Mengenang Sumpah Pemuda yang ke 84 (28 Oktober 2012), anak-anak muda (pemuda) pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Flores menggelar beberapa kegiatan: lomba debat, lomba pidato, lomba membuat mading, dan lomba menulis dan membaca puisi bagi siswa sekolah dasar se-kota Ende. Beberapa bentuk revitalisasi peran pemuda yang coba dikerjakan untuk orang-orang di sekitarnya. Pemuda adalah harapan dan tulang punggung bangsa, merupakan terminologi yang sarat makna. Sebuah kebanggaan yang menghentak seraya membangunkan kesadaran kolektif pemuda bahwa kita sesungguhnya berpijak di atas tanah dan rahim ibu yang sama. Oleh sebab itu, gerakan kepemudaan yang ditandai dengan ikhrar Sumpah Pemuda 84 tahun silam telah memberikan sebuah format stimulasi pembaharuan dari prosesi pencarian kesadaran akan harga diri anak bangsa yang dipasung akibat ketakberdayaan politik hutang budi penjajah.
Dalam
semangat, kesadaran dan idealisme tersebut, ada signifikansi konkrit yang
muncul sebagai implementasi daya kecerdasan dan relevansi sosial, melalui kecerdasan mengelola perubahan dan relevansi untuk menjaga
persatuan dan kesatuan bangsa agar tetap teguh dan eksis berdiri di atas + 500
etnik yang menyebar pada +1377 pulau di Nusantara ini. Ruang kesadaran demikian
tertanam dalam relung terdalam anak-anak kita. Mereka penerus ruang kesadaran
yang sama dari orang-orang di sekitarnya. Ruang kesadaran yang sama inilah yang
kemudian memungkinkan mereka untuk mengalami nasionalisme dan simpati yang
dalam terhadap sebuah bangsa. Dengan demikian, mereka diharapkan untuk tidak
terjerat dalam keganasan dan apatisme kolektif yang bernuansa kelompokisme,
sekretarianisme, dan lain-lain.
Atas
pertimbangan tersebut, program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas
Flores mengambil peran dalam pembangunan watak anak bangsa melalui menulis
puisi. Hasil atas peran dimaksud mewujud dalam bentuk buku Antologi Puisi
Anak yang sedang ada di tangan Anda ini.
***
Buku Antologi
Puisi Anak melukiskan rasa nasionalisme akan Bumi Pertiwi terhadap tanah
air, alam, dan budaya bangsa Indonesia. Lukisan-lukisan anak-anak dalam
puisi-puisi ini telah menghentak sekaligus membangunkan kita menuju sebuah
ruang kesadaran baru, sambil mengajak kita untuk berempati akan situasi kronis
bangsa ini. Namun, itulah seorang anak, mereka tetap dan bertahan bernarasi
dalam sebuah piranti waktu yang riang, santai, tapi dalam. Tampil dengan gaya
bercerita dengan pilihan kata yang denotatif dan kontekstual menandai keaslian
memperhensi keseharian mereka. Itulah dunia anak yang nyata tanpa basa-basi.
Sebuah imajinasi nasionalisme yang utuh
dari anak-anak ini. Bagi saya inilah nasionalisme yang sesungguhnya.
Nasionalisme yang bening, jernih. Lahir dari kesungguhan hati, kebeningan
nurani dan jiwa raganya akan sebuah nama: Indonesia. Tempatnya dan orang-orang
di sekitar dia membumi. Inilah fakta faktual kecintaan mereka yang berani
mempertaruhkan dan mengabdi pada Bumi Pertiwi. Bukan nasionalisme
setengah-setengah atau setengah hati. Spirit, vitalitas, dan kesungguhan untuk
berada dan mencintai Indonesia. Bukan basa-basi. Bukan pameran vulgar
verbalistik yang bopeng, keropos, dan eufemistik. Sebagaimana yang kita amati
akhir-akhir ini.
Walau
diterpa dan dibombardir berbagai penyakit akut sosial, penebangan hutan,
pembakaran hutan, perambahan hutan, eksploitasi hutan oleh kaum kapitalis,
Indonesia tetap menjadi Indonesia mereka. Begitulah dunia anak. Dunia tanpa
dusta. Dunia jujur. Bening. Tenteram tanpa konflik. Lugas, bebas bermain ke
sana-ke mari tanpa henti, apalagi takut disihir berbagai napsu birahi berbagai
konflik interest manusia edan Indonesia. Keprihatinan santun terus
membuncah mengajaknya menukil sekali lagi realitas ‘praktik orang besar’
Indonesia yang apatis akan ketercerabutan budaya bangsa yang gemah santun dan
toleran, hukum yang karut-marut, harga-harga barang yang meroket, dalam
baris-baris optimisme tegak seraya mengajak sekalian anak untuk tetap mencintai
Indonesia.
Buku Antologi
Puisi Anak juga menghadirkan sebuah harmonisasi. Nasionalisme dan
harmonisasi merupakan dua hal yang jauh dan sangat berbeda. Namun, dalam
konteks dunia anak, mampu dielaborasi menjadi satu-kesatuan yang kohesif dan
terpadu. Letupan dan ekspresi-ekspresi imajiner yang terungkap dalam
puisi-puisi anak ini boleh jadi merupakan pengalaman mimetik mereka untuk ada
bersama dalam sebuah proses kultural yang sama. Proses kultural bagi dunia anak
merupakan proses murni tanpa artifisial. Dalam dunia inilah mereka membangun
relasi dan interaksi yang selaras dan harmonis. Mereka belajar berbudaya
sekaligus belajar memelihara ketenangan hidup. Memelihara ketenangan hidup
dengan Tuhan, menjaga hubungan baik dengan diri dan sesama, dan memelihara
hubungan harmonis dengan alam lingkungannya. Oleh karena itu, buku Antologi
Puisi Anak, yang sedang ada di tangan para pembaca ini, sedapat mungkin
menjadi cermin bagi pembaca dan masyarakat kita untuk sekali lagi berkaca
tentang nasionalisme dan harmonisasi.
Akhirnya,
saya mengucapkan terima kasih kepada para staf dosen di Program Studi
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Flores, yang telah menggagas
dan ikut serta dalam kegiatan penilaian hingga terbitnya buku ini. Rasa bangga
juga saya ucapkan kepada para kepala sekolah dan guru bidang studi Bahasa
Indonesia se-Kota Ende yang telah terlibat aktif dalam mendorong dan membimbing
para siswa dalam menulis puisi. Kepada Pemimpin Umum Penerbit Nusa Indah Ende
yang telah bersedia menerbitkan buku Antologi Puisi Anak ini, saya
ucapkan terima kasih.
Mudah-mudahan
buku kecil, karya anak-anak kita ini mendapat apresiasi luas dari kalangan
pembaca di Flores dan Nusa Tenggara Timur. Secara khusus, menjadi langkah awal
merangsang daya anak dalam mencipta karya sastra sebagai wahana penghalus budi
dan rasa. Atas maksud yang sama, kehadiran buku Antologi Puisi Anak dapat
memperkaya daftar referensi sastra Anda sekaligus menjadi salah satu sumber
pembelajaran sastra di sekolah. *
Selamat
membaca!
Ende, Tengah Februari
2013
[1] “Nasionalisasi dan Harmonisasi” dalam Antologi
Puisi Anak Se Kota Ende. (Imelda Oliva Wissang, dkk. Ed). Ende: Nusa Indah.
ISBN: 979-429-331-8—(2013)
[2] Pengasuh
mata kuliah Sosiolinguistik pada Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Flores
Tidak ada komentar:
Posting Komentar