnya jika aneka karya sastra dalam berbagai bentuk yang hidup dan berkembang dalam masyarakat kita ditulis dengan baik dan dijadikan sebagai muatan lokal di sekolah-sekolah, tentu merupakan sebuah kemajuan. Berbagai bentuk karya tersebut wajib diketahui oleh para siswa tanpa mempertimbangkan dari mana dia berasal. Dengan begitu, konstruksi kefloresan, bahkan kenttan, dan relasi kohesivitas sosial akan menjadi semakin kuat. Pada akhir pemaparannya, Yos Yapi Taum berharap agar para akademisi memulai visi ini melalui penulisan modul-modul pengajaran dengan basis obyek lokal berkenaan dengan apa yang ada dalam masyarakat kita.

Pada sesi berikutnya, Yos Yapi Taum berkesempatan pula membagi ilmunya tentang proses kreatif kepada para mahasiswa sebagai upaya membumikan kegiatan literasi. (*)

Muat di Berita Jatim 21 Oktober 2022

Minggu, 18 September 2022

Memanjakan Mata, 16 September 2022

Indonesia merupakan negara agraris. Banyak penduduk yang menyandarkan nafkahnya dalam bidang pertanian. Lahan dikelola dan ditanami dengan berbagai jenis tanaman padi, jagung, dan tanaman holtikultura lainnya. Mungkin karena alasan inilah, masyarakat kita harus makan nasi. Kendati sudah makan makanan pokok lain, semisal ubi-ubian, pisang, dan sejenisnya. Dengan lahan yang cukup luas, para petani berusaha untuk mengelolanya secara tradisonal, maupun modern. Pengolahan lahan yang demikian bertujuan untuk mendatangkan hasil yang sebanyak-banyaknya. Tentu bukan demi kebutuhan para petani sendiri, melainkan untuk kebutuhan masyarakat atau para konsumen beras.

Penguatan kapasitas para petani di tengah anomali cuaca dan paceklik la nina yang tak terdeteksi secara pasti merupakan tanggung jawa pemerintah melalui dinas teknis pertanian. Hal ini penting agar jaminan keberlanjutan atau ketersediaan pangan terus terjaga. Oleh karena itu, pelatihan dan pendampingan kapasitas bertani dan jaminan ketersediaan peralatan pertanian terus diperbaharui untuk meningkatkan produksi petani. Jika sistem akses seperti ini terus dilaksanakan sesuai target, maka ketersediaan pangan tetap terjaga dan kesejahteraan para petani pun terjaga atau meningkat.

Selain pengelolaan areal sawah secara berkelanjutan, para petani pun didorong untuk menanam tanaman-tanaman holtikultura di areal lain sebagai bahan mentah makanan maupun obat-obatan. Di samping menjaga ketersediaan pangan lokal.

Lanskap Persawahan Welamosa

Lanskap persawahan yang memanjakan mata. Kerja keras para petani sawah di Welamosa Kabupaten Ende. Dan, kita menikmati kerja keras mereka melalui ketersediaan pangan dan aneka bahan pangan lainnya. Jika mereka lalai, maka bisa dipastikan masayarakat akan mengalami kelaparan. Infrastruktur layanan ke tempat-tempat vital ini, termasuk sarana-sarana pertanian menunjang keberlanjutan dan peningkatan produksi pangan perlu mendapat perhatian serius. (*)

Kamis, 05 Maret 2020

Simon Sira Padji dan Ekologi




Ruas-ruas jalan di kota Ende masih sepih. Belum ada aktivitas. Udara pagi, Kamis, 30 Januari 2020 tidak panas seperti biasanya. Pagi lengang itu agak segar. Karena semalam kota Ende diguyur hujan. Jalan Gatot Soebroto, ke arah timur kota Ende yang oleh warga Ende disebut Jalan Gatsu tampak ramai dengan lalu lintas kendaraan. Padahal masih Pukul 05.00 pagi. Keluarga besar Universitas Flores (Uniflor) bergerak pagi sekali itu menuju kebun percobaan milik Faperta Uniflor. Waktu menuju ke sana kira-kira 20 menit. Kebun percobaan letaknya di Kelurahan Lokoboko Kecamatan Ndona Ende. Tepat di atas punggung bukit Lewolongga, tenda pelantikan telah dikreasi panitya.

Pelantikan dan sumpah jabatan Rektor Uniflor periode 2020-2024 tersebut dilaksanakan  Pukul 06.00 pagi dihadiri civitas akademika Uniflor, Bupati Ende Djafar Achmad, Ketua DPRD Ende Fransiskus Taso, sejumlah pejabat SKPD Ende, para kepala sekolah, dan undangan lainnya. Pengangkatan Rektor Uniflor Dr. Simon Sira Padji, M.A., berdasarkan surat keputusan Yayasan Perguruan Tinggi Flores (Yapertif) Nomor 01 Tahun 2020.

Ketika menyampaikan pidato pelantikannya, Simon memberikan apresiasi dan ucapan terima kasih untuk para wakil rektor periode lalu yang oleh kerja sama tim yang baik,  Uniflor boleh mencapai akreditasi institusi B. Terima kasih yang sama Simon sampaikan kepada segenap civitas akademika Uniflor, dosen, pegawai, dan mahasiswa yang telah memberikan pikiran dan tenaganya untuk sama-sama membangun lembaga tercinta ini.

Tentang visi, Simon tetap menjadikan visi periode lalu sebagai basis perjalanan lembaga ke depan. Visi Uniflor sebagai "mediator budaya" lebih dikonkritisasi agar lulusan  mampu menjadi jembatan antara budaya lokal tradisional dengan budaya modern kemudian mensintesakan satu budaya baru untuk dihidupi dan dijalankan bersama. Agar terwujud, maka seluruh civitas menjadi manusia yang otonom dalam menjalankan tugas. Sejatinya, kata Simon, seluruh proses pendidikan adalah proses pembudayaan. Akan tetapi, selama ini di semua jenjang pendidikan proses pembudayaan terjadi satu arah, yakni penanaman budaya modern. Uniflor memilih menjadi mediator budaya agar budaya lokal tradisional tidak termarjinalisasi. Peserta didik harus mendapatkan proses pembudayaan berimbang, antara ilmu pengetahuan modern dan budaya lokal tradisional.

Simon putra petani dari Ile Boleng pulau Adonara Flores Timur itu berangkat dari  filosofi seorang petani yang menjadi bos atau tuan atas dirinya sendiri. Kita mesti menjadi bos atas diri kita karena kita sadar atas pekerjaan kita. Menciptakan ekologi kerja yang menyenangkan. Memang merubah pola pikir itu butuh waktu. Namun segenap civitas musti perlu bekerja dengan gembira, tanpa paksaan, maupun di bawah tekanan. Menyitir Almahrum Prof. Steph Djawanai, setiap kita harus berevolusi dari waktu ke waktu agar mencapai mutu yang baik. Berarak menuju humanisme baru dalam mencapai kepenuhan human yang ditandai oleh kreativitas dan tanggung jawab yang tinggi.

Bupati Ende Djafar Achmad mengapresiasi pelantikan yang menakjubkan karena dilaksanakan di kebun, dan menurutnya baru pertama terjadi di Ende, bahkan mengkin di Indonesia. "Saya kagum dengan acara pelantikan yang bernuansa alam ini. Ternyata dari puncak bukit kebun percobaan kita memandang keindahan kota Ende yang sangat indah dan elok. Bahkan, jika kita di kota Ende kita memastikan bahwa gunung Meja menjadi gunung yang tinggi, namun ketika kita berada di bukit ini, malahan gunung Ia lebih tinggi dari gunung Meja, ucap Bupati Djafar diikuti gelak tawa hadirin. Momentum ini menjadi inspirasi untuk menata kawasan-kawasan di sekitar kota Ende menjadi destinasi wisata. Selain itu, acara ini mengajak kita semua untuk keluar dari zona nyaman dalam menemukan hal-hal baru yang selama ini belum di lakukan.  Menyinggung soal sampah yang sudah meresahkan masyarakat Ende, beliau mengajak civitas Uniflor untuk membantu memberikan edukasi untuk warga. Terutama perilaku hidup sehat di tengah masyarakat.

Ketua Yapertif, Dr. Lory Gadi Djou, mengucapkan selamat kepada Rektor Uniflor, Doktor Simon. Yayasan mengambil tempat pelantikan di kebun ini agar ke depan lembaga Uniflor terus berpihak pada ekologi lingkungan. Uniflor musti di depan dalam upaya pelestarian lingkungan. Itu artinya, kita peduli akan masa depan daerah ini, tandas Lory mengakhiri sambutan singkatnya.

Turut dilantik pada kesempatan itu adalah Ferdinandus Lidang Witi, S.E.,M.Kom., sebagai Wakil Rektor Bidang Akademik, Lucia Banda, S.E., M.Si., sebagai Wakil Rektor Bidang Kesejahteraan, Stefanus Notan Tupen, S.Pd., M.Si., sebagai Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Dr. Ernesta Leha, S.E., sebagai Wakil Rektor Bidang Kerja Sama, dan Yohanes Laka Suku, S.T., M.T., sebagai Sekretaris Eksekutif Rektor. (*)

Rabu, 07 November 2018

Ende dari Masa ke Masa





Ende, tidak hanya sebuah nama, juga tidak sekadar sebuah tempat. Ende adalah sebuah tanda kultural tentang perjalanan panjang peradaban manusia yang mendiaminya. Evolusi fisik dan kultural berjalan sepadan dan selaras sikap hidup masyarakatnya karena dimungkinkan adanya inti sebuah “keterbukaan” dua etnik besar Ende dan Lio dalam memandang dirinya dan orang lain di luar, termasuk kepada pencipta-Nya, dan bumi semesta alam tempat mereka tinggal dan menafkahi hidupnya. 
Satu keterbukaan adalah ketika Ende menjadi destinasi atau tempat pembuangan Soekarno, 1934–1938, Sang Proklamator bangsa ini. Dari perspektif historis, Ende dikenal luas sehingga menjadi daya tarik sendiri dalam pembangunan bangsa. Secara kebetulan pula, topografi Ende yang terdapat di tengah pulau atau di antara kota-kota besar di Pulau Flores. Ke”di-antara”an inilah menjadi pemicu dalam melihat dirinya sebagai yang bersahabat. Di tengah-tengah Pulau Flores, Ende menjadi miniatur toleransi yang terajut jauh sebelum alam kemerdekaan Indonesia diraih. Ia menjadi pusar turbin ekonomi, politik, juga pusat religi. 
Dalam aspek ekonomi, Ende dikenal karena adanya sebuah jembatan besi (sekarang pelabuhan laut Ende) yang sangat memungkinkan terjadinya transaksi ekonomi antarwarga dengan warga dari luar pulau. Ende menjadi destinasi transaksi ekonomi antara pedagang Bugis, Jawa, Sabu, Arab, Bima, dan pedagang-pedagang lainnya di daerah Flores, Solor, dan Lomblen. Ende telah menampakkan dirinya sebagai model belajar hidup toleransi. Bung Karno mengalami dan merasakan sendiri sebuah relasi tanpa sekat, termasuk dengan para Pastor Belanda, yang secara aktual adalah musuh politiknya. Apalagi ketika itu, di Pulau Ende (Eru Mbinge) diketahui menjadi kota beredarnya kain Sutra India yang sangat memikat hati para pedagang. Aspek politik, misalnya Bung Karno pernah mengalami politik pembuangan (internering) di Ende tahun 1934–1938. Ende, akhirnya menjadi ruang belajar toleransi. 
Visi “keterbukaan” Ende tampak dalam berbagai pilihan fitur dan nilai-nilai tertentu, seperti nilai relasional, ekspierensial, dan nilai ekspresif. Nilai relasional menggambarkan hubungan sosial manusia dalam suatu komunitas sosial. Nilai ekspierensial manusia berisikan tentang pandangan, pengetahuan, dan keyakinan tentang sesuatu, sedangkan nilai ekspresif menggambarkan penilaian atas identitas sosial dalam kehidupan berkomunitas (Fairclough, 1989: 129–141).
Aspek sosiologi merupakan pengetahuan atau ilmu tentang sifat, perilaku, dan perkembangan masyarakat atau juga ilmu tentang struktur sosial, proses sosial dan perubahannya. Aspek sosial yang digambarkan pada lirik lagu di atas menggambarkan bahwa kehidupan masyarakat di Ende sangatlah akrab antara satu dengan yang lain. Masyarakat di Ende juga hidupnya berlandaskan pada persatuan dan kesatuan. Persatuan dan kesatuan inilah yang membuat orang lain yang datang ke Ende merasa hidupnya nyaman, aman, tenteram, dan damai. Hal lain yang membuat orang berbondong-bondong mendatangi Ende adalah keajaiban alam danau Kelimutu dan sarung Kelimara yang kemilau, hal ini lah yang membuat nama Ende terkenal.
Dari aspek religi, Ende telah menampakkan dirinya sebagai model belajar hidup toleransi. Bung Karno mengalami dan merasakan sendiri sebuah relasi tanpa sekat, termasuk dengan para Pastor Belanda, yang secara aktual adalah musuh politiknya. Ende dan Flores umumnya yang ketika itu jauh dari riuh rendah politik, menjadi destinasi yang sudah jinak laksana bunga, “nusa nipa nusa naga” dengan tautan dua kekuatan sekaligus, yakni kekerasan senjata dari tangan kekuasaan kolonial Belanda dengan kelembutan agama Katolik yang mengajarkan “cintailah sesamamu” yang asing atau sebangsa, berkulit putih atau hitam (Dhakidhae, 2013). Dengan demikian, Ende bagi Soekarno tidak sekadar kota nelayan, melainkan sebuah kota pelabuhan yang ramah dengan jaringan yang luas. Di Ende jugalah Soekarno telah menemukan dirinya sebagai seorang cendikiawan, ideolog, dan seniman yang komplit
Secara sosiologis, Ende sangat kaya dengan kearifan lokal. Kearifan lokal dimaknai sebagai sikap, pandangan, dan kemampuan suatu komunitas di dalam mengelola lingkungan rohani dan jasmaninya, yang mampu memberikan komunitas tersebut daya tahan dan daya tumbuh di dalam wilayah komunitas berada. Oleh karena itu, kearifan lokal dipandang sebagai jawaban kreatif terhadap situasi geografis-geopolitis, historis, dan situasional yang bersifat lokal, terlebih masyarakatnya mampu mendorong terbangunnya kebersamaan, apresiasi, dan mekanisme bersama untuk mempertahankan diri dari kemungkinan terjadinya gangguan atau perusakan solidaritas kelompok demi keutuhan komunitas yang utuh dan terintegrasi. Demikianlah esensi kearifan rohaniah psikologis, kultural, dan emosional masyarakat yang  mestinya terus kukuh dipertahankan. (*)

Jumat, 29 Desember 2017

Peluncuran Buku Inspirasi Almamater: Antologi Puisi Komunitas Puisi Jelata Universitas Flores




Geliat sastra di Flores kota Bunga, secara khusus, di kota Ende, kota Pancasila belakangan ini tengah bergairah. Lahirnya komunitas sastra di kota-kota di Flores, termasuk Ende adalah tanda betapa sastra sangat dibutuhkan oleh masyarakat pembaca dalam menanggapi dan memaknai hidup. Sastra semacam jalan, tapak kaki yang meninggalkan bekas, dan bekas tapak kaki itulah makna terdalam yang musti diapresiasi. Satu indikator kemajuan bersastra adalah lahirnya karya-karya sastra, entah puisi, cerpen, drama.

Komunitas Jelata

Universitas Flores sebagai lembaga pendidikan tinggi turut ambil bagian dalam proses mendidik dan membimbing calon penulis sastra yang baik. Salah satu hasil bersastra yang dituai ketika Komunitas Sastra Jejak Langkah Kita (JeLaTa) Program Studi (Prodi) Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) Universitas Flores, Jumad, 17 Februari 2017, bertempat di Anjungan PBSI Uniflor meluncurkan karya sastra mahasiswa dengan judul Inspirasi Almamater: Antologi Puisi Komunitas Puisi Jelata Universitas Flores. Peluncuran dihadiri oleh Ketua Umum Yapertif Dr. Laurentius D. Gadi Djou, M.Akt., Ketua Program Studi PBSI Sr. Imelda Oliva Wissang, S.Pd.,M.Pd., Penanggung Jawab penerbitan, dan editor Drs. Yohanes Sehandi, M.Si., para dosen dan ratusan mahasiswa.
Ketua Prodi Imelda Oliva Wissang, S.Pd.,M.Pd., dalam sapaan pembukanya di hadapan sedikitnya 200-an peserta diskusi menyampaikan kebanggaan dan apresiasi atas satu capaian mahasiswa. “Ini sebuah perjuangan. Suatu capaian dan jerih payah dalam merekonstruksi teori ke dalam praktik yang patut diapresiasi. Bahwa mahasiswa sebagai generasi muda mampu menuliskan isi pikirannya. Puisi-puisi yang ditulis oleh mahasiswa dalam buku antologi ini merupakan karya kreatif dan ungkapan hati tentang beraneka hal. Saya memberikan apresiasi yang dalam atas terbitnya karya ini sambil tetap terus mendorong lahirnya karya-karya berikut”, harapnya.
Selanjutnya, Drs. Yohanes Sehandi, M.Si., penanggung jawab penerbitan, dan editor buku antologi menjelaskan proses seleksi hingga terbitnya naskah. Terdapat 54 nama penyumbang puisi dalam antologi Inspirasi Almamater, terdiri dari 42 orang penulis perempuan, dan 12 orang penulis pria. Seleksi terhadap puisi dilakukan oleh para pengurus Komunitas Puisi Jelata didampingi oleh dua dosen Prodi PBSI yaitu Rosa Dalima Bunga dan Sr. Imelda Oliva Wissang. Menurut Yan Sehandi, editor hanya melakukan pengeditan bahasa dan lay out, terutama pengeditan penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD). Katanya, Antologi Inspirasi Almamateradalah buku yang ketiga yang diterbitkan oleh Prodi PBSI. Pertama, buku Pesona Indonesiaku: Antologi Puisi Anak Sekolah Dasar Kota Ende, Editor Imelda Oliva Wissang, diterbitkan atas kerja sama dengan Penerbit Nusa Indah Ende, 2013. Buku ini merupakan antologi puisi hasil lomba penulisan puisi siswa SD se-kota Ende pada waktu peringatan Bulan Bahasa Oktober 2012 yang diselenggarakan Program Studi PBSI Universitas Flores,
Kedua, buku Wajah Indonesiaku: Antologi Cerpen Siswa SMA Flores Lembata, Editor Imelda Oliva Wissang, Yohanes Sehandi dan Veronika Genua, diterbitkan atas kerja sama dengan Penerbit Aditya Media, Yogyakarta, 2014. Buku ini berisi 18 cerpen siswa SMA sedaratan Flores Lembata yang mengikuti lomba penulisan cerita pendek pada peringatan Bulan Bahasa Oktober 2013. Buku ketiga Inspirasi Almamater: Antologi Puisi Komunitas Puisi Jelata Universitas Floresadalah hasil kreativitas mahasiswa PBSI angkatan 2013 yang tergabung dalam Komunitas Puisi JeLaTa. Buku antologi ini diberi Prolog oleh Maria Marieta Bali Larasati, dosen kritik sastra dan epilog oleh Imelda Oliva Wissang, Ketua Program Studi PBSI sekaligus dosen Apresiasi dan Kajian Puisi. Menurut Yan Sehandi, prolog dan epilog dalam antologi ini diharapkan dapat memberikan gambaran bagi para pembaca untuk dapat menikmati puisi-puisi yang terhimpun dalam antologi..
Usai sesi peluncuran dilanjutkan dengan diskusi buku dengan menghadirkan empat pembicara, yaitu Pater Amandus Klau, SVD., Gratiana Sama, S.Pd.,M.Hum., Dra. M.M. Bali Larasati, M.Hum., dan Beatrix Aran.
Pater Amandus Klau, SVD., dalam pemaparannya berangkat dari pendapat Plato yang mengatakan bahwa karya sastra kabur dan bernilai rendah. Namun demikian, sebuah karya sastra mesti dibongkar untuk memberikan bobot sekaligus menemukan makna terdalam lahirnya sebuah karya sastra, Bobot itu dapat mencerminkan realitas yang sesungguhnya, entah dalam hubungannya dengan Sang Pencipta, kemanusiaan, dan alam semesta. Dalam konteks itulah, menurut dosen Jurnalistik pada Prodi PBSI dan editor HU Flores Pos ini, bila dibongkar, sekurang-kurangnya terdapat lima makna inspiratif dari antologi ini, antara lain makna waktu dan kebebasan, makna persahabatan, makna keberimanan, makna politik, dan makna postmodern. Makna-makna ini menggambarkan eksistensi mahasiswa idealis yang terus mencari dan mencari. Itulah sebabnya, hemat Pater Amandus, proses mencari adalah sebuah sikap menemukan identitas dan jati diri, kendati itu dalam cipta sastra.
Gratiana Sama, S.Pd.,M.Hum., melihat lahirnya antologi ini sebagai sebentuk ekspresi kerinduan mahasiswa akan berbagai rasa dan cinta. Gratiana yang juga dosen Prodi Sastra Inggris Uniflor ini, menandaskan kerinduan adalah soal hasrat dalam hidup yang mesti diperjuangkan setiap kita. Salah satu perjuangan dalam cara pandang mahasiswa adalah menulis puisi. Dan, mahasiswa telah memberikan andil untuk mengawetkan kerinduan-kerinduan yang terpendam itu dalam bentuk antologi. Sebuah langkah positif yang saya apresiasi karena menulis, bagi saya bermakna abadi. Walaupun ekspresi kerinduan itu masih terbatas pada iman, sosok ibu, situasi sedih, lingkungan almamater, situasi politik, namun itulah suatu rentang dan babak kehidupan yang menggambarkan keberadaan para penulis (mahasiswa).
Dra. M.M. Bali Larasati, M.Hum., menyoroti kehadiran Inspirasi Almamter dari terminologi “sastra wangi” yang menebarkan aroma inspirasi yang lahir dari kedalaman nubari ”alma”, ibu atas kehidupan. Menurutnya, puisi-puisi di dalamnya menyebarkan aroma harum mewangi yang mesti terus-menerus digairahkan melalui kegiatan membaca sastra dan menulis sastra. “Tentu Anda jangan puas dan berhenti menulis. Pengamatan saya, mahasiswa belum optimal menggunakan perpustakaan secara baik untuk menggali dan mendapatkan informasi yang utuh tentang sastra. Akibat kemajuan teknologi dengan bantuan media elektronik yang pesat, mahasiswa lebih suka membaca potongan-potongan informasi melalui internet. Perpustakaan, baru banyak dikunjungi mahasiswa pada saat hendak menulis skripsi. Padahal, seorang penulis puisi yang baik adalah juga seorang pembaca sastra yang baik, ” ujar Ibu Eta yang dosen kritik sastra ini.

Menulis Sebagai Proses Gerak Hati

Menurut Eta, menulis puisi adalah proses gerak hati, pikiran dan kekayaan imajinasi. Pengalaman menghayati proses inilah melahirkan empat manfaat bagi seorang penulis. Pertama, sebagai alat ekspresi diri, suasana dan pengalaman batin, rasa suka, duka, bebas, tertekan, galau, frustrasi, bahagia, berontak, dan lain-lain. Kedua, menulis puisi sebagi alat memahami secara lebih jelas danmendalam ide-ide yang ditulisnya. Ketiga, sebagai alat untuk meningkatkan kesadaran diri terhadap lingkungan sekitarnya. Keempat, alat untuk terlibataktif dalam kegiatan bersastra. Dengan pengalaman bersastra kreatif inilah, mahasiswa tidak hanya memperoleh pengetahuan tentang ilmu sastra dan apresiasi sastra, tetapi juga pengalaman proses kreatif.
Mewakili teman-teman penulis, Beatrix Aran menyampaikan terima kasih atas berbagai konsep dan ilmu sastra yang diperoleh dari para dosen. “Saya mengucapkan terima kasih. Ilmu sastra yang kami peroleh, mengendap, dan terartikulasi dalam aneka rasa puisi dalam antologi ini. Tentu kami masih membutuhkan petunjuk dan dampingan para dosen untuk proses kreatif kami selanjutnya.”
“Tugas kita semua adalah menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terlewatkan dalam diskusi ini pada setiap perjumpaan kita di dalam proses perkulihan. Satu yang penting kita mesti terus berproses dalam berbagai karya sastra, karena demikianlah yang bisa kita baktikan untuk masyarakat” tandas Falentinus Bata, moderator diskusi siang itu. Salam Almamater.*









[1] Disari dari kegiatan Peluncuran Inspirasi Almamater: Antologi Puisi Komunitas Puisi Jelata Universitas Flores oleh Komunitas Sastra Jejak Langkah Kita (JeLaTa) Program Studi (Prodi) Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) Universitas Flores, Jumad, 17 Februari 2017, bertempat di Anjungan PBSI Uniflor.