Memandangmu (1)
memandangmu tak berkedip
dari puncak bukit Wongge
hamparan laut Sawu
palung menangkar ikan dan biota laut
tempat mengail nafkah para petualang bahari
akan kuceriterakan kepada anak-anakku di ruang kelas
saat diskusi tentang dunia bahari
yang luas tak bertepi
juga tentang engkau nelayan
yang setia melempar pukat dan sauh
akan kujawab pertanyaan siswa dengan kejujuran
tentang dedikasi, semangat, dan kerja keras
darimu yang tanpa patah asa
mengarungi ombak biru pagi malam
demi asupan protein generasi bangsa.
setelah itu aku pulang
menceriterakan kepada istri dan anak
tentang keringat yang menetes pekat
luruh pelan dari petambak garam
yang hasilnya dinikmati di atas meja makan
tapi hidupnya pas-pasan
itu semua dari laut sayang
demi kesehatan bangsa
dan akan kuajarkan tentang makna kesabaran dan ketabahan
juga tentang kesuksesan yang tidak datang sendiri.
pun tentang keramahan menjaga ekosistem bahari
kepada semua mereka yang mencintai laut
agar masa depan anak bangsa lestari.
(*)
Di Pantai Ende
di pantai Ende
ikan-ikan berkeriapan
ada seorang nelayan datang bercerita
tentang musim melaut
yang selalu membuat jala terkoyak
penuh rezeki melimpah
di suatu pagi ketika pulang melaut
di musim tenggara
seorang lagi bercerita
tentang kail dan umpan
yang tak pernah bersarang semalam suntuk
keduanya bersua
melukis kisah di pasir pantai Ende
memeterai terima kasih di atas riak arus selatan
bahwa rahmat Tuhan selalu disyukuri (*)
____________________
Puisi Memandangmu dan Di Pantai Ende dimuat dalam Antologi Puisi Maritim: Tarian Laut, yang diterbitkan oleh Penerbit Kanisius Yogyakarta (2022)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar