Halaman

Rabu, 28 Juni 2023

Membangun Solidaritas Kemanusiaan

Salam Persaudaraan,

Semoga kami menjumpai Bapak/Ibu/Kakak/Adik/Sdra/Sdri/Sahabat/Simpatisan/para Donatur dan Dermawan, dalam keadaan sehat walafiat. Kiranya Tuhan, Ama Lera Wulan Tana Ekan senantiasa menyertai kita sekalian dalam menjalankan aktivitas, agar setiap usaha dan jerih payah kita dapat mendatangkan hasil yang baik.

Membangun Solidaritas Kemanusiaan

Dalam kehidupan kita setiap hari, timbul berbagai masalah atau peristiwa yang menyedihkan. Kita pasrah dan putus asa. Mau buat apa atas kejadian-kejadian tersebut. Terjadi banjir bandang, bencana alam, tanah longsor, dan aneka peristiwa lainnya. Peristiwa-peristiwa ini telah menimbulkan korban jiwa. Menggerakkan rasa simpati, bahkan empati lebih dalam atas sesama umat yang mengalami musibah dimaksud. Sebab, dalam situasi seperti ini, warga yang terdampak mengalami berbagai kekurangan, seperti makanan, pakaian, obat-obatan, masker, dan lain-lain kebutuhan selama berada di tenda-tenda pengungsian. 

Kita semua warga bangsa, umat, dan masyarakat musti bersolider, bahu-membahu untuk meringkankan beban yang diderita oleh sesama kita di sekitar lingkungan kita. Dari sanalah kita menjadi kuat dan kokoh seperti batu karang. Semoga kita sesantiasa membangun kekuatan dalam solidaritas kemanusiaan. 
Ini adalah bagian kehidupan kita untuk turut membantu sesama kaum kerabat kita yang mengalami bencana. Dukungan kita turut pula meningkatkan dan mengokohkan solidaritas sosial kemasyarakatan sebagai sesama yang saling melayani. (*)

Senin, 26 Juni 2023

Membaca untuk Membangun Pohon Ilmu Pengetahuan


 

Membaca (buku) juga hendak menandaskan tentang eksistensi kita sebagai makhluk yang terus mencari. Makhluk yang tidak pernah selesai. Makhluk yang memiliki hasrat dan rasa penasaran untuk terus ingin tahu tentang sesuatu. Rene Descartes–melalui cogito ergo zum ingin menggugah rasa penasaran manusia itu untuk mencari dan terus mencari. Karena hanya itulah manusia akan mengalami kepuasan dan kebanggaan rohaniah untuk terus eksis dalam kehidupan sosialnya. Bahkan, dalam literasi sastra, berdasarkan hasil Kongres Bahasa Indonesia XI 2018 di Jakarta merekomendasikan  bahwa siswa SD dalam setahun bisa membaca 10 judul karya sastra, SMP 15 judul, dan siswa SMA/ SMKmembaca 2 judul, ungkap Ketua Tim Perumus KBI XI Prof. Dr. Djoko Saryono, Guru Besar Universitas Negeri Malang. (Kompas, 1 November 2018).

Pohon Ilmu Pengetahuan

Fakta tersebut menggambarkan tentang pentingnya kemampuan literasi dasar baca-tulis di kalangan siswa. Kegiatan membaca dan menulis di sekolah diharapkan berevolusi dari waktu ke waktu, terutama melalui pembiasaan kondisi pembelajaran yang terus-menerus melibatkan semua perangkat pendidikan di sekolah. Agar seluruh perangkat pendidikan sekolah juga masyarakat di sekitar mampu menciptakan suatu ekosistem belajar yang kondusif.

Siswa tidak berhenti pada aktivitas membaca, tetapi ditindaklanjuti secara intensif melalui pendampingan menulis topik-topik keseharian di sekitar lingkungan hidup para siswa, terutama tentang kegiatan-kegiatan siswa atau peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat. Targetnya, misalnya tersedianya wadah “pohon ilmu pengetahuan” sebagai media memupuk literasi baca dan tulis. Pohon ilmu pengetahuan ini, secara teratur akan ditempel atau digantung tulisan-tulisan siswa agar dapat dibaca oleh semua warga sekolah. Aktivitas ini akan dilaksanakan seminggu sekali. Tulisan yang telah dibaca, dikumpulkan secara rapi untuk dijilid dan disimpan di perpustakaan sekolah.

Antoro (2019), mengemukakan tiga tujuan pembelajaran menulis di sekolah, yakni pertama, sebagai sarana bagi siswa untuk memahami teks atau konsep keilmuan tertentu. Artinya, tema-tema kegiatan menulis harus selalu terkait dengan bidang keilmuan atau mata pelajaran yang sedang dipelajari siswa. Kedua, untuk mengkritisi informasi atau konsep tertentu yang sedang dipelajari siswa. Tujuan menulis diarahkan untuk mengasah kemampuan berpikir kritis siswa, berorientasi pada memecahkan masalah, dan meningkatkan kreativitas siswa. Ketiga, menghasilkan berbagai jenis tulisan yang sesuai dengan konteks keilmuan atau mata pelajaran yang sedang dipelajari.

Untuk mencapai harapan agar siswa memiliki keterampilan yang mumpuni dalam membaca, maka terdapat tiga faktor pendukung yang diperhatikan, yakni ketersediaan bahan bacaan, ketersediaan alokasi waktu, dan ketersediaan sarana penunjang.

Tugas kita, orang tua, sekolah dan masyarakat adalah mengupayakan keseimbangan ketiga faktor tersebut. Ketersediaan bahan bacaan berkenaan dengan bahan-bahan bacaan yang sesuai dengan tingkat umur dan tingkat kemampuan siswa. Ruang perpustakan atau taman-taman bacaan perlu diisi atau dilengkapi dengan aneka bahan bacaan. Semakin variatifnya bahan bacaan, tentu semakin menambah minat dan gairah untuk menimba sesuatu di dalamnya. Alokasi waktu dimaksudkan tersedianya alokasi waktu khusus bagi para siswa untuk membaca dan menulis. Sedapatnya, alokasi waktu terakomodir dalam rencana pembelajaran guru. Hal ini untuk mengingatkan guru agar tidak lupa memberikan waktu membaca dalam upaya membangun sikap dan perilaku membaca pada diri siswa.

Sarana Perpustakaan

Sarana yang dimaksudkan menyasar pada kelayakan dan ketersediaan tempat baca yang baik. Perpustakaan sekolah akan ditata apik, menyenangkan demi merangsang minat baca siswa. Juga akan ditempel gambar-gambar tokoh-tokoh hebat sebagai motivasi belajar pada dinding ruang kelas dan perpustakaan untuk menambah rasa ingin tahu siswa untuk membaca guna menemukan ilmu pengetahuan dalam buku. Di samping itu, akan ditulis kalimat-kalimat ajakan ataupun nasihat bijak tentang pentingnya membaca dan menulis dalam bahasa daerah setempat maupun dalam bahasa Indonesia, dan digantung pada tempat-tempat strategis di lingkungan sekolah untuk “mengingatkan” para siswa tentang pentingnya membaca dan menulis. Gambar para tokoh hebat dan kalimat-kalimat atau nasihat bijak berpetuah dimaksud berfungsi untuk menggerakkan hati para siswa untuk setia membaca setiap hari. Tampaknya agak idealis, namun untuk berhasil sesorang perlu belajar dari orang-orang besar, orang-orang hebat (imitatio).

Selain tiga faktor tersebut, hal lain yang dapat diupayakan adalah membangun kerja sama dengan perangkat desa untuk menciptakan rasa aman bagi belajar para siswa dalam lingkungan desa. Orang tua murid untuk ikut memberikan kontribusi nyata seperti, menyediakan bahan bacaan yang sesuai, mengatur waktu belajar di rumah, serta memberikan waktu atau mengijinkan anak untuk mengikuti secara baik pelaksanaan program literasi di sekolah. Kantor desa tidak saja menjadi pusat administrasi pemerintahan desa, namun “disulap” menjadi pusat informasi berbagai ilmu pengetahuan. Semua warga masyarakat akan dengan mudah mencari dan mendapatkan berbagai informasi tersebut melalui aktivitas membaca di kantor desa. Artinya, untuk keberhasilan gerakan literasi, semua unsur harus terlibat.(*)

Selasa, 13 Juni 2023

Kreativitas

 

Berada pada zaman sekarang berbagai tuntutan ditaruh di atas pundak setiap orang dengan tujuan agar orang (kita) terus siap dalam menjalani masa depan secara baik. Ada berbagai aspek pendorong yang minimal dipersiapkan. Salah satu di antaranya adalah kreativitas. Faktor kreativitas menjadi kunci utama sukses pada masa yang akan datang, terutama bagi generasi muda. Kreativitas selalu dipahami sebagai bentuk keterampilan lain yang ada dalam diri. Keterampilan lain ini tetap juga mempertimbangkan kita sebagai individu dan kelompok masyarakat.



Kreativitas menurut Rendra, memiliki tiga syarat utama, yakni cinta kasih atau api peduli, keterlibatan, dan nilai-nilai universal. Pertama, cinta kasih atau api peduli belumlah cukup, jika ia sekadar simpati. Ia bisa menghasilkan nilai apapun sampai memuncak pada pengejawantahan berupa tindakan nyata. Sebab membangun kesadaran itu lebih penting melalui konkritisasi tindakan. Musti ada perpaduan antara kesadaran dan aksi untuk menciptakan komitmen.

Kedua, keterlibatan yang mendalam dan dilakukan secara intens dan terus menerus akan menghasilkan perspektif atau paradigma tentang seberapa jauh dan seberapa banyak seseorang memperoleh pengalaman melalui perjumpaan dengan realitas yang sesungguhnya. Sangat bervariasi tentunya, jika masing-masing kita menjalani peran dan tugas sesuai profesi dan keahlian kita masing-masing. Cerita yang kita alami, bahkan kita perankan pun pasti berbeda atau beragam.

Ketiga, cinta kasih dan keterlibatan belum lah sempurna, apabila kita kerap mengingkari nilai-nilai universal. Nilai-nilai tersebut seharusnya tampak eksplisit melalui cinta kasih dan keterlibatan kita dalam realitas, seperti kejujuran, kesabaran, sikap pantang menyerah, sungguh-sungguh, suci, dan nilai-nilai universal lainnya. (*)

Selasa, 06 Juni 2023

Sukarno Putra Sang Fajar Berbintang Gemini


Sukarno lahir pada bulan enam, tanggal enam, jam setengah enam pagi tahun 1901 di Surabaya. Serba enam. Persis ketika itu meletusnya gunung Kelud di Jawa. Orang menafsirkannya sebagai pertanda baik karena menandai permulaan abad baru. Bahkan, adapun kepercayaan yang menganggapnya sebagai pertanda buruk. Sukarno sendiri menerima saja, "Adalah nasibku terbaik dilahirkan dengan bintang Gemini, lambang kekembaran. Dua sifat yang saling berlawanan. Aku bisa lunak dan bisa cerewet. Bisa keras laksana baja dan bisa lembut berirama. Pembawaanku adalah perpaduan dari pikiran sehat dan getaran perasaan. "

Suatu ketika, kala Sukarno masih kecil, ia sudah bangun pagi sekali. Di beranda rumahnya, ibunya menyapanya, "Engkau sedang memandang fajar, Nak. Ibu katakan padamu bahwa kelak engkau akan menjadi pemimpin dari rakyat kita karena ibu melahirkanmu di pagi hari saat fajar mulai menyingsing. Jangan kau lupakan itu, Nak bahwa engkau ini putra sang fajar."

(Bung Karno dan Pancasila, Ilham dari Flores untuk Nusantara, Nusa Indah, 2006).

Selemat hari lahir Bung Karno, Presiden pertama RI (*)