Halaman

Kamis, 17 Februari 2022

Merayakan Kairos, Pancawindu Uniflor 19 Juli 2020

Manusia selalu membuat dan memiliki sejarah, sehingga kerap disebut sebagai makhluk menyejarah. Dia selalu bergerak dalam suatu urutan waktu (kronos) maupun kairos, waktu yang paling penting untuk dihayati dalam perjalanan sejarah hidupnya. Ia menjadi momentum yang unik bagi orang perorang–pribadi, maupun kelompok untuk berhenti sejenak di titik itu, memberi “tanda” tentang perjalanannya. Kairos juga menjadi semacam batu pengilo menimbang seberapa berat (banyak) pribadi maupun kelompok bermanfaat bagi kepentingan masyarakat. Bahkan, momentum tersebut juga menjadi semacam kaca cermin untuk mengevaluasi derajat kualitas karya dan pelayanan yang telah dibuat. Di jedah itulah, sebagai makhluk dinamis akan merumuskan kiat, ide, dan cita-cita dengan strategi pencapaian dalam menapak setapak jalan yang ada di depan.

Universitas Flores sebagai sebuah lembaga pendidikan tinggi di Flores, pada tanggal 19 Juli 2020, menggapai usia Pancawindu atau 40 tahun berkarya.  Secara kelembagaan, institusi telah terakreditasi B. Semua fakultas dan program studi telah terakreditasi oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT). Ini artinya, masyarakat tidak perlu ragu atau khawatir mempercayakan putra-putrinya untuk melanjutkan kuliah di Universitas Flores.

Hingga saat ini, Universitas Flores memiliki tujuh fakultas, yaitu pertama: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, dengan tujuh program studi, antara lain (1) Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, (2) Program Studi Sejarah, (3) Program Studi Pendidikan Ekonomi, (4) Program Studi Pendidikan Matematika, (5) Program Studi Pendidikan Fisika, (6) Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, dan (7) Program Studi Pendidikan Biologi.

Kedua, Fakultas Hukum, dengan Program Studi Ilmu Hukum; Ketiga, Fakultas Teknik, dengan Program Studi Teknik Sipil, dan Arsitektur; Keempat, Fakultas Ekonomi, dengan program Studi Akuntansi, Manajemen, dan Studi Pembangunan; Kelima, Fakultas Pertanian, dengan Program Studi Agroteknologi; Keenam, Fakultas Bahasa dan Sastra, dengan Program Studi Sastra Inggris; dan Ketujuh, Fakultas Teknologi Informasi, dengan Program Studi Sistem Informasi.

Menuju puncak perayaan Pancawindu 40 Tahun Universitas Flores, telah dilaksanakan berbagai kegiatan. Pencanangan Pancawindu dimulai dengan misa Pencanangan tanggal 2 November 2019, berpusat di Gereja Santu Yoseph Onekore. Waktu itu, Pastor Paroki Onekore Pater Herman Sina, SVD (Almahrum), dalam khotbahnya menandaskan tentang mewujudkan “kekentalan persahabatan” dalam aneka karya. Uniflor sebagai lembaga ilmiah mesti terus mengepakkan sayap membantu masyarakat dan umat di tengah kegelisahan hidup yang terus saja menghantui mereka. Permintaan Pater Herman ketika itu adalah, Uniflor sebagai lembaga yang berada di wilayah Paroki Onekore, hendaknya mengambil bagian dalam perayaan ekaristi. Dan, bagai gayung bersambut, kesiapan tanggungan liturgi di paroki ini pun langsung mulai dilaksanakan beberapa waktu setelah itu. 

Sebelumnya, pada tanggal 26 Oktober 2019, panitia melaksanakan kuliah umum menghadirkan Pakar Hukum Tata Negara, Prof. Dr. Refly Harun. Dalam kesempatan tersebut, Rektor Universitas Flores, Dr. Simon Sira Padji, M.A., mengungkapkan bahwa Ende dan Uniflor ini menjadi semacam melting spot, tempat pertemuan juga peleburan berbagai budaya. Dengan iklim dan cuaca yang pas-pas, Ende juga Uniflor menjadi magnet tersendiri bagi orang, termasuk mahasiswa yang memilih Uniflor sebagai pilihan melanjutkan studi.

 

Menguatkan Sumpah

Memperingati Bulan Bahasa 2019, segenap civitas akademika Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) “menguatkan sumpah” dalam sebuah diskusi ringan di bawah tema “Sastra dan Ekolinguistik”. Diskusi yang dimoderatori oleh mahasiswa semester IV Anselmus Nong Sareng menghadirkan narasumber yang adalah dosen program studi antara lain: Dr. Yosef Demon, M. Hum., Dr. Petrus Pita, M.Hum, Dr. Veronika Genua, S.Pd., M.Hum, dan Dra. Maria Marietta Bali Larasati, M.Hum.

Pada kesempatan itu, bertempat di Anjungan Lantai 3 Gedung Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Jalan Sam Ratulangi Ende, warga PBSI fokus pada perbincangan untuk “menguatkan sumpah” dalam tindak berbahasa, terutama berusaha menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar di tengah persaingan bahasa daerah dan bahasa asing dengan ragam penggunaannya yang banyak pula. Secara khusus, penggunaan bahasa di media sosial yang kaya dengan singkatan dan akronim. Sampai di titik ini, warga PBSI mesti menjadi contoh atau sosok yang perlu ditiru dalam penggunaan bahasa. “Harapan ini akan menjadi kenyataan, jika kita semua dari hari ke hari terus menata dan mengasah kemampuan dan keterammpilan berbahasa kita”, tegas Ketua Program Studi PBSI Dr. Yosef Demon, M. Hum., di hadapan peserta diskusi. Jika demikian, maka kita pantas “menguatkan sumpah” untuk setia dan loyal mengkampanyekan tidak saja bahasa Indonesia, namun juga bahasa daerah sebagai wahana filosofis yang padat dengan pandangan dan modal sosial hidup masyarakat, lanjut Dr. Petrus Pita, M.Hum.

Doktor Veronika Genua, M.Hum, saat menjawab pertanyaan tentang kapling ekolinguistik, menjelaskan tentang bagaimana kita menghargai dan melestarikan lingkungan. Verni mengilustrasikan bahwa semesta ciptaan Tuhan telah dilengkapi dengan bahasa. Jika kita merawat alam atau semesta, maka kita sedang merawat bahasa. Sebab, bahasa juga menekankan tentang keberlanjutan sebagaimana manusia membicarakan kelestarian dan keberlanjutan alam dan kehidupannya. Dalam soal yang sama, Ibu Eta Larasati menekankan tentang kontribusi sastra dalam kehidupan mahasiswa. Mahasiswa mesti selalu menajamkan daya imajinasinya dalam berpikir dan bertindak, asal tetap dalam konteks yang positif dan produktif.

 

Parade Budaya dan Invitasi Bola EGDC

Segenap civitas akademika Uniflor melakukan parade budaya, dengan titik start Lapangan Pancasila Ende hingga Stadion Marilonga. Pesertanya adalah mahasiswa, dosen, dan karyawan enam belas program studi. Mereka menampilkan budaya khas dari semua etnik Flobamorata. Sebagai missal, Program Studi Guru Sekolah Dasar menampilkan budaya Lamaholot Lembata. Tampak di atas sebuah pick up, animasi gambar ikan Paus yang sangat menarik perhatian massa. Dilengkapi dengan asesori khas Lembata: kain tenun, topi yang terbuat dari daun lontar, siri, pinang, parang, tombak, dan lain sebagainya. Para peserta menyanyikan yel-yel di setiap singgahan. Di depan para juri dan penonton yang berjubel sepanjang jalur perjalanan. Hal yang sama juga terlihat dari tampilan program studi lain.

Setibanya di Stadion Marilonga, peserta dihibur oleh 1.600 penari kolosal. Mereka datang dari utusan masing-masing program studi. Peragaan bentuk dan modifikasi aneka tarian khas Flobamorata menjadi tontonan ribuan penonton yang sudah mengantre.

Saat setelah hiburan, dilangsungkan pembukaan invitasi Sepak Bola Ema Gadi Djou Cup. Menurut Ketua Umum Yayasan Perguruan Tinggi Flores, Dr. Lory Gadi Djou, invitasi sepak bola Ema Gadi Djou Cup adalah bagian dari napak tilas merunut kembali perjalanan pendiri lembaga Universitas Flores, yakni Bapak Herman Josef Gadi Djou. Beliau sendiri adalah sosok atau figur yang suka bermain bola.

Sebagaimana yang dikisahkan istri Almahrum, Mia Gadi Djou, dalam “Saita Kai Na” (tanpa tahun) bahwa pertemuan atau cinta mereka bersemi karena bola. “Kebetulan karena bola, kalau boleh saya menggunakan istilah ini untuk menggambarkan pertemuan saya dan Ema”, tulis mama Mia (hal. 23). Ema adalah pemain Bon Jogja dan PS GAMA. Hampir semua yang suka nonton bola pasti tahu Herman, karena Ema bermain sangat bagus dan pencetak gol (hal. 42). Karena bola pulalah Ema dikenal, dari pejabat, tukang becak, maupun pedagang di toko (hal. 25).

Cerita Mia Gadi Djou, dengan keterampilannya menggocek bola, maka baju klub gampang didapat untuk mahasiswa Flores. Tuturnya, terdapat dua klub elite Jogja yang kostum pemainnya hanya sekali dipakai langsung dibuang. Ema memulung kostum-kostum tersebut bagi mahasiswa (hal. 24). Lanjutnya, karena Ema adalah pencetak gol, maka setiap klub yang berhadapan dengan klub PS GAMA atau Bon Jogja selalu menghalau kelincahan Ema. Jika pertandingan tersebut ada taruhannya, akan lebih berhati-hati pemain lawan. Tentang ini, Mia Gadi Djou menulis, “Suatu kali di sebuah pertandingan di Jogja, saat turun minum (istirahat), seorang bapak datang bertemu, minta supaya Ema jangan lagi memasukkan gol. Karena taruhannya 1–2. Ema susah menolak karena kalau tambah 1 gol berarti bapak ini melarat bersama keluarganya. Ema berdoa, semoga Tuhan berkenan mengatur yang terbaik. Dan, Tuhan memang mengatur yang terbaik, karena bapak penjudi itu tidak bangkrut, dan Ema tidak punya beban. Lantas, si Bapak memeluk Ema dan bertanya mau minta apa, Ema menjawab: yang penting bapak dan keluarga senang (hal. 25).

Itulah mengapa invitasi sepak bola EGDC menjadi momentum mengenang dan terus menghidupi figur bola yang satu ini. Tentu tidak sekadar mencari bibit-bibit bola tanah Ende Sare Lio Pawe. Lebih dari itu, invitasi ini juga menjadi kaca cermin mengukur derajat kemajuan sepak bola kita.

Rangkaian acara menuju puncak Pancawindu terus bergulir. Ada Jalinan Kasih di bawah koordinasi Ibu Sri Hartati Gadi Djou, melalui kegiatan sosial karitatif dengan mengunjungi Panti Asuhan dan keluarga-keluarga fakir miskin di Kota Ende, yang dilaksanakan pada 14–16 Desember 2019. Setelah itu dilangsungkan konser Natal pada 19 Desember 2019, bertempat di Auditorium H.J. Gadi Djou. Dan, masih banyak lagi kegiatan yang telah dilaksanakan panitia di tengah pagebluk Covid-19, termasuk melaksanakan wisuda daring, 18 Juli 2020. Selamat ulang tahun Universitas Flores.(*)

 



[1] Artikel ini dimuat pada https://florespos.co.id/berita/detail/merayakan-kairos--pancawindu-uniflor-19-juli-2020

Tidak ada komentar:

Posting Komentar