Halaman

Kamis, 17 Februari 2022

Merayakan Kairos, Pancawindu Uniflor 19 Juli 2020

Manusia selalu membuat dan memiliki sejarah, sehingga kerap disebut sebagai makhluk menyejarah. Dia selalu bergerak dalam suatu urutan waktu (kronos) maupun kairos, waktu yang paling penting untuk dihayati dalam perjalanan sejarah hidupnya. Ia menjadi momentum yang unik bagi orang perorang–pribadi, maupun kelompok untuk berhenti sejenak di titik itu, memberi “tanda” tentang perjalanannya. Kairos juga menjadi semacam batu pengilo menimbang seberapa berat (banyak) pribadi maupun kelompok bermanfaat bagi kepentingan masyarakat. Bahkan, momentum tersebut juga menjadi semacam kaca cermin untuk mengevaluasi derajat kualitas karya dan pelayanan yang telah dibuat. Di jedah itulah, sebagai makhluk dinamis akan merumuskan kiat, ide, dan cita-cita dengan strategi pencapaian dalam menapak setapak jalan yang ada di depan.

Universitas Flores sebagai sebuah lembaga pendidikan tinggi di Flores, pada tanggal 19 Juli 2020, menggapai usia Pancawindu atau 40 tahun berkarya.  Secara kelembagaan, institusi telah terakreditasi B. Semua fakultas dan program studi telah terakreditasi oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT). Ini artinya, masyarakat tidak perlu ragu atau khawatir mempercayakan putra-putrinya untuk melanjutkan kuliah di Universitas Flores.

Hingga saat ini, Universitas Flores memiliki tujuh fakultas, yaitu pertama: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, dengan tujuh program studi, antara lain (1) Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, (2) Program Studi Sejarah, (3) Program Studi Pendidikan Ekonomi, (4) Program Studi Pendidikan Matematika, (5) Program Studi Pendidikan Fisika, (6) Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, dan (7) Program Studi Pendidikan Biologi.

Kedua, Fakultas Hukum, dengan Program Studi Ilmu Hukum; Ketiga, Fakultas Teknik, dengan Program Studi Teknik Sipil, dan Arsitektur; Keempat, Fakultas Ekonomi, dengan program Studi Akuntansi, Manajemen, dan Studi Pembangunan; Kelima, Fakultas Pertanian, dengan Program Studi Agroteknologi; Keenam, Fakultas Bahasa dan Sastra, dengan Program Studi Sastra Inggris; dan Ketujuh, Fakultas Teknologi Informasi, dengan Program Studi Sistem Informasi.

Menuju puncak perayaan Pancawindu 40 Tahun Universitas Flores, telah dilaksanakan berbagai kegiatan. Pencanangan Pancawindu dimulai dengan misa Pencanangan tanggal 2 November 2019, berpusat di Gereja Santu Yoseph Onekore. Waktu itu, Pastor Paroki Onekore Pater Herman Sina, SVD (Almahrum), dalam khotbahnya menandaskan tentang mewujudkan “kekentalan persahabatan” dalam aneka karya. Uniflor sebagai lembaga ilmiah mesti terus mengepakkan sayap membantu masyarakat dan umat di tengah kegelisahan hidup yang terus saja menghantui mereka. Permintaan Pater Herman ketika itu adalah, Uniflor sebagai lembaga yang berada di wilayah Paroki Onekore, hendaknya mengambil bagian dalam perayaan ekaristi. Dan, bagai gayung bersambut, kesiapan tanggungan liturgi di paroki ini pun langsung mulai dilaksanakan beberapa waktu setelah itu. 

Sebelumnya, pada tanggal 26 Oktober 2019, panitia melaksanakan kuliah umum menghadirkan Pakar Hukum Tata Negara, Prof. Dr. Refly Harun. Dalam kesempatan tersebut, Rektor Universitas Flores, Dr. Simon Sira Padji, M.A., mengungkapkan bahwa Ende dan Uniflor ini menjadi semacam melting spot, tempat pertemuan juga peleburan berbagai budaya. Dengan iklim dan cuaca yang pas-pas, Ende juga Uniflor menjadi magnet tersendiri bagi orang, termasuk mahasiswa yang memilih Uniflor sebagai pilihan melanjutkan studi.

 

Menguatkan Sumpah

Memperingati Bulan Bahasa 2019, segenap civitas akademika Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) “menguatkan sumpah” dalam sebuah diskusi ringan di bawah tema “Sastra dan Ekolinguistik”. Diskusi yang dimoderatori oleh mahasiswa semester IV Anselmus Nong Sareng menghadirkan narasumber yang adalah dosen program studi antara lain: Dr. Yosef Demon, M. Hum., Dr. Petrus Pita, M.Hum, Dr. Veronika Genua, S.Pd., M.Hum, dan Dra. Maria Marietta Bali Larasati, M.Hum.

Pada kesempatan itu, bertempat di Anjungan Lantai 3 Gedung Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Jalan Sam Ratulangi Ende, warga PBSI fokus pada perbincangan untuk “menguatkan sumpah” dalam tindak berbahasa, terutama berusaha menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar di tengah persaingan bahasa daerah dan bahasa asing dengan ragam penggunaannya yang banyak pula. Secara khusus, penggunaan bahasa di media sosial yang kaya dengan singkatan dan akronim. Sampai di titik ini, warga PBSI mesti menjadi contoh atau sosok yang perlu ditiru dalam penggunaan bahasa. “Harapan ini akan menjadi kenyataan, jika kita semua dari hari ke hari terus menata dan mengasah kemampuan dan keterammpilan berbahasa kita”, tegas Ketua Program Studi PBSI Dr. Yosef Demon, M. Hum., di hadapan peserta diskusi. Jika demikian, maka kita pantas “menguatkan sumpah” untuk setia dan loyal mengkampanyekan tidak saja bahasa Indonesia, namun juga bahasa daerah sebagai wahana filosofis yang padat dengan pandangan dan modal sosial hidup masyarakat, lanjut Dr. Petrus Pita, M.Hum.

Doktor Veronika Genua, M.Hum, saat menjawab pertanyaan tentang kapling ekolinguistik, menjelaskan tentang bagaimana kita menghargai dan melestarikan lingkungan. Verni mengilustrasikan bahwa semesta ciptaan Tuhan telah dilengkapi dengan bahasa. Jika kita merawat alam atau semesta, maka kita sedang merawat bahasa. Sebab, bahasa juga menekankan tentang keberlanjutan sebagaimana manusia membicarakan kelestarian dan keberlanjutan alam dan kehidupannya. Dalam soal yang sama, Ibu Eta Larasati menekankan tentang kontribusi sastra dalam kehidupan mahasiswa. Mahasiswa mesti selalu menajamkan daya imajinasinya dalam berpikir dan bertindak, asal tetap dalam konteks yang positif dan produktif.

 

Parade Budaya dan Invitasi Bola EGDC

Segenap civitas akademika Uniflor melakukan parade budaya, dengan titik start Lapangan Pancasila Ende hingga Stadion Marilonga. Pesertanya adalah mahasiswa, dosen, dan karyawan enam belas program studi. Mereka menampilkan budaya khas dari semua etnik Flobamorata. Sebagai missal, Program Studi Guru Sekolah Dasar menampilkan budaya Lamaholot Lembata. Tampak di atas sebuah pick up, animasi gambar ikan Paus yang sangat menarik perhatian massa. Dilengkapi dengan asesori khas Lembata: kain tenun, topi yang terbuat dari daun lontar, siri, pinang, parang, tombak, dan lain sebagainya. Para peserta menyanyikan yel-yel di setiap singgahan. Di depan para juri dan penonton yang berjubel sepanjang jalur perjalanan. Hal yang sama juga terlihat dari tampilan program studi lain.

Setibanya di Stadion Marilonga, peserta dihibur oleh 1.600 penari kolosal. Mereka datang dari utusan masing-masing program studi. Peragaan bentuk dan modifikasi aneka tarian khas Flobamorata menjadi tontonan ribuan penonton yang sudah mengantre.

Saat setelah hiburan, dilangsungkan pembukaan invitasi Sepak Bola Ema Gadi Djou Cup. Menurut Ketua Umum Yayasan Perguruan Tinggi Flores, Dr. Lory Gadi Djou, invitasi sepak bola Ema Gadi Djou Cup adalah bagian dari napak tilas merunut kembali perjalanan pendiri lembaga Universitas Flores, yakni Bapak Herman Josef Gadi Djou. Beliau sendiri adalah sosok atau figur yang suka bermain bola.

Sebagaimana yang dikisahkan istri Almahrum, Mia Gadi Djou, dalam “Saita Kai Na” (tanpa tahun) bahwa pertemuan atau cinta mereka bersemi karena bola. “Kebetulan karena bola, kalau boleh saya menggunakan istilah ini untuk menggambarkan pertemuan saya dan Ema”, tulis mama Mia (hal. 23). Ema adalah pemain Bon Jogja dan PS GAMA. Hampir semua yang suka nonton bola pasti tahu Herman, karena Ema bermain sangat bagus dan pencetak gol (hal. 42). Karena bola pulalah Ema dikenal, dari pejabat, tukang becak, maupun pedagang di toko (hal. 25).

Cerita Mia Gadi Djou, dengan keterampilannya menggocek bola, maka baju klub gampang didapat untuk mahasiswa Flores. Tuturnya, terdapat dua klub elite Jogja yang kostum pemainnya hanya sekali dipakai langsung dibuang. Ema memulung kostum-kostum tersebut bagi mahasiswa (hal. 24). Lanjutnya, karena Ema adalah pencetak gol, maka setiap klub yang berhadapan dengan klub PS GAMA atau Bon Jogja selalu menghalau kelincahan Ema. Jika pertandingan tersebut ada taruhannya, akan lebih berhati-hati pemain lawan. Tentang ini, Mia Gadi Djou menulis, “Suatu kali di sebuah pertandingan di Jogja, saat turun minum (istirahat), seorang bapak datang bertemu, minta supaya Ema jangan lagi memasukkan gol. Karena taruhannya 1–2. Ema susah menolak karena kalau tambah 1 gol berarti bapak ini melarat bersama keluarganya. Ema berdoa, semoga Tuhan berkenan mengatur yang terbaik. Dan, Tuhan memang mengatur yang terbaik, karena bapak penjudi itu tidak bangkrut, dan Ema tidak punya beban. Lantas, si Bapak memeluk Ema dan bertanya mau minta apa, Ema menjawab: yang penting bapak dan keluarga senang (hal. 25).

Itulah mengapa invitasi sepak bola EGDC menjadi momentum mengenang dan terus menghidupi figur bola yang satu ini. Tentu tidak sekadar mencari bibit-bibit bola tanah Ende Sare Lio Pawe. Lebih dari itu, invitasi ini juga menjadi kaca cermin mengukur derajat kemajuan sepak bola kita.

Rangkaian acara menuju puncak Pancawindu terus bergulir. Ada Jalinan Kasih di bawah koordinasi Ibu Sri Hartati Gadi Djou, melalui kegiatan sosial karitatif dengan mengunjungi Panti Asuhan dan keluarga-keluarga fakir miskin di Kota Ende, yang dilaksanakan pada 14–16 Desember 2019. Setelah itu dilangsungkan konser Natal pada 19 Desember 2019, bertempat di Auditorium H.J. Gadi Djou. Dan, masih banyak lagi kegiatan yang telah dilaksanakan panitia di tengah pagebluk Covid-19, termasuk melaksanakan wisuda daring, 18 Juli 2020. Selamat ulang tahun Universitas Flores.(*)

 



[1] Artikel ini dimuat pada https://florespos.co.id/berita/detail/merayakan-kairos--pancawindu-uniflor-19-juli-2020

Jumat, 11 Februari 2022

Puisi Memandangmu & Di Pantai Ende

Memandangmu (1)


memandangmu tak berkedip

dari puncak bukit Wongge

hamparan laut Sawu

palung menangkar ikan dan biota laut

tempat mengail nafkah para petualang bahari


akan kuceriterakan kepada anak-anakku di ruang kelas

saat diskusi tentang dunia bahari

yang luas tak bertepi

juga tentang engkau nelayan 

yang setia melempar pukat dan sauh


akan kujawab pertanyaan siswa dengan kejujuran

tentang dedikasi, semangat, dan kerja keras

darimu yang tanpa patah asa

mengarungi ombak biru pagi malam

demi asupan protein generasi bangsa.


setelah itu aku pulang

menceriterakan kepada istri dan anak

tentang keringat yang menetes pekat

luruh pelan dari petambak garam 

yang hasilnya dinikmati di atas meja makan

tapi hidupnya pas-pasan


itu semua dari laut sayang

demi kesehatan bangsa


dan akan kuajarkan tentang makna kesabaran dan ketabahan 

juga tentang kesuksesan yang tidak datang sendiri.

pun tentang keramahan menjaga ekosistem bahari

kepada semua mereka yang mencintai laut

agar masa depan anak bangsa lestari.

(*)



Di Pantai Ende


di pantai Ende

ikan-ikan berkeriapan


ada seorang nelayan datang bercerita

tentang musim melaut

yang selalu membuat jala terkoyak

penuh rezeki melimpah


di suatu pagi ketika pulang melaut

di musim tenggara

seorang lagi bercerita

tentang kail dan umpan

yang tak pernah bersarang semalam suntuk


keduanya bersua

melukis kisah di pasir pantai Ende

memeterai terima kasih di atas riak arus selatan

bahwa rahmat Tuhan selalu disyukuri (*)


____________________

Puisi Memandangmu dan Di Pantai Ende dimuat dalam Antologi Puisi Maritim: Tarian Laut, yang diterbitkan oleh Penerbit Kanisius Yogyakarta (2022)









Manusia Makhluk Menyejarah


Manusia itu memiliki sejarah (menyejarah). Ia selalu bergerak dalam suatu urutan waktu (khronos), maupun kairos, waktu yang penting dalam sejarah perjalanannya.

Manusia adalah makhluk yang suka bercakap-cakap, bahkan menghabiskan waktunya untuk bercerita, mulai dari hal-hal yang remeh temeh hingga hal-hal yang besar urgensif. Manusia juga adalah makhluk yang berhasil membangun dunia dan lingkungannya melalui bahasa.

Manusia juga suka atau gemar bermain-main dengan bahasa (homo ludens). Salah satu ciri rancang bangun bahasa adalah ketika manusia dapat berbicara tentang masa lalu atau masa lampaunya, masa kini, rencana atau menghayal dan bermimpi tentang masa depannya. Ia dapat membuat skenario untuk mempersiapkan diri tentang apa yang mungkin terjadi.

Manusia sebagai homo symbolicum, mencipta lambang untuk mempresentasikan konsep, gagasan, maupun pengalamannya secara abstrak.

Manusia juga adalah makhluk homo sapiens, makhluk berpikir atau pemikir bijak yang selalu menyadari keberadaannya. Sebagai makhluk acapkali mempertanyakan keberadaannya atau eksistensinya.

Manusia itu unik---sebagai kelompok maupun unik sebagai pribadi---orang perorang. Secara pribadi, manusia ibarat sebuah "bab" penting dalam kitab/buku dalam sejarah umat manusia, dan bab itu tak tergantikan (*)

Senin, 17 Januari 2022

Ekonomi Hijau dan Sastra Hijau

Pemanfaatan dan eksploitasi sumber daya alam mengatasnamakan kesejahteraan manusia, namun tidak diimbangi dengan upaya konservasi, tampaknya mulai memperlihatkan dampak buruk terhadap keberlangsungan lingkungan hidup. Jika kondisi ini begini adanya, maka tidak saja mengancam keawetan lingkungan alam, melainkan mengancam juga keberlangsungan hidup umat manusia. Isu tentang lingkungan hidup menjadi isu yang kian pelik, baik di level pusat maupun lokal. Ekonomi Hijau merupakan sebuah keniscayaan sebagai solusi dari ancaman kehancuran peradaban yang disebabkan oleh pencemaran dan kerusakan lingkungan.

Ekonomi Hijau (Green Economy) adalah personifikasi memperjuangkan isu Ekonomi Hijau di tengah kehidupan masyarakat. Jargon Ekonomi Hijau mendorong masyarakat untuk merevolusi proses pembangunan yang dilaksanakan, termasuk revolusi "life style", perubahan gaya hidup. Dengan begitu, jargon Ekonomi Hijau memicu tumbuhkembangnya sikap dan perilaku hidup yang pro lingkungan.
        Buku Ekonomi Hijau memaparkan tentang paradigma pembangunan yang didasarkan kepada efisiensi pemanfaatan sumber daya, pola konsumsi dengan produksi yang berkelanjutan, serta internalisasi biaya-biaya lingkungan dan sosial (Surna Tjahja Djajadiningrat, 2011, Penerbit Rekayasa Sains Bandung. 
     Sastra Hijau: Di Indonesia dan Malaysia  dalam Kajian Ekokritik dan Ekofeminis (Cantrik Pustaka Yogyakarta, 2021), menyentak kita untuk menumbuhkan niat, ikhtiar, keterlibatan semua pemangku kepentingan dan semua kita untuk terlibat mewariskan bumi yang baik, awet, teduh, lestari, juga "Hijau" kepada generasi mendatang. Agar ia menjadi rumah bersama yang indah. Karena itu, dibutuhkan semacam pertobatan ekologis untuk merawat dan menyelamatkan bumi. 

Jumat, 15 Oktober 2021

Beda Penelitian Alam dan Sosial

Semua pengetahuan harus memenuhi tiga hakikat substansial, yakni (1) empirically grounded; (2) universally bounded; (3) value-free. Tiga hal ini menandaskan adanya perbedaan yang signifikan antara penelitian terhadap obyek ilmu sosial dan ilmu kealaman. Perbedaan kedua obyek penelitian demikian tercermin dari dua mazhab atau aliran yang berbeda. Aliran pertama, yang dialiri oleh sarjana Anglo-Saxon, sekitar tahun 1940–1950-an, dipelopori oleh Hempel dan Nagel mengkonsentrasikan dirinya untuk menganalisis metode-metode disiplin humanistik seperti kaum positivis dengan cara penyatuan ilmu (a unified science). Aliran kedua dimotori oleh Wittgenstein, Austin, dan para filsuf bahasa ordinary lainnya. Mereka berpendapat bahwa ilmu-ilmu mempunyai keunikan fenomena tingkah laku manusia dan memiliki tujuan tertentu. Wittgenstein akhirnyua menempatkan ilmu social sebagai sebagai “perluasan konseptual dari filsafat” (as a conceptual extension of philosophy).

Menjembatani dua  aliran di atas, maka tradisi pemikiran kontinental diusung karena dianggap sangat memperhatikan karakter dasar pemikiran sosial. Tradisi ini telah menentang penggunaan metode naturalistic yang tidak kualified diterapkan pada ilmu-ilmu sosial dengan argumentasi bahwa penelitian social menuntut penggunaan metode-metode yang obyektif. Satu dari tradisi ini adalah “hermeneutika fenomenologi” melalui peleburan interpretasi (hermeneutika) dengan prosedur-prosedur fenomenologi yang dirancang oleh Husserl. Sumbangsih dasariah ini selanjutnya dikembangkan oleh Paul Ricoeur yang menggunakan pendekatan hermeneutika fenomenologi yang dipengaruhi oleh gagasan-gagasan Freud dan Saussura. Secara khusus, tradisi kontinental yang mengarahkan dirinya terhadap problem-problem ilmu sosial adalah teori kritik sosial yang diilhami oleh Kant, Hegel, dan Marx yang pada dasarnya berusaha untuk mengkonstruksi teori masyarakat dengan menitikkan pada momen kritik.

Perkembangan terakhir yang mencoba memberikan sumbangan terhadap pengembangan cakrawala ilmu sosial adalah dimasukkannya filsafat bahasa. Argumentasi yang dikedepankan bahwa  bahasa tidak saja sebagai “struktur dalam” yang berada di luar kita yang berfungsi sebagai pemeri berbagai kejadian, melainkan dipandang sebagai “medium praktis” yang memungkinkan individu berpartisipasi dalam kehidupan di dunia. (hlmn. 4). Bahasa hidup dan hadir secara nyata dan secara empirik dalam kehidupan bermasyarakat. Nyata karena dilatari konteks; ada penutur dan mitra tutur, tempat, situasi, dan tujuan tutur, yakni nilai-nilai (Hymes, 1977, dalam Mbete, 2004. 29). Lebih dari itu, bahasa telah mampu memasuki dan menjadi sarana berpikir dan pengungkap pikiran dalam pelbagai aspek kehidupan.

            Dalam perspektif yang berbeda, “medium” dikonsepsikan Ricoeur sebagai aspek being. Bahasa menjadi titik awal dan bukan titik akhir dari penelitian, karena fenomenologi bergerak menuju ontologi melalui interpretasi simbol dan teks. (hlmn.5). Ricoeur sangat konsen terhadap fenomena bahasa yang berbeda dari tradisi Anglo-Saxon. Dia lebih menekankan bahwa bahasa tidak sebagai objek akhir dan sekedar instrumen kehidupan sosial.

            Perjumpaan dengan medium bahasa ini, menghasilkan sebuah sintesis baru yang kemudian bermuara pada tiga aliran filsafat, yakni filsafat bahasa ordinari, hermeneutika fenomenologi, dan hermeneutika kritik atau teori kritik. Ketiga aliran filsafat ini menjadi kekuatan dalam membangun pemahaman yang eklektik tentang bahasa dalam korelasinya dengan pencandraan kehidupan sosial. Pada dataran metodeologi, ketiga filsafat di atas berbeda. Filsafat bahasa ordinari dikomandani oleh Wittgenstein, menekankan masalah pemahaman. Bagaimana bahasa dipahami sebagai potret realitas. Pemahaman demikian tidak dipisahkan dari pemahaman explanation fenomenologis yang dikembangkan oleh Ricoeur, dan critique yang ditegaskan oleh Habermas. Habermas memunculkan interpretasi mendalam (depth interpretation), untuk sebuah kritik yang lebih mendalam dan komperhensif terhadap kehidupan sosial sebagai subjek dan objek kehidupan itu sendiri.

            Dalam kawasan penelitian komparatif demikian, diajukan rancangan konstruktif yang disebut dengan “critical hermeneutics”, upaya elaboratif teori kritik dan dan teori rasional untuk memahami tindakan manusia.


Sumber: Filsafat Bahasa dan Hermeneutik. John B. Thompson. Penerjemah Abdullah Khozin Afandi. 2005. Surabaya. Pn.Visi Humanika.

 

 

 


Kamis, 14 Oktober 2021

Hujan, Banjir, dan Sampah

     Beberapa hari terakhir ini, NTT, termasuk wilayah Kabupaten Ende diguyur hujan lebat. Siapapun pasti bersyukur atas rahmat terindah Sang Empunya kehidupan yang telah merahmati bumi dan tanah dengan air hujan. Tentu ini merupakan hujan berkat dalam sisi pandang keyakinan. Di tengah aktivitas dan kesibukan para petani ladang melakukan persiapan membuka lahan baru untuk musim tanam tahun ini, hujan berhari-hari dalam musim persiapan tersebut menghadirkan ketidaknyamanan pada diri petani. Bahwa apakah lahan baru yang sedang digarap bisa dituntaskan atau tidak. Hujan mendahului musim tanam  (dalam hitungan kalender petani) akan mengurangi intensitas curah hujan di musim tanam hingga musim tumbuh, tunas, dan buah tanaman-tanaman petani.

Jika hujan berlebihan pada musim pratanam, apakah menjadi tanda fenomena gagal tanam sekaligus gagal panen tahun ini? Sebagai anak petani, sekian tanya demikian spontan kita rasakan dalam denyut nadi dan guratan kecemasan yang tergaris di wajah mereka, bahkan tersimpan kuat dalam memori para petani tentang hujan deras di bulan-bulan seperti ini.

 Masing-masing kita juga para petani punya alasan tentang ini. Ada ceritera komunal tentang kepercayaan budaya etnik tertentu di pulau ini akan pelanggaran sumpah atau pantang oleh sebagian masyarakat petani tentang menanam tanaman-tanaman tertentu yang dilarang di wilayah itu. Tanaman-tanaman tertentu tersebut hanya bisa ditanam di wilayah yang lain. Pelanggaran demikian akan memunculkan sanksi kultural, misalnya turunnya hujan deras di bulan-bulan seperti ini. Namun, yang pasti hujan apapun intensitasnya merupakan bagian kehadiran dari siklus kehidupan kita umat manusia. Sebab, hujan mendatangkan mata air kehidupan. Tidak saja bagi petani, tetapi bagi umat manusia sebagai komunitas untuk tetap hidup.

Hujan besar dan berakibat banjir, menimbulkan korban, baik material dan korban jiwa merupakan sesuatu yang tidak menyenangkan. Terutama yang sedang dialami oleh para warga kota yang rumahnya dimasuki banjir, lorong-lorong ditumpuki lumpur, tembok penyokong rumah, maupun fasilitas umum jalan raya rusak, dan kerugian lain akibat banjir. Banjir yang melanda kota Ende, misalnya, terutama pada bagian selatan Jalan Nenas, Perumnas, sepanjang Jalan Gatot Subroto, dan Jalan Ahmad Yani merupakan wilayah terendah sasaran banjir.

Mobilitas warga dan kecepatan pemanfaatan lahan untuk perumahan warga yang semakin padat di bagian utara, berkonsekuensi pada semakin banyak aliran air banjir menuju titik-titik jalan tadi, apalagi pengadaan pemukiman tidak diikuti dengan penyediaan daerah-daerah resapan. Maka, peran  dan tanggung jawab pemerintah daerah untuk mengatur dan menyediakan sanitasi dan saluran air (banjir) yang memadai sebagai antisipasi banjir di musim hujan. Got-got air yang diperkirakan tidak bisa menampung banjir yang besar perlu diperbaiki, atau dibersihkan. Kita secara khusus warga korban banjir amat menyesali kebijakan pemimpinnya, bila penanganan banjir tidak dilakukan dengan optimal demi menghindari atau paling kurang meminimalisir dampak ikutan dari banjir itu sendiri. Warga masyarakat pun terus menggalang kerja sama untuk membersihkan lingkungan di sekitar rumah masing-masing.

Perilaku Masyarakat

Pada soal yang lain, secara akal sehat, jika kita mengamati dan menelusuri penyebab banjir (hampir terdapat di semua wilayah), maka kita mendapati satu simpul masalah akut lain, yakni soal perilaku masyarakat membuang sampah. Tentang perilaku hidup sehat, inklud perilaku membuang sampah masih menjadi momok dalam kehidupan sosial.  Bayangkan, jika banjir meluap sampai ke badan jalan dan meluberi rumah-rumah warga karena perilaku tak terpuji warga lain yang seenak perut memanfaatkan parit atau got sebagai tempat membuang sampah. Bahkan, sampah-sampah yang tidak layak dan jorok, semisal pampers bayi, popok, tikar, kasur bekas, kain-kain bekas, dan lain-lain. Bahkan, terdapat perilaku menjadikan parit atau got sebagai tempat menahan atau menjaring pasir.

Sampai di titik ini, rupanya perilaku tentang membuang sampah pada tempatnya masih menjadi pengajaran serius dan prioritas di tengah kehidupan kita. Lantas, apakah pemerintah harus menggelontorkan dana untuk sosialisasi tentang perilaku ini? Tentu tidak. Sebagai warga yang baik kita musti memiliki perilaku dan sikap yang sama bahwa ketika membuang sampah di titik tertentu berakibat fatal bagi sesama saudara di titik yang lain. Oleh sebab itu, kalau semua warga menyadari betul dampak yang akan ditimbulkan dari perilaku seperti ini, maka peran dan tanggun jawab sosial turut diamalkan dalam kehidupan bermasyarakat. (*)

 



[1] Muat di Pos Kupang, 28 September 2021

Kamis, 16 September 2021

Menjadi Pemimpin Masa Depan


 A.      Pengantar

Sekarang Anda sedang dalam satu masa transisi atau masa peralihan. Dari masa SMA/SMK ke perguruan tinggi. Masa transisi itu sangat dipengaruhi oleh perilaku atau tangka laku, tindak tanduk. Namun, satu hal yang pasti bahwa sebagai mahasiswa Anda memiliki potensi, kemampuan, energi yang musti dikembangkan untuk mencapai kesuksesan. Oleh karena itu, pilihan Anda untuk melanjutkan kuliah di Prodi ini adalah pilihan yang tepat. Sebuah pilihan yang tidak salah, dan itu musti diikuti dengan komitmen dan konsistensi, ikhtiar yang baik agar cita-cita yang Anda dan orangtua Anda inginkan dapat tercapai. Ya…, agak sentimental sedikit saya mengucapkan bahwa Anda sudah jatuh cinta dengan kami, terutama dengan Prodi Pendidikian Ekonomi.

Saya menyebut mahasiswa sebagai subyek berkelimpahan, sebab (1) terus-menerus membangun penalaran melalui diskusi, debat, (2) selalu mempertanyakan sesuatu (penasaran), (3) membangun perilaku rohani, dan (4) berkerja sama dengan orang lain.

Memang, ada banyak faktor yang berpengaruh dalam mencapai kesuksesan. Faktor modal kapital (uang/doi), pertemanan/relasi, lingkungan, motivasi, dan waktu. Faktor-faktor ini hendaknya Anda kenali dengan baik agar masa studi Anda menjadi lebih sukses. Manfaatkan waktu sebaik mungkin. Sisahkan sedikit dari banyak mwaktu Anda untuk menerabas ilmu pengetahuan.

B.  Filsafat Bunga Teratai

Tokoh pendidikan–Ki Hajar Dewantoro, dalam filsafat Bunga Teratai, meletakkan tiga sikap atau prinsip dasar seorang pemimpin pendidikan. Ing ngarso sung tulodo, Ing madya mangun karsa, Tut wuri handayani. Sikap-sikap pendidikan ini secara implisit seaspirasi dengan apa yang termuat dalam  pembukaan UUD 1945, juga dalam UU No.30/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Selain sebagai pendidik, guru adalah pengajar yang nota bene adalah pemimpin pendidikan, walaupun dalam sebuah ruang lingkup yang sangat terbatas. Prinsip ing ngarso sung tulodo: di depan pemimpin harus memberikan contoh/teladan yang baik, ing madya mangun karso: di tengah pemimpin selalu membangkitkan semangat, dan tut wuri handayani: dari belakang pemimpin selalu memberikan dorongan. Dengan demikian, mesti adanya keyakinan para pemimpin pendidikan bahwa  dalam sebuah impitan krisis ekonomi yang tidak memiliki ending yang jelas, tetapi para orang tua rela dan masih tegar membiayai sebuah generasi, sebuah zaman yang akan melanjutkan kepemimpinan bangsa ini.

C.  Gaya Pemimpin

Menjadi pemimpin yang ideal tentu diharapkan semua orang. Peluang sangat terbuka untuk mencapai sebuah kesempurnaan dalam memimpin. Entah itu sebuah organisasi, lembaga pemerintahan, lembaga swasta atau apapun namanya. Bawahan tentu akan menaruh respon dan sikap positif jika pemimpinnya menjalankan tugas dan tanggung jawabnya secara baik.

Berikut empat gaya/style pemimpin yang bisa dipakai dalam memimpin.

Style 1

Directing

leader memberikan arahan-arahan dan mengawasi penyelesaian seluruh aktivitas secara dekat

Style 2

Coaching

disamping memberikan arahan dan mengawasi penyelesaian aktivitas, juga memberikan penjelasan cara mengambil sikap, memberikan usulan yg tepat dan mensupport setiap progress

Style 3

Supporting

leader memfasilitasi dan mensupport upaya anggotanya dalam menyelesaikan tugas serta melibatkan mereka dalam pengambilan keputusan

Style 4

Delegating

leader melakukan rotasi/pendelegasian tanggung jawab dalam pengabilan keputusan dan penyelesaian masalah.

 

Tampubolon (2005) mengedepankan lima syarat menjadi pemimpin pendidikan yang berkualitas. Syarat-syarat ini menjadi bagian dari permenungan kita untuk menjadikan aspek pendidikan sebagai idola, karena kita terpilih menjadi pemimpin pendidikan, pemimpin masa depan bangsa, yang tentunya punya ikhtiar yang sama membangun pendidikan Indonesia yang bermutu. Pertama, visioner, pemimpin pendidikan perlu merumuskan visi, misi, dan nilai dasar (prinsip) yang menjadi pedoman dalam mencapai tujuan. Yang paling penting dalah visi, misi dan prinsip dasar itu perlu disosialisasikan kepada seluruh sumber daya manusia  pada lembaga pendidikan tersebut agar semua memahami dan menjadikannya sebagai pedoman pelaksanaan semua tugas.

Kedua, integritas, pemimpin pendidikan hendaknya mempunyai integritas, baik dalam kepribadian, keluarga, masyarakat juga dalam profesi keilmuan, moralitas dan hukum. Oleh karena itu, pemimpin pendidikan yang bermutu akan selalu tampil berwibawa dan penuh keteladanan. Ketiga, pemersatu, pemimpin pendidikan mestinya menjadi pemersatu berbagai keberragaman perilaku dan kepribadian segenap sumber daya manusia yang dipimpinnya. Semestinya mengakomodir berbagai persoalan yang terjadi tanpa melihat siapa dia yang menghadapi masalah tersebut. Keempat, pemberdaya, pemimpin pendidikan yang senantiasa memberikan kesempatan serta mendorong sumber daya manusia yang dipimpinya untuk meningkatkan kemampuan dan karir mereka; di samping memfasilitasi dan memberi motivasi.

Kelima, pengendali, RE (Ratio Emosi). Pemimpin harus mampu mengendalikan ratio-emosi. Pemimpin yang emotif cenderung menimbulkan konflik, sebaliknya pemimpin yang terlalu mengandalkan ratio juga sering sulit mengakomodasi perasaan orang lain sehingga dapat menimbulkan sifat apatis yang menyebabkan keterpaduan sinregis tak tercapai. Tentang pemimpin, John C.Maxwell berpetuah, Kata yang paling tidak penting adalah Aku. Kata yang paling penting adalah Kita. Dua kata yang paling penting adalah Terima Kasih. Tiga kata yang paling penting adalah semua sudah dimaafkan.  Empat kata yang paling penting adalah Apa Sebenarnya Pendapat Anda. Lima kata yang paling penting adalah Anda sudah menyelesaikan pekerjaan hebat, dan Enam kata yang paling penting adalah Aku ingin memahami Anda lebih baik. Dan, kita  berani berkata, Anda adalah orang yang penting bagi saya.

Keahlian seorang leader, antara lain (1) keterbukaan, terus terang dan apa adanya; (2) empati, tempatkan diri anda seolah anda berada dalam posisi lawan bicara anda; (3) tegas, selalu berdiri diatas kebenaran, tanpa pandang bulu; (4) suka menolong, bereaksi positif terhadap inisiatif orang, dan (5) pengambil keputusan, mengambil sikap posisi kepemimpinan dalam situasi yang menentukan.

Oleh karena itu, dibutuhkan kepemimpinan yang baik, seperti (1) interpreting, mampu menginterpretasikan atau memvisualisasikan suatu kondisi internal maupun eksternal yang akan berdampak pada tim, (2) shaping, mampu memberikan gambaran tentang visi dan strategi  untuk memberikan arti bagi kerja tim, (3) mobilising, mampu memobilisasi para individu dalam tim dengan ide, kemampuan dan nilai masing-masing anggota yang  berbeda  untuk membangun sebuah tim, dan (4) inspiring, mampu memberikan inspirasi kepada orang dalam mencapai hasil. (*)



[1]  Disampaikan dalam Kegiatan LKTD bagi mahasiswa Prodi Pendidikan Ekonomi, di Anjungan Prodi Pendidikan Ekonomi, Universitas Flores Jalan Sam Ratulangi Ende, Kamis, 26 Mei 2021.

[2] Wakil Dekan Akademik FKIP Universitas Flores, Dosen tetap Prodi PBSI Universitas Flores.