Literasi semacam menjadi kata kunci dalam proses pembelajaran di kelas. Literasi hadir semula bertujuan untuk mengentaskan rendahnya membaca dan menulis di kalangan siswa. Tujuan itu pun telah tercapai dengan aneka program ikutan, baik yang disiapkan oleh lembaga formal (sekolah), maupun lembaga-lembaga atau komunitas-komunitas belajar yang memiliki kepedulian dan tanggung jawab agar para siswa bisa mampu membaca dan menulis dengan baik.
Setakat Sudah
Hampir setakat atau dekade ini berakhir program literasi dengan tujuan mulia telah tercapai dengan sangat meyakinkan. Namun, masih ada keluhan parsial tentang sejauh mana keberhasilan program Literasi yang telah dicanangkan dan dilaksanakan tersebut. Sampai di sini keluhan tersebut benar adanya. Kita mengakui bahwa secara parsial pula, keberhasilan program literasi patut dipertanyakan. Entah itu karena faktor penghambat apa, tetapi kita pun patut mengamini bahwa banyak faktor yang mempengaruhi ketidakberhasilan pelaksanaan program literasi tersebut. Misalnya, faktor demografi dan topografi yang sangat sulit memungkinkan pihak sekolah atau guru dan siswa mengakses informasi dan infrastruktur bahan bacaan. Faktor guru pun musti terus disoroti, baik soal sumber daya manusianya, faktor kesediaan atau kerelaan bekerja di luar jam sekolah, faktor ketersediaan sarana dan prasarana, faktor sumber dana uang untuk membelanjakan buku, dan faktor eksternal lainnya yang sangat mengganggu pelaksanaan program literasi.
Hemat saya, salah satu faktor yang patut direnungkan adalah ketercapaiaan literasi tidak sekadar siswa bisa membaca dan menulis, melainkan lebih dalam dari itu. Misalnya, siswa musti tau apa yang sedang dia baca dan dia tulis. Oleh karena itu, secara normatif pembelajaran di kelas yang didahului dengan membaca lima belas menit, patut pula diikuti dengan kegiatan menceriterakan kembali apa yang siswa baca, menulis kembali dalam versi berbeda tentang apa yang dia baca, dan mempraktikkan apa yang dia baca.
Jika kita berangkat dari evaluasi dengan menggunakan perspektif ini, maka kita akan mendapat posisi pelaksanaan program literasi sekaligus menemukan posisi literasi siswa kita. Ini semacam pula menjadi otokritik bagi guru untuk mendaur ulang program literasi di sekolah. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar