Halaman

Sabtu, 26 Februari 2022

Berdiamlah Di Keabadian Surga, Bapak Yoseph Beda Narek



Tahun 2010 saya bertemu dengan Bapak Yoseph Beda Narek untuk sebuah urusan. Ia pun sepakat, hanya saja permintaannya harus di kebun. Dan, itu bisa dilaksanakan setelah selesai memberi makan ternak dan tentu mengiris tuak. Sesuai kesepakatan saya pun ditemani kakak dan adik menuju tempat yang ditentukan, sebuah dataran hijau yang oleh masyarakat setempat dinamakan Dua.  Persis di daerah perbukitan. Dari sini mata kita terpesona memandang sampai ke wilayah tanjung Atadei, teluk Wulandoni, dan perairan Lamalera. Di utara, tatapan kita jatuh tepat pada deretan hutan kayu Ampupu di sepanjang lereng Gunung Labalekan, mulai dari wilayah Lamanuk, Imulolong, dan Puor. Di bagian bawahnya lagi berdiri hamparan hutan kemiri masyarakat yang menjadi komoditas primadona petani di lereng Gunung Labalekan. 

Menurutnya, di kebun adalah tempat yang paling hening melantunkan doa atau syair. Selain itu, tentu ada nuansa alami dan panorama keindahan yang musti terus disyukuri. Bahwa pujian kepada Tuhan Ama Lera Wulan Tana Ekan dan sesama juga adalah sebentuk keindahan rasa. Sebuah getaran sukma yang paling dalam atas semua peristiwa, kisah suka duka, yang dialami oleh manusia. Dan, itu juga butuh ketenangan dan kedamaian. Kisah padu padan seperti itulah yang sering dinarasikan dalam bentuk ceritera yang acapkali dinyanyikan. Dalam masyarakat Lamaholot disebut Oreng. 

Bapak Yoseph Beda Narek adalah figur yang memiliki kemampuan menarasikan suatu peristiwa dengan bernyanyi. Dan, itu dilakukan tanpa salah. Spontan, lancar, dan mengalir begitu saja. Saat itu, beberapa kali jedah untuk mengambil napas. Kami selingi dengan meneguk tuak putih dan ubi kayu bakar. Enak memang. Kami habisi waktu cukup lama.

Pagi tadi, datang kabar dari kampung bahwa Bapak Yoseph telah dipanggil Tuhan. Tentu saya dan orang-orang yang mencintai budaya merasa kehilangan Bapak Yoseph yang memiliki kemampuan dalam melantunkan syair adat. Apalagi, di saat modern ini susah sekali mendapatkan orang-orang yang seperti ini. Namun, hidup kita sepenuhnya berada pada tangan Tuhan. Mengapa harus "di kebun". Baru saya sadar bahwa kebun adalah gambaran dunia estetika yang paling alami, tempat manusia mengalami unio mystica, pertemuan atau persekutuan dengan Tuhan. Mendaraskan Oreng berarti mendaraskan keindahan. 

Semoga alamahrum Bapak Yoseph Beda Narek berjalan pulang melalui jalan lurus menuju Rumah Bapa di surga. Di sana sorak-sorai nyanyian para malaikat menantimu sebab menyanyikan syair telah menjadi talenta yang diberikan Tuhan kepadamu semasa hidupmu. Bapak Yoseph telah menggandakannya berlipat-lipat di dunia. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar