Batuknya kedengaran lesuh.
Tenaganya telah habis terkuras dalam perjalannanya semalam suntuk. Untuk
kesekian kalinya sesosok tubuh yang dimamah usia itu beristirahat lagi.
Perjalanan tanpa tujuan itu ia lanjutkan. Dari penghujung kampung tamu tak
dikenal itu berlangkah pelan menelusuri ruas jalan yang penuh bebatuan. Batuknya
kian parah. Sementara suaranya makin kecil dan membangkitkan rasa ibah bagi
penghuni kampung di subuh itu. Dibarengi dengan bunyi dahaknya yang menusuk
telinga warga setempat. Seolah ada sebutir kerikil kecil yang menghalangi
keluarnya dahak dari kerongkongan tuanya. Tamu tak dikenal itu tak bertenaga
lagi. Tapi, apa mau dikata, perjalanan harus dilanjutkan, entah sampai kapan.
Jumat, 06 April 2018
Malang (Buat Mereka yang Bernama Malang)
Kabut
tebal masih menggelayuti Jalan
Tite Herun di kota tua ini. Panorama keilmuan
kota pelajar ini pun belum tampak menggeliat. Embun pagi masih tampak
menggelantung pada dedahanan taman-taman kota.
Kuncup mekar pagi menorehkan senyum perangai wangi warga bunga pada
petakan setiap taman untuk menyapa warga kota yang melewati lorong-lorong
waktu. Pandangan
coba kuarahkan jauh ke depan. Mendapati seorang sosok tegar mengayuh pelan
tongkat menghampiri kampus universitas tua di kota itu. Agak terbata-bata aku
coba memberanikan diri untuk mendekati dia. Di tikungan lorong pada Jalan Tite Herun, kami bersua
membuka percakapan panjang lebar tentang kekokohan juga ketegarannya
membentengi dirinya dengan ilmu.
Langganan:
Postingan (Atom)