Jika kita semua lebih sedikit tenang dan sabar merunut dan merenungi perjalanan peradaban kita, maka kita sepakat bahwa "bahasa-bahasa lokal" merupakan bagian sejarah intelektual, bahkan telah menjadi artefak dari pikiran manusia. Hanya manusialah yang mampu menciptakan artefak untuk ditinggalkan kepada generasi muda melalui khazanah budaya, bahasa, dan sastra. Dengan demikian, artefak tidak sekadar benda, melainkan hasil pikiran manusia.
Sebagai masyarakat yang multietnik sekaligus multilingual, kita diharapkan untuk menggembur dan menyuburkan kembali eksistensi bahasa-bahasa lokal yang menjadi identitas kultural. Sebab, di dalamnya mengandung kekayaan nilai dan fungsi-fungsi simbolik yang menjadi modal sosial masyarakat penuturnya. Dengan begitu, kita dan generasi masa depan tetap kokoh, serta tidak akan mengalami ketercerabutan akar lokal yang berdampak pada kegoyahan jati diri di tngkat lokal maupun nasional. Alasan historis dan kultural tersebutlah menjadi daya dorong dan rasionalisasi, mengapa panitya memilih "Bahasa-bahasa Lokal" sebagai tema Webinar Nasional.
Saat kegiatan, para peserta Webinar Nasional berterima kasih karena bisa bertemu dan berdiskusi dengan para expert dalam bidang budaya, bahasa, dan sastra. Antara lain, (1) Prof. Dr. Simon Sabon Ola, M.Hum., dari Undana Kupang, (2) Prof. Dr. Oktavianus, M.Hum., (3) Prof. Dr. Aron Meko Mbete daru Universitas Warmadewa Bali, (4) Dr. Simon Sira Padji , M.A., dari Universitas Flores, (5) Stefen Danerek, P.Hd, peneliti dari Lund University Swedia, (6) Prof. Dr. Made Budiarsa, M.A., dan (7) Dr. Willem Burung, seorang peneliti bahasa-bahasa Trans-New Guinea di Papua.
Terima kasih untuk semua peserta Webinar yang telah mengambil bagian dalam kegiatan tersebut. Program Studi PBSI Universitas Flores tetap punya komitmen untuk melestarikan budaya, bahasa, dan sastra lokal seirama dengan visi Uniflor menjadi Mediator Budaya. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar