Halaman

Selasa, 09 Mei 2023

Wacana, Contoh, dan Manfaatnya


 

Kata wacana selalu ramai dan disebut belakangan ini dan setara dengan kata-kata lain, seperti: hak asasi manusia, lingkungan hidup, masyarakat sipil, demokrasi, pelecehan seksual, terorisme, dll. Kata ini pun banyak digunakan oleh para ahli dari berbagai disiplin ilmu yang berbeda, linguistik, psikologi, politik, sosiologi, hukum, kesehatan, pertanian, dll. Dalam wawasan sosiologi, misalnya wacana menunjuk pada hubungan antara konteks sosial dan pemakaian bahasa. Dalam wawasan linguistik, wacana merupakan kesatuan bahasa yang lengkap, yang umumnya lebih besar dari kalimat, baik disampaikan secara lisan maupun tertulis. 

Dalam wawasan politik, wacana menunjuk pada praktik pemakaian bahasa, terutama politik bahasa. Perbedaan pemakaian istilah tiap-tiap bidang ilmu demikian akan memberi penafsiran yang berbeda atas sebuah istilah yang sama. Penafsiran yang berbeda tersebut disebabkan oleh luasnya disiplin ilmu tersebut dalam memandang wacana tersebut.

Konsep Wacana

Konsep-konsep wacana berikut, dapat menjelaskan tentang luasnya persepsi dan cara pandang mengenai definisi wacana. Paling tidak dapat memberikan gambaran bagi kita semua dalam perkuliahan ini. 

NO

PENDAPAT

DEFINISI

 

1.

Collins Concise English Dictionary (1988)

(1)       Komunikasi verbal, ucapan, percakapan; (2) sebuah perlakuan formal dari subjek dalam ucapan atau tulisan; (3) sebuah unit teks yang digunakan oleh linguis untuk menganalisis satuan lebih dari kalimat.

2.

Longman Dictionary of the English Language (1984)

(1)       Sebuah percakapan khusus alamiah formal dan pengungkapannya diatur pada ide dalam ucapan dan tulisan; (2) pengungkapan dalam bentuk sebuah nasihat, risalah, dan sebagainya, sebuah unit yang dihubungkan ucapan atau tulisan

3.

J.S Badudu (2001)

(1) Rentetan kalimat yang berkaitan yang menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lainnya, membentuk satu kesatuan, sehingga terbentuklah makna yang serasi di antara kalimat-kalimat itu; (2) kesatuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi yang tinggi yang berkesinambungan, yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata, disampaikan secara lisan atau tertulis.

4.

Crystal (1987)

Analisis wacana memfokuskan pada struktur yang secara alamiah terdapat pada bahasa lisan, sebagaimana banyak terdapat dalam wacana seperti percakapan, wawancara, komentar, dan ucapan-ucapan.

5.

Hawthorn (1992)

Wacana adalah komunikasi kebahasaan yang terlibat sebagai sebuah pertukaran di antara pembicara dan pendengar, sebagai sebuah aktivitas personal di mana bentuknya ditentukan oleh tujuan sosialnya

6.

Roger Fowler (1977)

Wacana adalah komunikasi lisan atau tulisanyang dilihat dari titik pandang kepercayaan, nilai, dan kategori yang masuk di dalamnya; kepercayaan di sini mewakili pandangan dunia; sebuah organisasi atau representasi dari pengalaman

7.

Foucault (1972)

Wacana: kadang kala sebagai bidang dari semua pernyataan (statement), kadang kala sebagai sebuah individualisasi kelompok pernyataan, dan kadang kala sebagai praktik regulati yang dilihat dari sejumlah pernyataan

8.

Alwi Hasan,dkk (2003)

Wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan yang menghubungkan proposisi yanng satu dengan proposisi yang lainyang membentuk kesatuan.

Sumber: Eriyanto, 2001:2

Dari beberapa pendapat di atas, maka secara ringkas, wacana dapat didefinisikan sebagai: pertama, satuan bahasa, satuan bahasa yang tidak sekadar bacaan, melainkan merupakan satuan bahasa yang lebih besar dalam sebuah komunikasi (di bawahnya: kalimat, frase, kata, dan bunyi). Sehingga wacana tidak sebagaimana asalnya, yakni sekadar sebagai bahan bacaan, percakapan, atau tuturan, melainkan discourse (Inggris).

Kedua, hasil dan proses. Dalam komunikasi apapun harus adanya penyapa (addressor) dan pesapa (addressee). Misalnya, dalam wacana lisan penyapa adalah pembicara, sedangkan pesapa adalah pendengar.  Dalam wacana tulis, penyapa adalah penulis dan pesapa adalah pembaca. Dalam komunikasi ini penyapa dan pesapa tidak berhadapan langsung, namun penyapa menuangkan ide/gagasannya dalam kode-kode kebahasaan yang biasanya berupa rangkaian kalimat, dan pesapa (pembaca) menafsirkan kode-kode tersebut.  Wujud wacananya berupa teks, rangkaian proposisi berupa hasil pengungkapan ide atau gagasan. Dalam komunikasi lisan, wacana merupakan suatu proses, yang berisi rangkaian ujaran lisan. Antara penyapa dan pesapa ada relasi resiprokal, dan tergantung pada konteks. Oleh karena itu, wacana lisan bersifat temporer (setelah diucapkan langsung hilang).

Ketiga, penggunaan bahasa. Wacana merupakan penggunaan bahasa (lisan dan tulisan), yang dapat berwujud iklan, drama, percakapan, diskusi, debat, tanya jawab, surat, makalah, tesis, dan sebagainya. Oleh karena itu, wacana merupakan kesatuan semantik bukan kesatuan gramatikal. Bukan karena bentuknya (morfem, kata, klausa, atau kalimat), namun kesatuan arti (Halliday dan Hasan, 1979: 1-2). Hoed merujuk pada de Saussure yang membedakan langue dan parole, di mana wacana merupakan bangun teoretis abstrak yang maknanya dikaji dalam kaitan dengan konteks dan situasi komunikasi (Rani, 2006:5). Dengan demikian, wacana berada pada tataran langue (sistem) dan teks adalah realisasi wacana pada tataran parole.

Contoh Wacana  

Rounded Rectangle: BELOK KIRI MENGIKUTI ARAH LAMPU
 

 


Kalimat (1) dapat dikaji dan dipahami maknanya dengan situasi komunikasi yang mengiringi ujaran tersebut. Jika, ujaran ini disampaikan oleh seorang penumpang kepada sopir bus bahwa belok kiri kalau sudah ada tanda lampu hijau. Sebaliknya, bagi pengendara roda dua, baru membelokkan kendaraannya, ketika ada lampu hijau. Ini konvensi bahasa. Makna penggunaan bahasa yang demikianlah yang menjadi tugas para analis wacana.

Manfaat Wacana

a.    Mengkaji hubungan bahasa dengan konteks penggunaannya. Unsur-unsur yang terlibat di dalamnya adalah konteks dan koteks. Konteks mencakup segala hal di lingkungan bahasa. Menurut, Syafi’e, (dalam Sobur, 2002), bahwa ada empat macam konteks pemakaian bahasa: (1) konteks fisik (physical context) meliputi tempat terjadinya pemakaian bahasa dalam suatu komunikasi, objek yang disajikan, tindakan atau perilaku dari para peran dalam komunikasi; (2) konteks epistemis (epistemic context), latar belakang pengetahuan pembicara dan pendengar; (3) konteks linguistik (linguistics context), tampak lewat kalimat-kalimat atau tuturan-tuturan dalam peristiwa komunikasi; dan (4) konteks sosial (social context), relasi sosial dan latar setting yang melengkapi hubungan antara pembicara dengan pendengar. Konteks juga sangat penting dalam memberikan nilai yang tepat pada fenomena-fenomena linguistik, seperti pra-anggapan, implikatur percakapan. Dengan memahami implikatur percakapan kita dapat memahami prinsip sebuah ujaran,  lingkungan percakapan, mitra tutur, sehingga pemahaman antara pembicara dan pendengar sama. Pragmatik berkaitan dengan konteks pengguna, dan tidak bisa membatasi dirinya pada kajian aspek-aspek konteks yang disandikan secara gramatikal, sebagaimana diisyaratkan  oleh ‘persyaratan gramatikalisasi, melainkan membuka dirinya pada konteks sosial verbal dan konteks situasi (Ullmann, 2009: 59). Tiga cara yang dapat digunakan untuk menyusun hubungan ini: semantikisme, pragmatikisme, komplementarisme. Sedangkan, koteks merupakan teks yang mendahului atau yang mengikuti sebuah teks.

b.    Memahami bahasa. Artinya, analisis wacana tidak hanya penting untuk memahami hakikat bahasa, melainkan memahami proses belajar bahasa dan perilaku berbahasa. Tujuannya, untuk dapat dapat menemukan dan mendeskripsikan penyimpangan kaidah penggunaan aturan bahasa.

c.    Melalui wacana, misalnya wacana tidak resmi seperti wacana percakapan sehari-hari, dapat menjadi data utama penelitian bahasa yang bersifat alamiah. Data jenis ini menjadi data yang lebih tetap (stabil) dan ajeg karena terjadi secara tidak direncanakan (natural/alamiah).

d.   Mengetahui kemampuan bercakap. Untuk anak-anak, misalnya dapat menerangkan pemerolehan kemampuan berkomunikasi, (teori kognitif Piaget: anak-anak dapat bercakap dengan orang lain pada akhir masa kana-kanak, sekitar 7–8 tahun). 

e.    Mengetahui strategi pembelajar dalam melakukan percakapan. Strategi ini merupakan bagian dari kompetensi komunikatif. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar