“Saya belajar, sama artinya saya mengajari diri sendiri”
(Hamilton, 1987: 36).
A. Pendahuluan
Pernyataan “saya belajar, sama artinya saya mengajari diri sendiri”, menandaskan bahwa selama proses pembelajaran, Saya diperkaya dengan refleksi, pengalaman atau data empiris untuk lebih mengkonkretkan, memperkuat, dan mengembangkan gagasan serta argumen yang telah diperoleh lewat proses membaca dan menulis.
Manusia dilahirkan sebagai mahkluk yang paling sempurna karena memiliki kemampuan, kecakapan, kecerdasan. Kemampuan, kecakapan, kecerdasan tersebut, termasuk kemampuan dalam melakukan penelitian. Ia selalu hidup dan diselimuti dengan hasrat “ingin tahu”. Dan, karena itu, manusia senantiasa berjalan dalam proses mencari. Upaya untuk terus mencari sesuatu, entah apa saja demi memenuhi hasrat ingin tahu tersebut. Agar manusia dapat mengenal dan mengembangkan kemampuan dirinya, termasuk mengenal, mengelola, dan mengembangkan dunia sekitar untuk kemajuan dan kemaslahatan hidup orang banyak. Dalam hal ini, hasil sebuah penelitian dapat digunakan untuk pelaksanaan program pembangunan di tengah kehidupan masyarakat.
Jika konsep ini kita tarik masuk ke dalam lembaga pendidikan formal, secara khusus dalam ruang-ruang kelas, maka “guru”-lah yang memiliki otoritas dan kemampuan, serta kecakapan akademik untuk melakukan riset tentang keseluruhan proses belajar mengajar di sekolahnya (kelasnya). Bahkan, secara khusus guru-guru mata pelajaran “dituntut” untuk melakukan penelitian dalam rangka melacak, mendeteksi, dan memecahkan masalah-masalah pembelajaran dalam kelas.
B. Tahap Pencarian Pengetahuan Oleh Manusia
Tahap pencarian pengetahuan oleh manusia dapat dilakukan dengan menggunakn cara atau metode berpikir yang bersifat mistis (menyandarkan diri pada kekuatan yang berada di luar dirinya), metode akal sehat dan coba-coba, metode berpikir deduktif (bersandar pada rasio yang melahirkan rasionalitas) metode berpikir induktif (bersandar pada fakta yang melahirkan faham empirisme), dan metode berpikir ilmiah (bersandar pada eksperimen: menautkan antara rasionalisme dan empirisme).
Van Peursen melukiskan perkembangan berpikir manusia melewati tiga tahap perkembangan, yakni: (1) tahap mitis, manusia dikungkung atau terkepung oleh alam dan kekuatan gaib sehingga menjadi begitu terikat kepada alam; (2) tahap ontologis, manusia mulai mengambil jarak terhadap alam dan mulai melakukan penelahaan untuk menjelaskan dasar hakikat obyek-obyek alam, dan (3) tahap fungsional, manusia membuat relasi baru dengan alam semesta dengan memanfaatkan pengetahuannya melalui penelahaan obyek alam dan memanfaatkannya untuk kepentingan hidupnya.
Selain metode berpikir di atas perlu diketahui tentang aliran relativisme dan faham skeptivisme sehubungan dengan kegiatan berpikir. Istilah relativisme (relative) berasal dari bahasa Latin (refere: membawa, mengacu, menhubungkan). Dari kata ini, timbullah kata “relatio” yang artinya relasi, hubungan, ikatan. Relativisme merupakan aliran atau faham yang mengajarkan bahwa kebenaran itu ada, akan tetapi tidak memiliki sifat mutlak. Atau, faham relativisme menegaskan bahwa tidak ada kebenaran yang sifatnya absolut.
Relativisme bermula dari timbulnya yang monodimensional dan parsial deterministik (mengungkapkan kenyataan secara parsial, tetapi membuatnya total atau final). Akibatnya muncullah aliran phenomenisme yang menyatakan bahwa kebenaran itu pada dasarnya adalah fenomena dari obyek yang terdapat/ada/ terjadi dalam pikiran kita. Bahkan lebih ekstrim lagi menyatakan bahwa kebenaran itu tergantung dan ditentukan oleh pikiran kita: apa yang kita pikirkan itu itulah yang benar tanpa harus menghubungan obyek di luar diri kita. Aliran ini disebut subjektivistik-intelektualistik. Selanjutnya, muncul reaksi berupa aliran yang anti-intelektualistik yang menyatakan bahwa kebenaran itu ada yang ditentukan oleh kehendak kemauan kelompok, kekuatan, kebebasan, atau oleh kegunaan (Rofiudin, 2009:5).
Sketivisme merupakan aliran radikal fundamental yang tidak percaya akan adanya kepastian dan kebenaran atau sekurang-kurangnya “menyangsikan” kemampuan pikiran manusia untuk mendapatkan kepastian dan kebenaran. Skeptisisme berasal dari kata “skeptoma” yang berarti memperhatikan dengan saksama. Para skeptisi adalah orang yang mengamati segala sesuatu dengan saksama dan menelitinya, karena tidak adanya kesepakatan di antara mereka, maka timbullah masalah abru mengenai patokan kesepakatan yang akhirnya sampai pada kesimpulan meragukan adanya kepastian dan ukuran kebenaran. Dari sinilah, lahirlah aliran atau system pemikiran yang mengajarkan sikap ragu sebagi sikap dasar yang fundamental dan universal.
Skeptisisme dapat dibedakan menjadi skeptisisme doktrin dan skeptisisme metode. Sebagai doktrin, skeptisisme menyangsikan segala sesuatu yang selalu mengandung kontradiksi. Ada pula yang berupa sikap untuk tidak melibatkan diri dalam aktivitas intelektual, artinya tidak perlu berpendapat mengenai sesuatu. Sebagai metode, skeptisisme menjadi jalan untuk menemukan kepastian kebenaran, melalui menyangsikan semua cara pemerolehan kebenaran. Sikap meragukan, menyangsikan sebuah kebenaran inilah menjadi latar belakang, mengapa seorang guru perlu melakukan penelitian untuk menguji seluruh kinerjanya di kelas.
C. Mengapa PTK?
Seiring berjalannya waktu, paradigma penelitianpun mengalami kemajuan dan perkembangan yang signifikan. Dalam konteks meneliti dan mengungkap problem-problem pembelajaran di sekolah, lahirlah model atau paradigma penelitian yang relevan dengan kebutuhan pembelajaran yang disebut Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian Tindakan Kelas lahir sebagai reaksi atas penelitian-penelitian konvensional yang menurut para guru “bergerak berjarak” (Mulyasa, 101:36) dengan pengalaman belajar sehari-hari. Selain itu, temuan penelitian konvensional (formal) sering gagal memecahkan permasalahan-permasalahan pembelajaran, bersifat dehumanisasi, atau memperlakukan peserta didik sebagai obyek pengamatan, dan dianggap terlalu banyak membutuhkan kemampuan yang tidak setiap guru mampu melaksanakannya atau mempraktikannya.
Penelitian Tindakan Kelas dianggap dapat memecahkan masalah-masalah pembelajaran karena berangkat dari keseriusan guru memperbaiki pembelajarannya, fleksibel dan adaptif yang memungkinkan perubahan selama tenggat percobaan, kolaboratif dan partisipatif, serta fokus pada pembelajaran. Penelitian Tindakan Kelas merupakan sebuah paradigma baru dalam penelitian yang proses pendekatannya lebih halus dan feminin karena keaslian validitasnya pun bergantung pada keahlian para penelitinya yang memiliki hubungan interpersonal yang sangat baik.
Dengan demikian, Penelitian Tindakan Kelas merupakan salah satu kegiatan penelitian yang dapat meningkatkan kualitas pendidikan sekaligus “mengangkat harkat dan martabat” guru. Peningkatan kualitas pendidikan beriringan dengan peningkatan efektivitas dan efisiensi pembelajaran. Sedangkan, Penelitian Tindakan Kelas disebut mampu mengangkat harkat dan martabat para guru sebab mempermudah dan memperlancar kenaikan pangkat dan jabatan. Jika demikian, maka berimbas pada kesejahteraan para guru itu sendiri.
Terdapat banyak rujukan yang mengetengahkan esensi Penelitian Tindakan Kelas, namun untuk keperluan perjumpaan ini, saya mengutip satu pengertian dari sekian banyak pengertian itu, yang saya anggap representatif untuk keperluan kita. Stephen Kemmis yang dikutip Mulyasa (2011:5) mendefinisikan Penelitian Tindakan Kelas sebagai “sebuah bentuk penelitian refleksi diri yang melibatkan sejumlah partisipan (guru, peserta didik, kepala sekolah, dan partisipan lain) di dalam suatu situasi sosial (pembelajaran yang bertujuan untuk kerasionalan dan keadilan terhadap: a) praktik sosial dan pembelajaran yang mereka lakukan; b) pemahaman mereka terhadap praktik-praktik pembelajaran; serta c) situasi dan institusi yang terlibat di dalamnya”.
Dengan kata lain, Penelitian Tindakan Kelas didefinisikan sebagai suatu upaya untuk mencermati kegiatan belajar sekelompok peserta didik dengan memberikan sebuah tindakan (treatment), dan tindakan tersebut dapat dilakukan oleh guru bersama-sama peserta didik, atau peserta didik di bawah bimbingan guru untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran.
D. Komponen-komponen Penelitian Tindakan Kelas
Secara umum, Penelitian Tindakan Kelas memuat (1) judul, (2) bidang kajian, (3) latar belakang masalah, (4) identifikasi dan perumusan masalah, (5) cara memecahkan masalah, (6) hipotesis tindakan, (7) tujuan dan kegunaan penelitian, (8) kajian pustaka, (9) rencana dan prosedur penelitian, (10) jadwal penelitian, (11) pembiayan, (12) personalia, (13) daftar pustaka, dan (14) lampiran-lampiran.
Untuk mengetahui isi atau “apa yang hendak ditulis” dalam masing-masing komponen tersebut, berikut ini disajikan sekilas tentang komponen-komponen dimaksud.
Judul. Judul yang baik adalah judul yang dirumuskan secara singkat, pada, spesisik, dan tidak menimbulkan kemungkinan beragam. Jumlah kata maksimum dua puluh dua kata. Judul yang baik adalah judul yang cocok dengan tema tulisan. Dengan kata lain, judul mesti memiliki pertalian yang relevan dengan tema atau beberapa bagian tema yang akan dibeberkan. Pertimbangan ini menjadi alasan mendasar karena judul yang dipilih haruslah mampu merangsang perhatian pembaca untuk mencaritahu lebih dalam apa yang ada di balik judul tersebut melalui uraian tentang judul dimaksud. Judul yang baik menurut Keraf (2004: 128) menyaran pada aspek keaslian (originalitas). Bahwa judul tidak saja tentang adanya unsur “kebaruan”, judul yang sama sekali belum pernah ditulis, melainkan juga pada judul-judul yang sering ditulis, namun karena pendekatan yang dipergunakan penulis, sikap hidup, contoh, cara penyajian, dan sebagainya berbeda, maka akan menghasilkan sesuatu tulisan dengan kadar originalitas yang baik. Judul yang baik juga hanya memuat ciri-ciri yang utama. Ketika para pembaca membacanya, maka sudah dapat dibayangkan tentang apa yang akan diuraikan dalam tulisan tersebut. Oleh karena itu, judul harus singkat. Tidak boleh dalam bentuk frasa atau kalimat yang panjang.
Misalnya, “Penerapan pendekatan partisipatif dalam peningkatan prestasi belajar bahasa Indonesia di Kelas VIII SMP Kelimutu Ende”. Atau, Peningkatan Kemampuan Menulis Deskripsi Siswa Kelas V dengan Metode Field Trip di SMP Mondar Mandir Kecamatan Tanjung Kabupaten Soronoto”.
Bidang kajian. Sebutkan bidang kajian yang akan diteliti, misalnya bidang pendidikan, sosial, politik, agama, dan seterusnya. Secara khusus dapat disebutkan bidang studi atau mata pelajaran dan bagiannya seperti metode pembelajaran, evaluasi, media pembelajaran, dan lain-lain.
Latar belakang masalah. Berisikan tentang urutan keingintahuan, kepenasaran, ketidakpuasan, yang mendorong atau melatarbelakangi penelitian tersebut dijalankan. Terdapat beberapa persoalan pokok yang dapat diuraikan dalam latar belakang; yakni (1) mengapa masalah tersebut di teliti, (2) pentingnya masalah untuk dipecahkan sesuai waktu, biaya yang tersedia, (3) ada kesenjangan antara fakta pembelajaran (das sein) dan harapan (das sollen), (4) kekuatiran jika masalah tersebut tidak lekas dipecahkan, (5) teori atau konsep yang menopang pemecahan masalah.
Identifikasi dan perumusan masalah. Identifikasi masalah merupakan kegitan untuk mendeteksi, melacak, dan menjelaskan berbagai aspek yang berkaitan dengan topik dan masalah penelitian. Dari judul “Penerapan pendekatan partisipatif dalam peningkatan prestasi belajar bahasa Indonesia di Kelas VIII SMP Kelimutu Ende”, seorang peneliti dapat membuat beberapa identifikasi masalah, yaitu (a) rendahnya prestasi belajar bahasa Indonesia, (b) pembelajaran bahasa Indonesia belum komunikatif, (c) siswa belum berpartisipasi secara baik dalam pembelajaran, (d) pendekatan pembelajaran masih konvensional, (e) belum ditemukannya strategi dan pendekatan belajar yang relevan, (f) rendahnya daya dan semangat para siswa untuk mendapatkan ilmu pengetahuan atau belajar, (g) dan lain-lain.
Dari sekian identifikasi masalah yang dirumukan di atas, maka masalah penelitian dapat dirumuskan menjadi, (1) Apakah penerapan pendekatan partisipatif dapat meningkatkan prestasi belajar bahasa Inggris siswa kelas VIII SMP Kelimutu Ende, (2) Apakah penerapan metode belajar field trip dapat meningkatkan kemampuan menulis deskripsi siswa kelas V dengan di SMP Mondar Mandir Kecamatan Tanjung Kabupaten Soronoto.
Cara memecahkan masalah adalah cara, prosedur, atau tindakan yang akan digunakan dalam pemecahan masalah. Cara yang digunakan dalam memecahkan masalah di atas adalah pendekatan partisipatif.
Hipotesis tindakan merupakan jawaban sementara terhadap masalah sebagai alternative tindakan yang dianggap paling tepat memecahkan masalah. “Pendekatan partisipatif dapat meningkatkan prestasi belajar bahasa Inggris siswa kelas VIII SMP Kelimutu Ende”.
Tujuan dan kegunaan penelitian dirumuskan berdasarkan topik atau masalah penelitian. Tujuan merupakan keinginan peneliti memecahkan masalah melalui indikator-indikator yang hendak ditemukan. Misalnya, meningkatkan kemampuan bertanya dalam pembelajaran bahasa Indonesia di Kelas IX SMP Banjir Bandang, meningkatkan kemampuan membaca siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia di Kelas IX SMP Banjir Bandang, dll.
Kajian pustaka adalah memunculkan atau menampilkan teori-teori yang relevan dapat digunakan untuk menjelaskan masalah penelitian. Oleh karena itu, kajian teori memegang peranan penting dalam membangun kerangka piker atau konsep yang digunakan dalam penelitian. Yang penting adalah kesesuaian pilihan sumber dengan topik, kekinian sumber, dan sumber menjadi pemandu atau petunjuk dalam membahasa hasil-hasil penelitian.
Rencana dan prosedur penelitian, meliputi setting penelitian, persiapan (RPP, penyussunan lembar observasi, lembar evaluasi, LKS), penentuan subjek penelitian, penentuan pendekatan penelitian, penentuan instrument penelitian, dan penentuan analisis data. Penyusunan prosedur PTK biasanya meliputi beberapa siklus. Misalnya: Siklus 1
1. Tahap Perencanaan
Pada tahap ini peneliti dan guru menyusun:
a. Perangkat pembelajaran, berupa penentuan kompetensi dasar yang akan dicapai.
b. Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sebagai berikut.
1) Guru membuka pelajaran.
2) Guru memberikan apersepi mengenai pengetahuan siswa terhadap macam-macam paragraf untuk mengetahui skemata mereka.
3) Guru memberikan materi tentang tulisan deskripsi
4) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang materi yang sedang diajarkan.
5) Guru bersama dengan siswa melakukan field trip ke suatu tempat yang telah ditentukan.
6) Guru membagikan lembar kerja dan menugaskan siswa untuk menulis deskripsi berdasarkan hasil observasi.
Tahap ini dilakukan dengan mengamati dan menginterpretasi aktifitas pemanfaatan metode field trip pada proses pembelajaran (aktivitas siswa) maupun pada hasil pembelajaran menulis deskripsi yang telah dilaksanakan untuk mendapatkan data tentang kelebihan dankekurangan pelaksanaan tindakan. Pengamatan difokuskan pada situasi pelaksanaan pembelajaran, kegiatan yang dilakukan guru, dan aktivitas siswa dalam pembelajaran.
2. Tahap Analisis dan Refleksi
Pada tahap ini, dilakukan analisis hasil observasi dan interpretasi sehingga diperoleh kesimpulan hal-hal yang perlu diperbaiki atau disempurnakan dan yang telah memenuhi target. Analisis dilakukan dengan meninjau kembali hasil observasi dan interpretasi terhadap tindakan yangtelah dilakukan. Selanjutnya, dilakukan refleksi untuk mengetahui beberapa kekurangan yang muncul dalam pelaksanaan tindakan tersebut. Setelah itu,guru dan peneliti berdiskusi untuk menentukan tindakan yang harus dilakukan untuk mengatasi kekurangan yang muncul sekaligus sebagai langkah perbaikan pada pembelajaran berikutnya.
Rancangan Siklus II
Siklus II dilakukan dengan tahapan-tahapan seperti pada siklus I, yaitu tahap pelaksanaan, observasi, serta analisis dan refleksi. Akan tetapi, didahului dengan perencanaan ulang berdasarkan hasil-hasil yang diperoleh pada siklus I (refleksi) sehingga kekurangan yang terjadi pada siklus I tidak terjadi pada siklus II.
Jadwal penelitian berkaitan dengan urutan waktu penelitian mulai dari awal hingga penyususnan laporan penelitian. Pembiayan merupakan besaran biaya yang dibutuhkan dalam melaksanakan penelitian. Personalia penelitian, tim peneliti atau orang perorang yang terlibat dalam penelitian, daftar pustaka merupakan bahan-bahan pustaka yang dijadikan rujukan, baik pustaka off line maupun pustaka on line, dan lampiran-lampiran.
E. Penutup
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan jembatan bagi guru untuk menyelesaikan permasalahan belajar yang ditemukan dalam semua mata pelajaran. Oleh karena itu, keberhasilan pencapaian materi pembelajaran sangat tergantung pada bagaimana seorang guru mampu melacak, mendeteksi, dan meemecahkan masalah-masalah pembelejaran tersebut di kelas, agar siswa boleh mencapai ketuntasan dalam belajarnya.(*)
DAFTAR PUSTAKA
Mulyasa. 2011. Praktik Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Rosdakarya.
Rofi’uddin, Ahmad. 2009. Penelitian. Makalah Prapasca Universitas Negeri Malang, Agustus 2009.
Universitas Negeri Malang. 2010. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis, Disertasi, Artikel, Makalah, Laporan Penelitian. Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang.
[1] Makalah Disampaikan dalam Pelatihan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) bagi para guru SMP Kelimutu Ende, Selasa, 18 Juni 2019, bertempat di Aula SMP Kelimutu, Jalan Durian Ende.
[2] Dosen Sosiolinguistik pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Kepala UPT Publikasi dan Humas Universitas Flores.