Halaman

Sabtu, 09 Mei 2020

Merajut Idealisme Keilmuan, Dr. Drs. Kanisius Rambut, M.Hum.



Mengintip biografi intelektual

          Pendulum ilmu pengetahuan sedang bergerak menuju ke ranah ilmu bahasa. Atas daasar itulah, bahasa menjadi medium paling elementer bagi manusia untuk merealisasikan eksistensinya.
Sejak awal, Bapak Kanis Rambut “jatuh cinta berat” pada ilmu bahasa. Sarjana Pendidikan Bahasa Inggris diselesaikan di Undana Kupang (1985). Dengan biaya dari pemerintah Australia (1991), Pak Kanis menyelesaikan pendidikan singkat dalam bidang Applied Linguistic di Northern Territory University (NTU) Darwin.
Demi peningkatan kompetensi ilmu bahasa, Pak Kanis memutuskan untuk melanjutkan studi ke jenjang pascasarjana. Tahun 2003, Pak Kanis menyelesaikan studi jenjang S-2 di Universitas Udayana Denpasar dengan konsentrasi studi Sosiolinguistik.
Lepas dari studi S2, Pak Kanis kembali ke Universitas Flores dan mengabdikan ilmunya di Fakultas Bahasa dan Sastra. Pesona ilmu bahasa mendorong Pak Kanis untuk kembali ke Bali memperdalam ilmu bahasa. Tahun 2015, Pak Kanis berhasil mempertahankan Disertasinya dalam bidang Linguistik Kebudayaan di Universitas Udayana Denpasar dengan judul “Bahasa Ritual Barong Wae dalam Dinamika Guyub Tutur Bahasa Manggarai”, yang dipromotori oleh Prof. Dr. Ida Bagus Putra Yadnya, MA., Prof. Dr. Made Budiarsa, MA., Prof. Dr. Aron Meko Mbete, M.A.

Relevansi Praksis Keilmuan

                Pengajuan topik Disertasi didasari oleh keprihatinan yang sangat mendalam terhadap daya survival bahasa ritual lokal yang dewasa ini sedang berada di ambang kepunahan.
Dr. Kanis mengajukan contoh, jumlah penutur bahasa ritual Manggarai, sangat sedikit (diperkirakan hanya berjumlah sekitar 100 orang). Penyebab kepunahan bahasa ritual lokal karena faktor internal yaitu sifat bahasa ritual yang baku (susunannya tidak bisa diubah-ubah, tidak bisa diucapkan di sembarang tempat dan kondisi), dan spiritual (merupakan bahasa leluhur yang dipakai sebagai alat komunikasi kepada roh leluhur pada upacara tertentu). Faktor eksternal yang turut berperan yaitu kebijakan pemerintah dalam program pengembangan bahasa dan budaya yang belum memberikan ruang bagi pengembangan bahasa local, di samping dominasi bahasa global (bahasa asing).
  Disertasi Pak Kanis, terkonsentrasi pada perluasan teori kesenjangan kognitif dalam upaya pelestarian bahasa ritual Barong Wae. Teori ini bertolak dari tiga premis dasar yakni 1) terjadinya kesenjangan konitif karena adanya keterputusan mata rantai (ber)-komunikasi antara generasi tua dan generasi muda, sifat bahasa yang baku (tidak bisa diubah) dan dan sifat bahasa yang spiritual (hanya dipakai pada saat berkomunikasi dengan roh leluhur dalam upacara adat tertentu).
Menyadari fakta kepunahan bahasa lokal, maka Dr. Kanis mengidealkan terbentuknya Sanggar Bahasa, Budaya dan Lingkungan di wilayah Manggarai untuk memediasi pertemuan antara generasi tua dan generasi muda sehingga memudahkan transfer kebudayaan lokal. Misalnya melatih anak-anak muda bertutur, mendongeng, bercerita, bersajak dalam bahasa lokal. Pesan Dr. Kanis buat generasi bahwa bahasa adalah cerminan identitas. Bahasa daerah seseorang merupakan identitas orang tersebut karena mengandung nilai-nilai kebijaksanaan, sopan santun, kebersamaan dan spiritualitas. Generasi muda hendaknya tidak hanya berusaha untuk mampu bertutur dalam bahasa daerahnya, melainkan lebih dari itu, menggali nilai-nilai yang dikandung dalam bahasa yang digunakannya tersebut.

Kembali ke Uniflor: Merajut Idealisme

                Menulis karya akademis tentang esensi kebahasaan yang tertuang dalam disertasi, membawa implikasi penting bagi civitas akademis Uniflor. Melalui Disertasi ini, Dr. Kanis ingin mendorong segenap dosen  agar 1) melakukan riset dalam bidang linguistic, khususnya membedah sastra lokal (termasuk di dalamnya kajian tentang bahasa ritual lokal) agar kelak penelitian tentang kebudayaan lokal khususnya sastra lokal tidak lagi hanya mengacu pada peneliti asing, serta mengupayakan agar peneliti Uniflor bisa menjadi referensi acuan bagi para peneliti asing yang ingin meneliti tentang kebudayaan lokal khususnya sastra lokal.
                Mempertimbangkan urgensi gagasan di atas, maka bagi Uniflor, Dr. Kanis menyarankan agar membentuk Prodi Bahasa dan Sastra Daerah  untuk mendidik generasi muda yang bisa mengenal, memahami, dan merawat bahasa daerah, dan memberikan ruang/forum khusus bagi para doktor (lintas disiplin ilmu) untuk menjadi “provokator” ide-ide positif penelitian dan pengembangan keilmuan.
              Atmosfir akademis yang kondusif, tidak datang begitu saja seperti hembusan angin sepoi-sepoi melainkan perlu dibangun secara intens. Dr. Kanis menyarankan agar setiap semester para dosen perlu melakukan penelitian yang paling sederhana sekalipun. Melalui aktivitas penelitian tersebut, para dosen dapat menemukan inovasi-inovasi baru dalam mengajar. Selanjutnya, pihak Universitas dan Yapertif dapat memberikan dukungan dengan cara menyelenggarakan pelatihan penyusunan proposal dosen, juga memberikan insentif kepada dosen peneliti (*)

Feature ini telah dimuat pada Harian Umum Flores Pos, 2 April 2016.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar