A.
Pendahuluan
Secara historis, Kurikulum 2013 merupakan penyempurnaan dari
kurikulum sebelumnya, yakni Kurikulum 2006 atau KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan).
Pada Kurikulum 2006, mata pelajaran Bahasa Indonesia lebih mengedepankan pembelajarannya
pada keterampilan berbahasa (dan bersastra), sedangkan dalam Kurikulum 2013, pembelajaran
Bahasa Indonesia digunakan sebagai sarana untuk mengembangkan kemampuan dan
keterampilan menalar. Perubahan ini terjadi dilatarbelakangi oleh kenyataan
bahwa kemampuan menalar peserta didik Indonesia masih sangat rendah. Hal ini
diketahui dari studi Trends in International Mathematics and Science Study
(TIMSS) tahun 2011, hanya lima persen peserta didik Indonesia yang mampu
memecahkan persoalan yang membutuhkan pemikiran, sedangkan sisanya 95 persen
hanya sampai pada level menengah, yaitu memecahkan persoalan yang bersifat hafalan.
Tahun 2016, Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) yang
melaksanakan penilaian tiga tahunan atas budaya literasi 72 negara melalui Program For International Students Assesment—melansir
indks budaya literasi siswa antarbangsa. Indeks literasi sains dan matematika
siswa Indonesia naik cukup bermakna masing-masing 21 dan 11 poin: 382 poin pada
2012 menjadi 403 tahun 2015, serta 375 tahun 2012 dan 386 pada tahun 2015.
Indeks literasi membaca hanya naik satu poin: 396 pada 2012 dan 397 pada 2015 (Kompas, 29 April 2017). Hasil penelitian
tersebut ingin menjelaskan bahwa pendidikan Indonesia masih berada pada tatanan
teoretis konseptual. Bahasa Indonesia sebagai pengajaran kebangsaan merupakan
salah satu solusi, yaitu dengan menjadikan bahasa sebagai penghela ilmu
pengetahuan dan pembelajaran berbasis teks.
B.
Esensi Kurikulum Bahasa Indonesia dalam
Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 merupakan kurikulum berbasis kompetensi
dengan “outcomes-based curriculum”. Oleh karena itu, pengembangan
kurikulum diarahkan pada pencapaian kompetensi yang dirumuskan dari SKL. Penilaian
hasil belajar dan hasil kurikulum diukur dari pencapaian kompetensi
Kompetensi
dasar dikembangkan berdasarkan tiga hal yang saling berhubungan yakni bahasa (pengetahuan tentang Bahasa
Indonesia); sastra (memahami,
mengapresiasi, menanggapi, menganalisis, dan menciptakan karya sastra; Literasi (memperluas kompetensi
berbahasa Indonesia dalam berbagai tujuan khususnya yang berkaitan dengan
membaca dan menulis). Pengetahuan tentang Bahasa Indonesia yang dimaksud adalah
pengetahuan tentang bahasa Indonesia dan bagaimana penggunaannya yang efektif.
Siswa
belajar bagaimana bahasa Indonesia memungkinkan orang saling berinteraksi
secara efektif; membangun dan membina hubungan; mengungkapkan dan
mempertukarkan pengetahuan, keterampilan, sikap, perasaan, dan pendapat. Siswa mampu
berkomunikasi secara efektif melalui teks yang koheren, kalimat yang tertata dengan baik, termasuk tata
ejaan, tanda baca pada tingkat kata, kalimat, dan teks yang lebih luas.
Pembelajaran
sastra bertujuan melibatkan siswa mengkaji nilai kepribadian,
budaya, sosial, dan estetik. Pilihan karya sastra dalam pembelajaran yang berpotensi memperkaya kehidupan
siswa, memperluas pengalaman kejiwaan, dan mengembangkan kompetensi imajinatif.
Siswa belajar mengapresiasi karya sastra dan menciptakan karya sastra mereka
sendiri akan memperkaya pemahaman siswa akan kemanusiaan dan sekaligus
memperkaya kompetensi berbahasa. Siswa menafsirkan, mengapresiasi,
mengevaluasi, dan menciptakan teks sastra seperti cerpen, novel, puisi,
prosa, drama, film, dan teks multimedia (lisan, cetak, digital/ online).
Aspek
literasi bertujuan mengembangkan kemampuan siswa menafsirkan dan menciptakan
teks yang tepat, akurat, fasih, dan penuh percaya diri selama belajar di
sekolah dan untuk kehidupan di masyarakat. Pilihan teks mencakup
teks media, teks sehari-hari, dan teks dunia kerja. Rentangan bobot teks dari kelas 1 hingga kelas 12 secara
bertahap semakin kompleks dan semakin sulit, dari bahasa sehari-hari pengalaman
pribadi hingga semakin abstrak, bahasa ragam teknis dan khusus, dan bahasa
untuk kepentingan akademik. Siswa dihadapkan pada bahasa untuk berbagai tujuan,
audiens, dan konteks.
C.
Pendekatan Pembelajaran Bahasa Indonesia
Pembelajaran
Bahasa Indonesia dikembangkan berdasarkan pendekatan komunikatif, pendekatan
berbasis teks, pendekatan CLIL (content language integrated learning), pendekatan
pendidikan karakter, dan pendekatan literasi. Teks dalam pendekatan berbasis genre bukan diartikan istilah
umum sebagai tulisan berbentuk artikel. Teks merupakan kegiatan sosial, tujuan
sosial.
Ada
7 jenis teks sebagai tujuan sosial, yaitu: laporan (report), rekon (recount),
eksplanasi (explanation), eksposisi (exposition: discussion,
response or review), deskripsi (description), prosedur (procedure),
dan narasi (narrative). Lokasi sosial dari eksplanasi bisa berupa
berita, ilmiah populer, paparan tentang sesuatu; naratif bisa berupa bercerita,
cerita, dan sejenisnya; eksposisi bisa berupa pidato/ceramah (eksemplum ada
dalam pidato atau tulisan persuasif), surat pembaca, debat.
Teks
adalah cara komunikasi. Komunikasi dapat berbentuk tulisan, lisan, atau
multimodal. Teks multimodal menggabungkan bahasa dan cara komunikasi lainnya
seperti visual, bunyi, atau lisan sebagaimana disajikan dalam film atau
penyajian komputer.
Coyle
(2006:2007) mengajukan 4C sebagai penerapan CLIL, yaitu content,
communication, cognition, culture (community/citizenship). Content
itu berkaitan dengan topik yang berdimensi. Communication berkaitan
dengan bahasa jenis apa yang digunakan (misalnya membandingkan, melaporkan).
Pada bagian ini konsep genre teraplikasi, bagaimana suatu jenis teks tersusun
(struktur teks) dan bentuk bahasa apa yang sering digunakan pada jenis teks
tersebut. Cognition berkaitan dengan keterampilan berpikir apa yang
dituntut berkenaan dengan topik (misalnya mengidentifikasi, mengklasifikasi). Culture
berkaitan dengan muatan lokal lingkungan sekitar yang
berkaitan dengan topik, misalnya kekhasan tumbuhan yang ada di wilayah tempat siswa belajar,
termasuk juga persoalan karakter dan sikap berbahasa.
Pendekatan
berbasis teks yang menjadi model pembelajaran bahasa berbasis genre mencakup
empat hal prosedur utama (lihat gambar), yaitu (1) membangun konteks teks dan
membangun pengetahuan tentang teks yang akan dipelajari, (2) telaah model
(dekonstruksi), (3) latihan membuat teks secara bertahap dan terbimbing (joint
construction), (4) tugas dan latihan membuat teks secara mandiri dan minim bantuan
guru (independent construction).
Keempat tahap
tersebut digambarkan dengan diagram berikut
• Tahap Membangun Konteks
Tahap ini menyadarkan siswa tentang fungsi teks dalam
konteks kehidupan yang sesungguhnya. Pada tahap ini disajikan beragam konteks
yang berkaitan dengan hadirnya sebuah teks. Contoh menyajikan gambar dan
bertanya jawab tentang lagu deskripsi Rayuan Pulau Kelapa.
• Tahap Telaah Model (Dekonstruksi)
Telaah model adalah kegiatan mengamati semua teks
yang akan dipelajari. Model teks
dapat diambil dari penggunaan autentik dari media massa (cetak dan elektronik)
atau penggunaan di masyarakat yang tidak terpublikasi. Model teks juga dapat
dikembangkan oleh penulis. Dekonstruksi yang dimaksud adalah siswa dibekali
dengan kompetensi pengetahuan dan pemahaman tentang bagaimana menyusun atau
menciptakan teks.
• Tahap Prakonstruksi (joint
construction)
Tahap
prakonstruksi adalah tahap berlatih membuat teks secara bertahap dan
terbimbing. Pada tahap ini siswa berlatih menyusun bagian-bagian teks secara
terbimbing dan bertahap. Ibarat bermain sepak bola, siswa berlatih menendang
bola, menggiring bola, menahan bola masuk ke gawang. Pada tahap ini siswa masih
mencoba bertahap untuk melengkapi teks, membuat bagian pembuka/penutup sebuah
teks tertentu.
• Tahap Membuat Teks Secara Mandiri (independent
construction)
Tahap
ini merupakan bagian puncak dari pendekatan berbasis teks. Pada tahap ini siswa
secara kreatif menghasilkan teks dengan berbagai konteks komunikasi. Tahap ini
berisi panduan, tugas, dan latihan menyusun teks secara mandiri. Guru sebagai
fasilitator.
Pendekatan
Saintifik dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia
Standar
Proses mengamanatkan penggunaan pendekatan saintifik dengan menggali informasi
melalui mengamati, menanya, mengeksplorasi, menalar, dan mencoba.
• Mengamati
Tahap
mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull
learning). Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti menyajikan
media objek secara nyata, peserta didik senang dan tertantang, dan mudah
pelaksanaannya. Pada tahap mengamati, kegiatan pembelajaran bahasa
Indonesia dapat dilakukan
dengan mengamati teks yang dimodelkan, mengamati dua/ tiga teks yang berbeda
penyajiannya, mengamati tayangan TV/ video, mengamati gambar atau mengamati
lingkungan sekitar, mengamati puzzle/ potongan kalimat/ paragraf,
mengamati teks yang rumpang, mengamati teks dengan kesalahan struktur/
kebahasaan, mengamati contoh-contoh judul dan seterusnya.
• Menanya
Pengetahuan
yang dimiliki seseorang, selalu bermula dari ‘bertanya’. Bertanya merupakan
strategi utama dalam pembelajaran. Bertanya dalam pembelajaran dipandang
sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan
berpikir siswa. Bagi siswa, kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam
pembentukan kreativitas dan kekritisan. Siswa dalam mengajukan pertanyaan
didorong rasa ingin tahu.
• Mengeksplorasi/Mencoba
Pada kegiatan eksplorasi siswa melakukan berbagai
eksperimen, membaca beragam buku, mewawancarai, mengamati beragam
contoh yang lebih
luas. Dalam kegiatan eksplorasi, guru: (1) melibatkan peserta didik mencari
informasi yang luas dan dalam tentang topik/tema materi yang akan dipelajari
dengan menerapkan prinsip belajar dari aneka sumber; (2) menggunakan beragam
pendekatan pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber belajar lain; (3)
memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik serta antara peserta
didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya; (4) melibatkan
peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran; dan (5)
memfasilitasi peserta didik melakukan percobaan di laboratorium, studio, atau
lapangan.
• Menalar
Penalaran
adalah proses berpikir yang logis dan sistematis atas fakta-kata empiris yang
dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Penalaran
dimaksud merupakan penalaran ilmiah, meski penakaran nonilmiah tidak selalu
tidak bermanfaat. Istilah menalar di sini merupakan padanan dari associating;
bukan merupakan terjemanan dari reasonsing, meski istilah ini juga
bermakna menalar atau penalaran. Karena itu, istilah aktivitas menalar dalam konteks pembelajaran pada Kurikulum
2013 dengan pendekatan ilmiah banyak merujuk pada teori belajar asosiasi atau
pembelajaran asosiatif. Istilah asosiasi dalam pembelajaran merujuk pada
kemamuan mengelompokkan beragam ide dan engasosiasikan beragam peristiwa untuk
kemudian memasukannya menjadi penggalan memori.
• Mengomunikasi
Pada
tahap ini peserta didik memaparkan hasil pemahamannya terhadap suatu konsep/bahasan
secara lisan atau tertulis. Kegiatan yang dapat dilakukan adalah melakukan
presentasi laporan hasil percobaan, mempresentasikan peta konsep, memajang,
memamerkan dengan penjelasan, memublikasikan, dan lain-lain.
D.
Teks
dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia dalam Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 yang mencakup sejumlah perubahan mulai
diberlakukan Juli 2013 di sebagian sekolah di Indonesia yang dipilih oleh
Kemendikbud. Kebijakan ini perlu mendapat perhatian dan sambutan dari berbagai
pihak agar pemberlakuan kurikulum baru dapat dilaksanakan dengan baik dan
bena-benar meningkatkan kualitas pendidikan.
Pembelajaran bahasa Indonesia termasuk sastra pada
kurikulum 2013 menggunakan pendekatan teks (Mahsun, 2013a). Dengan berbasis
teks, siswa menggunakan bahasa tidak saja hanya dijadikan sebagai sarana
komunikasi, tetapi sebagai sarana mengembangkan kemampuan berpikir. Pengertian
teks dalam kurikulum ini berbeda dengan pengertian teks selama ini yang hanya
diartikan sebagai wacana tertulis. (Alwi,et al, 2002:1159). Teks itu adalah
ungkapan pikiran manusia yang lengkap yang di dalamnya ada situasi dan
konteksnya (Mahsun, 2013a). Teks dibentuk oleh konteks situasi penggunaan bahasa yang di dalamnya
ada register atau ragam bahasa yang melatarbelakangi lahirnya teks tersebut.
Mahsun (2013b) menyatakan bahwa bahasa yang muncul berdasarkan konteks situasi
inilah yang menghasilkan register atau bahasa sebagai teks.
Pembelajaran
bahasa Indonesia disuguhakan pada peserta didik bertujuan untuk melatih peserta
didik terampil berbahasa dengan menuangkan ide dan gagasanya secara kreatif dan
kritis. Pembelajaran bahasa Indonesia pada hakikatnya adalah membelajarkan
peserta didik tentang keterampilan berbahasa Indonesia yang baik dan benar
sesuai tujuan dan fungsinya.
Menurut Atmazaki (2013), mata pelajaran Bahasa
Indonesia bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan berkomunikasi secara
efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun
tulis, menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa
persatuan dan bahasa negara, memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya
dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan, menggunakan bahasa Indonesia
untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan
sosial, menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, budi
pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa, dan menghargai
dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual
manusia Indonesia.
Di dalam bagian Pendahuluan buku Komposisi, setelah menguraikan
pengertian bahasa, aspek bahasa, fungsi bahasa, tujuan kemahiran berbahasa, dan
manfaat tambahan, Gorys Keraf tiba pada satu simpulan. Bahwa pemakai bahasa
tidak saja harus memiliki kemahiran berbahasa, tetapi juga harus memiliki moral
yang tinggi (Keraf, 1989:10).
Menurut
Gorys Keraf, kemahiran berbahasa bertujuan melancarkan komunikasi yang jelas
dan teratur dengan sesama anggota masyarakat. Maka, yang terutama dari
kemahiran berbahasa adalah pemakaian bahasa secara baik untuk kepentingan tiap
individu dalam masyarakat, demi kebaikan umat manusia (Keraf, 1989:10).
Untuk mengimplementasikan
tujuan mata pelajaran Bahasa Indonesia tersebut, maka pembelajaran bahasa
Indonesia dalam kurikulum 2013 disajikan dengan menggunakan pendekatan berbasis
teks. Teks dalam pendekatan berbasis genre bukan diartikan sebagaimana yang
dipahami orang dalam tulisan. Teks merupakan kegiatan sosial yang bertujuan sosial.
Terdapat tujuh teks dengan tujuan sosial, yaitu laporan (report), rekon
(recount), eksplanasi (explanation), eksposisi (exposition, discussion, respon of view),
deskripsi (description), prosedur (procedure), dan narasi (narrative). Latar sosial dari eksplanasi
dapat berupa berita, ilmiah popular, paparan tentang sesuatu, naratif dapat
berupa bercerita, cerita, dan sejenisnya. Eksposisi dapat berupa pidato atau
ceramah (eksemplum ada dalam pidato atau tulisan persuasif), surat pembaca dan
debat.
Tujuan
teks sosial melalui bahasa berbeda-beda sesuai dengan keperluan. Pencapaian
tujuan ini diwadahi oleh karakteristik cara mengungkapkan tujuan sosial yang
disebut struktur retorika, pilihan kata sesuai tujuan, serta tata bahasa.
Misalnya, tujuan sosial eksplanasi adalah berpendapat sehingga memiliki
struktur retorika tesis-argumen. Oleh karena itu, teks sebagai cara
berkomunikasi dengan lisan, tulisan, dan multimodal. Teks multimodal
menggabungkan bahasa dan cara komunikasi lainnya seperti visual, bunyi, atau
lisan sebagaimana dalam film atau penyajian komputer.
Mahsun
(2014:39) menyatakan, dalam pembelajaran Bahasa ada dua komponen yang harus
dipelajarai, yaitu masalah makna dan bentuk. Kedua unsur tersebut harus hadir
secara stimulan dan keduanya harus ada. Namun pemakai bahasa harus menyadari
bahwa komponen makna menjadi unsur utama dalam pembentuk bahasa, dan karena itu
bahasa menjadi sarana pembentukan pikiran manusia. Untuk itu guru perlu
menyadari, bahwa kemampuan berpikir yang harusnya dibentuk dalam bahasa adalah
kemampuan berpikir sistematis, terkontrol, empiris, dan kritis. Secara stimulatif kemampuan berpikir tersebut
disebut dengan berpikir metodologis yang hanya dapat dicapai melalui
pembelajaran teks berdasarkan pendekatan ilmiah/saintifik.
Pendekatan
ilmiah digunakan untuk mengembangkan belajar mandiri dan mengembangkan sikap
kritis terhadap fakta dan fenomena. Guru diharapkan tidak memberi “tahu”
sesuatu yang dapat dilakukan anak untuk mancari “tahu”. Pengetahuan diperoleh
anak melalui langkah-langkah ilmiah: mengajukan pertanyaan, mengamati fakta,
mengajukan jawaban sementara, menguji fakta, menyimpulkan jawaban, dan
menyampaikan temuan. Sehubungan dengan itu, pembelajaran bahasa Indonesia
menonjolkan empat unsur sebagai penajaman kompetens berbahasa, yaitu isi (content),
bahasa/komunikasi (communication),
kognisi (cognition), dan budaya (culture).
Pembelajaran
bahasa Indonesia menggunakan pendekatan genre yang menekankan “kolaborasi
interaktif antara guru dan siswa, guru mengambil peran otoritas untuk menaikan
jenjang performa potensial peserta didik”. Vigotsky–menegaskan bahwa belajar
terjadi dalam suatu konteks sosial percakapan dan keterampilan berpikir yang
melampaui Zona of Actual Developmen
individual.
Pada
kesempatan lain Mahsun (2013) menyatakan, kehadiran konteks budaya, selain
konteks situasi yang melatarbelakangi lahirnya suatu teks menunjukkan adanya
kesejajaran antara pembelajaran berbasis teks (konsep bahasa) dengan filosofi
pengembangan Kurikulum 2013.
Hal lain yang
perlu dicermati oleh guru, bahwa karakteristik pembelajaran terkait erat dengan
Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi. Standar Kompetensi Lulusan
memberikan kerangka konseptual tentang sasaran pembelajaran yang harus dicapai,
dan Standar Isi memberikan kerangka konseptual tentang kegiatan belajar dan
pembelajaran yang dikembangkan dari tingkat kompetensi dan ruang lingkup
materi. Sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan, sasaran pembelajaran mencakup
pengembangan domain sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang memiliki
karakteristik berbeda untuk masing-masing mata pelajaran.
Domain Sikap
diperoleh melalui aktivitas menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, dan
mengamalkan. Domain pengetahuan diperoleh melalui aktivitas mengingat,
memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Domain
keterampilan diperoleh melalui aktivitas mengamati, menanya, mencoba, menalar,
menyaji, dan mencipta. Pencapain kompetensi tersebut berkaitan erat dengan
proses pembelajaran yang dilaksanakan. Untuk itu, guru harus merencanakan
pembelajaran sesuai tuntutan kurikulum dengan menggunakan pendekatan saintifik
dan model pembelajaran yang mendorong kemampuan peserta didik untuk melakukan
penyingkapan/ penelitian, serta dapat menghasilkan karya kontekstual, baik
individual maupun kelompok.
Dengan
memahami keterkaitan masing-masing kompetensi dalam pembelajaran, khusunya
pembelajaran bahasa Indonesia dengan pembelajaran berbasis teks akan mampu
mengembangkan kemampuan berpikir peserta didik secara kreatif dan kritis. Di
samping itu, pembelajaran Bahasa Indonesia dapat berperan sebagai penghela dan
pengintegrasi ilmu lain.
Pembelajaran
Bahasa Indonesia dalam kurikulum 2013 dengan pembelajaran berbasis teks
bertujuan agar dapat membawa peserta didik sesuai perkembangan mentalnya, dan
menyelesaikan masalah kehidupan nyata dengan berpikir kritis. Dalam
penerapannya, pembelajaran Bahasa Indonesia memiliki prinsip, yaitu sebagai
berikut.
a. Bahasa hendaknya dipandang sebagai
teks, bukan semata-mata kumpulan kata atau kaidah kebahasaan.
b. Penggunaan bahasa merupakan proses
pemilihan bentuk-bentuk kebahasan untuk mengungkapkan makna.
c. Bahasa bersifat fungsional, artinya
penggunaan bahasa yang tidak pernah dapat dipisahkan dari konteks, karena
bentuk bahasa yang digunakan mmencerminkan ide, sikap, nilai, dan ideologi
pemakai/penggunanya.
d. Bahasa merupakan sarana pembentukan
berpikir manusia.
Dengan
prinsip di atas, maka pembelajaran bahasa berbasis teks membawa implikasi
metodologis pada pembelajaran yang bertahap. Hal ini diawali dari kegiatan guru
membangun konteks, dilanjutkan dengan kegiatan pemodelan, membangun teks secara
bersama-sama, sampai pada membangun teks secara mandiri. Kegiatan ini dilakukan
karena teks merupakan satuan bahasa yang mengandung pikiran dengan struktur
yang lengkap. Guru harus benar-benar meyakini bahwa pada akhirnya peserta didik
mampu menyajikan teks secara mandiri
Untuk implemetasi dalam pembelajaran, guru dapat
menggunakan model pembelajaran, antara lain model inkuiri based learning, discovery based learning, problem based learning, dan project based learning. Model-model tersebut masing-masing
memiliki langkah kerja yang sistematis dalam penerapannya. Dalam penerapan
model tidak ada satu model yang unggul dari model lain, namun guru perlu
mencocokkan dengan lingkup materi dan strategi pembelajaran yang digunakan.
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, Sofia Eka. 2017. Pembelajaran Bahasa Indonesia Berbasis Teks:
Representasi Kurikulum 2013. Jurnal AKSARA. Vol. 18, No. 2, April 2017. https://media.neliti.com/media/publications/241049-pembelajaran-bahasa-indonesia-berbasis-t-be6531e1.pdf.
Atmazaki. 2013. Mengungkap Masa
Depan: Inovasi Pembelajaran Bahasa Indonesia dalam Konteks Pengembangan
Karakter Cerdas. Makalah. Padang: UNP.
Dirjen Pendik Kemendikbud. 2014. Pembelajaran
Bahasa dan Sastra Indonesia Melalui Pendekatan Saintifik. Jakarta: Dirjen Pendik.
Ibrahhim
A. Gufron. PISA dan Daya Baca Bangsa. Kompas,
29 April 2019.
Keraf,
Gorys. 2004. Komposisi. Nusa Indah:
Ende.
Mahsun.
2013. Pembelajaran Teks dalam Kurikulum
2013. http://kemdikbud.go.id/kemdikbud/artikel-kurikulum-mahsun.
Diakses 20 September 2019.
Mahsun.
2014. Teks Pembelajaran Bahasa Indonesia
Kurikulum 2013. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Patria,
Bekti. 2013. Mata Pelajaran Bahasa
Indonesia dalam Kurikulum 2013. https://bektipatria.wordpress.com/2013/10/27/mata-pelajaran-bahasa-indonesia-dalam-kurikulum-2013/. Diakses 27 September 2015.
Slamet,
St. Y.. 2007. Dasar-Dasar Pembelajaran
Bahasa dan Sastra Indonesia di Sekolah Dasar. Surakarta: LPP UNS dan UPT.
Ibrahim A. Gufran. Kompas, 29 April
2017. PISA dan Daya Baca Bangsa.