Bidang pembangunan pendidikan dianggap
menjadi
institusi yang paling bertanggung jawab terhadap kontinuitas
penciptaan kualitas sumber daya manusia. Untuk menjamin dan
menjaga ketersediaan sumber daya manusia bangsa tersebut, maka bidang
pendidikan mendapat perhatian serius. Penataan dan pembenahan internal terus
dilakukan oleh para pemangku kepentingan bangsa ini. Mulai dari pembenahan peta
jalan roh pendidikan mengikuti gerak dan laju zaman melalui sinkronisasi pada
level kementerian-kementerian terkait, peningkatan anggaran melalui kesepahaman
antara lembaga eksekutif dan legislatif pada semua tingkatan wilayah,
konstruksi berbagai kebijakan yang optimal pada semua level guna mendukung
keberlanjutan suasana pembelajaran dari pusat hingga daerah, maka pola sistem
rekruitmen dan seleksi perangkat pendidikan sekolah dasar dan menengah hingga
perguruan tinggi dilaksanakan dengan menjunjung tinggi transparansi dan etika
publik.
Secara
eksternal, perbaikan instrumen dan pelaksanaan monitoring dan evaluasi (monev) yang
terukur gencar dilakukan demi mengetahui secara pasti pelaksanaan dan
pencapaian standar-standar mutu pendidikan yang telah dirumuskan bersama. Untuk
memastikan bahwa mekanisme monev berjalan lancar dan sesuai, maka pola
rekruitmen dan seleksi asesor dilaksanakan secara terbuka untuk menghindari
kepentingan yang kolutif. Karena, jika asesor memiliki komitmen dan konsistensi
dengan pencapaian mutu pada semua jenjang pendidikan, tanggung jawab asesmen
dan visitasi di sekolah-sekolah dapat dijalankan secara terbuka dan obyektif.
Hal ini menjadi penting dibaca dari perspektif kejernihan, kecermatan menemukan
dan merekomendasikan “fakta” obyektif pencapaian standar-standar mutu
pendidikan di sekolah.
Selain
memeriksa dan mengevaluasi, seorang asesor juga mengemban tugas sebagai
supervisor untuk melayani, membimbing, dan memberi jalan keluar kepada semua stakeholders satuan pendidikan, tidak
saja tentang kegagalannya, namun tentang keberhasilan yang diraih.
Sentuhan-sentuhan emosional dan psikologis pembelajaran secara menyenangkan
perlu diberikan oleh asesor agar para guru, siswa, dan segenap stakeholders lainnya memacu adrenalin
untuk terus memperbaharui materi, metode, dan evaluasi pembelajaran dalam
proses belajar mengajar. Asesor bukan melakukan inspeksi sehingga merasa serba tahu (superior)
kepada orang (guru) yang dianggap belum tahu sama sekali
(inferior). Tugas asesor yang penting adalah melakukan pembinaan. Berbasis data yang ditemukannya saat asesmen dapat
menjadi bahan perbaikan mutu pendidikan. Bahwa kegiatan asesmen ke
sekolah-sekolah dilaksanakan untuk membina dan memperbaiki serta meningkatkan
kemampuan guru dalam rangka peningkatan proses belajar-mengajar.
Sentuhan
dan stimulus positif juga secara khusus diberikan kepada kepala sekolah selaku top managemen di sekolahnya agar memiliki kemampuan
manajerial yang memadai sehingga mampu menciptakan iklim kerja yang
menggairahkan. Seorang
kepala sekolah diharapkan mampu mengorganisir para guru untuk selalu termotivasi melihat masa depan sekolahnya secara optimis, maju dan berkembang,
memiliki kemampuan mengelola kecerdasan intektual, emosional, sosial, dan
kemampuan spiritualnya. Memotivasi para guru
untuk mengeksplorasi kemampuan dan potensi para siswa sehingga tumbuh dan
memiliki kecerdasan secara seimbang dalam ranah pengetahuan, sikap, dan
keterampilan.
Kondisi
ini berangkat pada keprihatinan masyarakat pengguna
jasa bahwa praktik pendidikan dan
lulusannya sekarang telah mengalami pendangkalan makna dari "menjadi" (being)
menuju "memiliki" sesuatu (having).
Lulusan sekadar menguasai pengetahuan
secara baik, namun sikap dan keterampilannya tidak searah dengan
pengetahuannya. Kalau pendidikan itu berorientasi kepada kepemilikan (having), maka
persoalan etika dan kepribadian menjadi kurang diperhatikan. Padahal,
semestinya orientasi pendidikan adalah being, yaitu agar anak didik
dapat menjadi dirinya sendiri sesuai dengan dasar-dasar kepribadiannya karena
setiap manusia diciptakan dalam keunikan.(*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar