Halaman

Rabu, 19 April 2023

Undang-Undang Karya Sastra: Intelek, Moral, dan Estetika

 

Terdapat prinsip-prinsip umum atau semacam undang-undang kesusastraan dalam istilah George Henry Lewes untuk mengatur koridor penciptaan karya sastra, yaitu intelek (principle of vision), moral (principle of sincerity), dan estetika. Tiga undang-undang kesusastraan tersebut merupakan batu tungku menghasilkan karya sastra yang baik. Ketiganya saling menopang. Gairah pengarang untuk mempertahankan kaidah-kaidah kemanusiaan sebab karya sastra juga mendetil tentang wawasan, pengalaman, imajinasi, memori, idealisme, realitas, dan sebagainya.

Intelek, Moral, dan Estetika

        Intelek menuntut sang pengarang untuk menatap sesuatu secara jernih, jelas, apakah itu berupa fakta-fakta atau ide-ide dalam kebeningan dalam hubungannya dengan obyek-obyek. Ini agar pembaca juga mampu menangkap atau melihat dengan jernih dan jelas fakta-fakta tersebut. Moral (sincerity) bermakna pengarang tidak mengibuli publik karena ia bertolak dari keyakinan dan kesungguh-sungguhan. Oleh karena itu, ia bertumpuh dari kejujuran dengan ketidakjujuran yang disampaikan merupakan keyakinan untuk membuat publik percaya. Bukan sebaliknya. Sebab ketidakjujuran adalah kelemahan, sedangkan kejujuran adalah kekuatan. Estetika merupakan kemampuan menampilkan karya yang indah dari segala komposisi dan gaya. Kemampuan ini bertolak dari apa yang disebut grace, sesuatu yang meluhurkan budi nurani manusia.
        Oleh sebab itu, kebenaran (truth) adalah tujuan kesesastraan, kejujuran adalah moral kebenaran, dan kecantikan adalah estetika kebenaran. Jika ketiganya dipadukan oleh pengarang dalam karya sastra, maka karya sastra tersebut telah memberikan sumbangan berharga bagi umat manusia secara khusus sumabngan bagi masyarakat pembaca. Ini bertujuan untuk menjaga iklim pikir tentang pengalaman kehidupan kemasyarakatan dan kemanusiaan. (Nadeak, 1984: 63–64).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar