Setiap guyub kultur memiliki karakter, kecerdasan, dan pengetahuan lokal tersendiri dalam mengawali dan mengakhiri sesuatu pekerjaan. Semuanya kemudian menjadi ritus yang menganggap seremoni adalah hal krusial dan urgen dalam siklus pekerjaan. Sebagai entitas masyarakat agraris, ekologi alam semesta dan jagat kosmos menjadi pratanda sekaligus tanda atau petunjuk mulai dan berakhirnya pekerjaan masyarakat dalam guyub kultur tersebut. Ini artinya, alam raya dan langit angkasa menjadi pusat bagi kehidupan segala makhluk hidup di bumi dan udara. Pernyataan di atas melukiskan masyarakat agraris di Desa Imulolong Kabupaten Lembata. Sebuah masyarakat komunal yang menggantungkan nafkah pada pekerjaan sebagai petani tradisonal.
Tahapan Mengerjakan Kebun
Sebagai
kelompok agraris, seorang petani mengenali secara rinci dan runtut
tahapan-tahapan yang akan dikerjakannya. Mulai dari memberi tanda (sbulunga eka) dengan cara membersihkan
rumput belukar dan tumbuh-tumbuhan kecil pada batas-batas tanah atau kebun yang
akan dikerjakannya. Sekadar memberi tanda pada areal atau lahan tanah dimaksud
bahwa pemilik (eka alapen) yang sah
akan mengerjakannya. Ini terjadi pada lahan yang pemiliknya satu atau tunggal (oloken).
Jika
tanah atau lahan tersebut adalah milik bersama antara dua orang (moiten) berdasarkan kepemilikan
ahliwaris yang ditinggalkan, maka keduanya akan bersepakat untuk mengerjakannya
bersama-sama. Jika satu di antara pemilik sah menyatakan ia, namun tidak dapat
ikut mengerjakannya karena satu dan lain hal, seperti kesibukan, kesehatan,
atau memiliki cukup lahan untuk dikerjakan, maka atas kesepakatan bersama, “dirinya”
atau hak kepemilikan yang melekat padanya dapat dipercayakan kepada orang lain
untuk menggantikannya.
Proses
yang sama juga terjadi untuk tanah atau lahan atau kebun baru yang merupakan
milik bersama tiga orang (kneu telonen).
Kesepakatan lain dari soal ini adalah proses pengerjaannya dapat dilakukan oleh
empat orang (grakepen). Dengan cara,
satu orang lain di luar kepemilikian bukan ahliwaris dapat “menempel dalam
badan satu orang pemilik” atau menggabungkan dirinya pada satu pemilik yang sah
untuk sama-sama mengerjakannya.
Bersamaan
dengan memberi tanda pada lahan atau kebun baru di atas (sbulunga eka), seorang petani memotong dan menyiapkan “kneseng” yang nanti digunakaan sebagai
sumber atau “penghasil” api saat membakar kebun tersebut. Kneseng adalah belahan bambu aur yang digesek untuk menghasilkan
api saat membakar kebun baru atau menghasilkan api di tungku pembakaran di
kebun, dan lumbung.
Proses Membuat Api
Kneseng
merupakan belahan bambu aur dari satu ruas yang sama. Dibelah, yang sebelahnya
dikikis sedikit lebih kecil yang disebut kneseng
lakin (kneseng laki), dan yang sebelahnya sedikit lebih besar atau gemuk
yang disebut kneseng ronen (kneseng inan). Kneseng lakin diraut agak tajam karena berfungsi sebagai
“penggesek” untuk menghasilkan bunga api. Di atas punggung kneseng ronen, dibuat garis horizontal lurus, kecil, dan secara vertikal
juga demikian, namun jumlah irisan bisa dibuat 3-5 baris.
Pada
bagian bawa irisan vertikal tadi, dijepit (diletakkan) seutas kapas (lelor) atau sabut kelapa halus tipis, agak
rapat ke atas persis di bawah kneseng
ronen, yang berfungsi menahan dan menghidupi bunga api hasil gesekan dari kneseng lakin. Agar bunga api lebih
cepat merambat, maka selain kapas dan sabut kelapa tipis, diletakkan (jika ada)
seutas benda tipis yang diambil dari pelepah pohon sejenis enau yang dalam
bahasa setempat disebut rapo(r). Setelah
bahan-bahan tadi disiapkan, maka kneseng
lakin ditaruh persis di atas urat irisan vertikal, kemudian digerakkan oleh
kedua tangan secara terus-menerus, mulai dengan perlahan dan semakin lama
semakin kencang. Kekuatan gerakan atau gesekan tadi akan menghasilkan asap
sehingga bunga api akan jatuh persis di atas kapas, rapo(r), atau sabut kelapa yang telah dilekatkan pada kneseng ronen tadi.
Jika
ada muncul asap kecil, maka gesekan jangan dihentikan, tetapi diteruskan lebih
kuat sampai menghasilkan asap yang lebih besar. Sesudah dipastikan telah
menghasilkan api, bunga api bisa diambil dengan sangat hati-hati, ditiup dengan
napas “halus” dalam-dalam, perlahan agar bunga api tidak terbang atau jatuh.
Setelah menjadi api, api siap untuk dihidupkan pada tungku atau tempat
pembakaran. Jika irisan vertikal pertama tidak sampai menghasilkan api, maka
dapat digeser atau dipindahkan ke irisan yang lain, kemudian melakukan gesekan
sebagaimana yang dilakukan pada gesekan pertama. Begitu dan seterusnya sampai
menghasilkan api.
Superrr Tata Gur, Di tunggu kelanjutannya, go senang ke baca fet pereta lef enak Tata,
BalasHapusSalam Kasih buat Tata Gur sek🙏🙏😊
Terima kasih, salam dan doa kam ia untuk mio pua. Alapes, ina ama ui teras, nora suk lamak jaga tite
BalasHapus