Halaman

Senin, 21 November 2022

Pendahuluan Modul Menulis Berita, Editorial, dan Opini

 Pendahuluan Modul Menulis Berita, Editorial, dan Opini

Selamat Berjumpa!

Selamat datang bergabung kembali di Program Studi (Prodi) Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI), Prodi yang sama-sama kita cintai. Selepas menjalankan masa libur Semester Genap 2021/2022, kita bersua kembali dalam Semester Ganjil 2022/2023 ini. Saya berharap Anda kembali dalam keadaan sehat walafiat, penuh tenaga, serta energi untuk menimba dan menambah bobot ilmu pengetahuan di Kampus Biru ini. Persis di puncak gunung Wongge ini, pikiran dan masa depan Anda dibentuk untuk selalu lapang dan terbuka luas. Sebagaimana saban hari dari puncak gunung ini Anda memandang dan menikmati lanskap ciptaan Tuhan (Dua Ngga’e, Lera Wulan Tana Ekan) sebagai anugerah kehidupan yang natural dan alami. Semoga setiap saat memandang karya agung nan indah dan megah ini menyentuh nadi dan gairah belajarmu. Ruang kuliah dan fasilitas yang tersedia menjadi tempat yang ramah, menyenangkan, juga menggairahkan untuk memadu dan mendandani dirimu dengan kekayaan ilmu, rasa, dan keterampilan bagi masa depan Anda.

Lepas dari itu, tugas Anda adalah berusaha untuk tidak “melupai” apa saja yang pernah Anda dapatkan (kuliahkan) dalam masa-masa perkuliahan sebelumnya. Anda diharapkan untuk selalu setia menyisakan sedikit waktu dalam sehari untuk membuka dan membaca kembali materi-materi itu. Bacalah dan dapatkan informasi-informasi berharga dari bahan-bahan bacaan yang Anda punyai. Jika perlu, Anda perlu membelinya di toko-toko buku dalam kota ini. Atau, Anda dapat memesannya dari luar kota.

Jika, tidak, maka Anda musti setia untuk mengunjungi perpustakaan di kampus ini. Sebab itu semua merupakan “entry” pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang akan menjadi basis mempelajari atau mendapatkan informasi pengetahuan baru dalam mata kuliah-mata kuliah di semester ini. Mudah-mudahan apa yang telah dan nanti dipelajari menjadikan Anda semakin “siap”, teguh, dan percaya diri dalam mengemban tugasmu kelak sebagai pewarta ilmu pengetahuan bagi generasi muda masa depan bangsa di mana saja Anda akan bertugas. Tentu sebuah tugas yang teramat mulia karena Anda sedang memanusiakan manusia. Membuat peserta didik untuk tumbuh dan berkembang positif, sekaligus memiliki keseimbangan dan keunggulan pribadi, antara memadainya pertumbuhan pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Itu semua, menjadikan peserta didik Anda menyadari dan berusaha sekuat tenaga mengembangkan potensi yang dimilikinya. Asal, Anda mesti siap dan tampil sebagai fasilitator dan motivator pembelajaran yang baik.

Modul yang sedang Anda baca ini adalah Modul “Menulis Berita, Opini, dan Editorial”. Ini adalah salah satu judul mata kuliah rumpun jurnalistik. Untuk Anda ketahui, rumpun mata kuliah jurnalistik merupakan satu dari tiga rumpun mata kuliah pilihan di Prodi PBSI, Prodi kita ini. Selain itu, ada rumpun drama, dan pembawa acara (Pewara). Rumpun mata kuliah pilihan mulai diterapkan secara serius di Prodi ini pada tahun 2012. Tujuannya agar Anda (calon guru) memiliki keterampilan yang mumpuni dalam tiga rumpun yang disiapkan. Masing-masing Anda memilih satu dari tiga rumpun yang ditawarkan. Jika, Anda memilih rumpun jurnalistik, maka modul ini adalah semacam resume, rangkuman, dan pedoman belajar Anda dari dua mata kuliah, yakni menulis berita; serta menulis opini dan editorial. Saya menyadari bahwa modul ini masih sangat sederhana, belum terlampau lengkap. Dibutuhkan proses untuk melengkapinya. Juga waktu yang cukup. Anda adalah bagian dari proses yang saya maksud. Sehingga, Anda pun dipersilakan memberikan hal-hal informatif  saat perkuliahan kita berjalan. Saya sangat yakin dan percaya, Anda dapat melakukannya dengan penuh tanggung jawab.

Modul ini terdiri atas empat modul, yakni Modul 1 berisi tentang mahasiswa subyek berkelimpahan idealisme. Uraiannya lebih merupakan sentuhan moral etis bagi Anda untuk membaca diri Anda dalam dua perspektif yang bersentuhan, yakni sebagai calon guru (guru), sekaligus sebagai jurnalis. Dua pandangan ini penting dibaca sebagai totalitas berkarya ke depan. Modul 2 berisi  tentang menulis berita, dengan sajian singkat tentang menulis berita dalam kerangka (rumus) umum 5W + 1H, atau Adiksimba.

Modul 3 berisi tentang menulis opini. Modul ini berisi sajian tentang merumuskan ide, gagasan, pendapat dan memberkasnya dalam bentuk opini. Menulis jenis ini membutuhkan kiat. Tak lepas dari itu, harus ada atau tumbuh kemauan dalam diri Anda untuk memulai. Tanpa itu, kemampuan, talenta, dan pikiran baik Anda akan tetap terpendam. Modul 4 berisi tentang menulis editorial. Uraian modul 4 ini diharapkan mampu membuat Anda dapat menulis editorial. Menulis editorial adalah bagian tugas dari pemimpin umum atau pemimpin redaksi sebuah surat kabar, namun Anda perlu menyiapkan diri untuk tugas yang bisa saja Anda terima suatu ketika nanti.

 

Selamat membaca, semoga sukses!

Sabtu, 05 November 2022

Leksikon Ria (Besar) dalam Bahasa Lio

 

Ria                        : besar

Kolo ria                : kepala besar

Nggumi ria            : mulut besar

Kinga ria                : Telinga besar

Toko kasa ria         : Dada besar

Tuka ria                : perut besar

Lima ria                : Tangan bedar

Weki ria                : badan besar

Mboko mata ria    : mata besar

Ghai ria                : kaki besar

Loge ria                : pantat besar

Telo manu ghai    : betis besar

Ka ria                   : makan besar

Mosalaki ria        : mosalaki/tuan tanah besar

Selasa, 01 November 2022

Bulan Oktober, Wula Mapa

 


Dalam kehidupan, manusia mengalami waktu sebagai sekuens yang terjadi berturut-turut dalam suatu rentangan, yang dikenal dengan istilah khronos, seperti urutan hari, urutan minggu, bulan, dan seterusnya. Ada sekuens waktu yang disebut khairos, waktu penting, saat di mana beberapa hal penting  terjadi bersamaan atau serentak sekaligus menjadi perhatian khusus dalam sebuah masyarakat atau etnik budaya. Hampir semua etnik mengalami sekuens waktu tersebut dalam berbagai aspek kehidupan.

Kalender tradisional masyarakat etnik Ende Lio, sekuens waktu sangat ditentukan oleh perilaku dan tata kelola dalam sistem pertanian. Perilaku dan tata kelola inilah yang menjadi pedoman pembagian waktu kerja masyarakat dalam setahun. Nama bulan dengan prosesi kegiatan adat yang diikuti dengan aneka ritual dalam pertanian tradisional dengan padi dan jagung sebagai pusat perhatian praktik budaya agraris. Kalender satuan waktu dalam masyarakat Ende Lio yang digunakan sebagai penanda aktivitas bertani.

Bulan Oktober disebut sebagai Wula Mapa. Pada bulan ini, hampir semua persekutuan adat menyelenggarakan berbagai ritual, seperti joka ju, ka po'o, ka pena, ngguaa keu uwi, dan lain-lain. Aneka ritual yang dilaksanakan bertujuan untuk memberi persembahan kepada tana watu: penguasa pertiwi/bulan, sebagai pemurnian ladang yang sebelumnya tercemari.  Oleh karena itu, wula mapa diyakini sebagai masa suci. Alam pun pada masa ini lebih rama, bersahabat dan memberikan harapan baru, misalnya bunyi guntur, kilat, mendung sebagai pertanda akan turun hujan.

Tanda-tanda alam inilah dipahami sebagai keberkahan dari Dua Ngga'e, Allah Maha Pencipta. Petani pun diingatkan untuk menyiapkan lahan, bibit, sebab musim tanam akan segera tiba.

"Mapa nggu nggedhu"
Suara guntur mulai menggelegar
"Wini wari welu"
Jemurlah bibit
"Toka kebe, tena maro"
Buatlah pematang dan pondok
"Koe lowo leka uma"
Siapkan jalan air di ladangmu

Tanda-tanda alam inilah dipahami sebagai keberkahan dari Dua Ngga'e, Allah Maha Pencipta. Petani pun diingatkan untuk menyiapkan lahan, bibit, sebab musim tanam akan segera tiba.

Bahasa etnik Ende Lio di atas menandaskan tentang pentingnya suatu "persiapan" yang harus dilakukan dalam menghadapi suatu kegiatan. Termasuk di dalamnya adalah persiapan dalam memulai musim tanam. (*)

Bulan November, Wula More



Dalam kehidupan, manusia mengalami waktu sebagai sekuens yang terjadi berturut-turut dalam suatu rentangan, yang dikenal dengan istilah khronos, seperti urutan hari, urutan minggu, bulan, dan seterusnya. Ada sekuens waktu yang disebut khairos, waktu penting, saat di mana beberapa hal penting  terjadi bersamaan atau serentak sekaligus menjadi perhatian khusus dalam sebuah masyarakat atau etnik budaya. Hampir semua etnik mengalami sekuens waktu tersebut dalam berbagai aspek kehidupan.

Kalender tradisional masyarakat etnik Ende Lio, sekuens waktu sangat ditentukan oleh perilaku dan tata kelola dalam sistem pertanian. Perilaku dan tata kelola inilah yang menjadi pedoman pembagian waktu kerja masyarakat dalam setahun. Nama bulan dengan prosesi kegiatan adat yang diikuti dengan aneka ritual dalam pertanian tradisional dengan padi dan jagung sebagai pusat perhatian praktik budaya agraris. Kalender satuan waktu dalam masyarakat Ende Lio yang digunakan sebagai penanda aktivitas bertani. 

Bulan November disebut sebagai Wula More atau bulan untuk menanam. Sekuens waktu ini disebut dengan nelu tedo, musim atau periode yang tepat untuk menanam padi. Saat menanam, didahului dengan upacara penanaman padi yang dalam keyakinan masyarakat petani upacara yang dilaksanakan tersebut bertujuan agar hasil pangan yang akan diperoleh berlimpah dan bermanfaat untuk kesejahteraan masyarakat. (*)

Kamis, 27 Oktober 2022

Membaca Tanda-Tanda karya Taufik Ismail

 


Ada sesuatu yang rasanya mulai lepas

dari tangan

dan meluncur lewat sela-sela jari kita

 Ada sesuatu yang mulanya

tak begitu jelas

tapi kini kita mulai merasakannya

 Kita saksikan udara

abu-abu warnanya

Kita saksikan air danau

yang semakin surut jadinya

Burung-burung kecil

tak lagi berkicau pagi hari

 

Hutan                         kehilangan ranting

Ranting           kehilangan daun

Daun               kehilangan dahan

Dahan                         kehilangan hutan

 

Kita saksikan zat asam

didesak asam arang

dan karbon dioksid itu

menggilas paru-paru

 Kita saksikan

Gunung          membawa abu

Abu                 membawa batu

Batu                membawa lindu

Lindu              membawa longsor

Longsor           membawa air

Air                   membawa banjir

Banjir

air

mata

 Kita telah saksikan seribu tanda-tanda

Bisakah kita membaca tanda-tanda?

 

Allah

Kami telah membaca gempa

Kami telah disapu banjir

Kami telah dihalau api dan hama

Kami telah dihujani abu dan batu

 

Allah

Ampuni dosa-dosa kami

 

Beri kami kearifan membaca tanda-tanda

 Karena ada sesuatu yang rasanya

mulai lepas dari tangan

akan meluncur lewat sela-sela jari


Karena ada sesuatu yang mulanya

tak begitu jelas

tapi kini kami

mulai

merindukannya

 

 Beberapa catatan apresiasi:

Ø  Puisi ini sebetulnya menggambarkan sebuah keprihatinan alam dan para pelakunya. Dengan demikian, ada kobaran harapan, kecintaan, serta upaya untuk melestarikan alam yang adalah sumber segala hidup di bumi dan dunia.

Ø  Kita bisa begitu gampang menyaksikan polusi dan sampah berserakan di mana-mana. Inilah keserakahan manusia terhadap alam.

Ø  Mungkinkah masih tumbuh sikap dan perilaku untuk memelihara alam yang indah, agar tetap awet dan lestari.

Ø  Puisi  ini juga menggambarkan adanya perubahan pola perilaku, pikiran, dan sikap terhadap alam. Perubahan-perubahan dimaksud memprlihatkan kerusakan alam di mana-mana.  Aktivitas pertambangan, penebangan, anomali cuaca, adalah contoh nyata betapa kita mulai resah dengan perubahan pola perilaku dan gaya hidup modern.

Ø  Puisi ini juga menggambarkan latar belakang kehidupan seorang Taufik Ismail yang adalah seorang sarjan kehewanan, namun memiliki keberpihakan yang amat sangat tinggi, dalam, dan sempurna akan proses pelestarian hutan.

   Tugas:

Carilah informasi latar belakang kehidupan Taufik Ismail sehingga dia menciptakan puisi ini. Bandingkan dengan puisi ”Kupu-kupu Dalam Buku”, karya Taufik Ismail.

Memperkuat Imunitas Bahasa Daerah

         

Semenjak pandemi covid-19 melanda dunia, tak diduga bahwa kehidupan manusia global menjadi rapuh. Covid-19 merangsek masuk menyerang hampir semua sendi kehidupan manusia. Tidak ketinggalan, pandemi tak bertuan itu menyerang Indonesia. Saat itu pula, para virolog dan pemerintah mengimbau masyarakat untuk taat protokol kesehatan dan senantiasa menjaga imunitas tubuh dengan berolahraga, mengonsumsi vitamin dan makanan bergizi, berpikiran positif, serta berbagai upaya lainnya. Bahkan, program vaksinasi massal yang giat dilaksanakan sekarang bertujuan membentengi diri dan memperkuat imunitas komunitas sosial menjadi solusi efektif menangkal lajunya penularan covid-19 dengan aneka varian yang mungkin bakal terjadi.

Analogi ganasnya pandemi covid-19 tersebut, jika kita tarik ke dalam lingkup menelisik keberadaan bahasa ibu, maka minimal terdapat dua pertanyaan yang diajukan untuk menguji keberadaan bahasa-bahasa daerah kita. Pertama, seberapa kuat daya “imunitas” (meminjam istilah kesehatan) bahasa daerah terhadap terjangan dan gempuran bahasa-bahasa lain, termasuk kelincahan berbahasa multimedia generasi muda kita sekarang?, dan kedua, adakah upaya-upaya strategis untuk mempertahankan atau memperkuat imunitas bahasa daerah bagi generasi muda agar tetap bertahan hidup di tengah geliat perkembangan teknologi dan komunikasi yang serba cepat.

Bahasa Daerah sebagai Rumah Asal

Bahasa daerah adalah rumah asal atau rumah bersama memulai kehidupan. Dari rumah inilah simbol-simbol kultural dan kelindan nilai-nilai humanitas paling hakiki mulai ditanam sekaligus diinternalisasi sebagai bekal bagi seorang anak mengarungi hidupnya. Dalam konteks demikian, bahasa daerah selalu menampilkan wajah jati diri bagi seseorang. Itulah sebabnya, bahasa daerah telah menjadi tradisi leluhur yang paling monumental untuk layak dihidupi dari waktu ke waktu. Jika bahasa daerah dianggap sebagai rumah asal, bahkan tanah air pertama, maka para penutur, terutama generasi muda pantas mengikatkan sumpah untuk setia dan loyal mengkampanyekan tidak saja bahasa Indonesia, namun juga bahasa daerah sebagai wahana filosofis yang padat dengan pandangan dan modal sosial hidup bermasyarakat. Meneguhkan semangat dan menebalkan imunitas bahasa daerah sebagai bahasa ibu semakin memberi infus vitalitas hidup bahasa daerah tersebut.

Dalam banyak hal kita patut berkeyakinan bahwa bahasa daerahlah mengandung gagasan dalam mengungkap sesuatu. Dalam banyak hal pula, bahasa daerah banyak memberi inspirasi dan jalan keluar mengambil keputusan dalam memecahkan masalah atau konflik sosial dalam masyarakat. Keyakinan dan keakurasian jalan keluar tersebut tidak terdapat dalam bahasa Indonesia. Karena itulah, bahasa daerah dianggap lebih “bertenaga” dan memiliki daya kontekstual sehingga lebih cepat dipahami oleh kelompok atau komunitas-komunitas tertentu. Keyakinan dan pengetahuan lokal inilah menjadi daya dorong elaborasi bahasa daerah, baik sistemnya maupun secara fungsional. Dengan demikian, imunitas bahasa daerah sebagai bahasa ibu yang selalu menyimpan pengetahuan lokal kemanusiaan, bahkan mampu menggambarkan realitas semesta manusia, kebudayaan, dan alam sekitar sebagai rumah berpijak.

Jika ingin bertahan hidup di tengah tumbuh suburnya bahasa multimedia sekarang ini, maka imunitas bahasa daerah terus diupayakan, terutama ketahanan berbahasa daerah di kalangan generasi muda. Pemerolehan bahasa ibu jika dibiarkan terus berlangsung secara alamiah, maka lama-kelamaan bahasa daerah akan mengalami kematian . Apalagi hegemoni bahasa Indonesia dan bahasa asing lainnya yang sangat besar di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat menjadi faktor lambatnya perkembangan bahasa daerah. Oleh karena itu, ada semacam pengaturan penggunaan bahasa daerah dalam masing-masing komunitas untuk menjamin keberlanjutan bahasa daerah dimaksud. Lingkungan keluarga diharapkan menjadi tonggak pewarisan bahasa daerah. Mengatur secara bijak keseimbangan penggunaan bahasa daerah di rumah, bila keluarga heterogen. Atau, menghadirkan pihak lain, seperti sanak saudara dan anggota keluarga ibu untuk membelajarkan bahasa daerah pada anak-anak.

Secara makro, kampanye-kampaye pembangunan dan kesehatan, misalnya disampaikan dalam bahasa daerah untuk menjamin tersampainya pesan dengan baik. Sebab, secara sosiologis kita patut menduga bahwa kegagalan sebagian pembangunan disebabkan karena ketidakpahaman bahasa aturan atau regulasi pemerintah. Melibatkan generasi muda untuk sosialisasi kebijakan pembangunan dalam beragam bahasa daerah dengan animasi dan ragam percakapan yang familiar dengan keseharian masyarakat vernakular. Ini adalah keniscayaan menumbuhkan rasa percaya diri dan loyalitas generasi muda atas bahasanya sendiri. Hemat saya, langkah ini sebagai upaya strategis yang perlu dilaksanakan sebagaimana kritik pembangunan yang pernah disampaikan oleh filsuf Tiongkok Kong Hu Cu ketika ditanya muridnya tentang apakah yang ingin dia lakukan setelah menjadi pemimpin. Menurutnya, bahasalah yang pertama-tama ingin dia perbaiki (Rampung, 2005:viii). Bahwa bahasa mencerminkan sekaligus menjamin keberesan relasi antarmanusia dan antaretnis dalam masyarakat. Relasi keakraban masyarakat tersebut tertanam dalam bahasa daerah kita masing-masing. (*)



[1] Dimuat pada HU Pos Kupang, 26 Oktober 2022

Jumat, 21 Oktober 2022

Prodi PBSI Universitas Flores Ende Selenggarakan Lokakarya Pembuatan Modul Pengajaran

Program Studi (Prodi) Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) Universitas Flores Ende menyelenggarakan Lokakarya Pembuatan Modul Pengajaran Berbasis Muatan Lokal, pada Selasa, 18 Oktober 2022, bertempat di Gedung PBSI Universitas Flores, Jalan Sam Ratulangi Ende. Lokakarya menghadirkan narasumber Dr. Yoseph Yapi Taum, M,Hum., Ketua Program Magister Sastra Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Saat membuka lokakarya Dr. Drs.Yosef Demon Bataona, M.Hum., Ketua Prodi PBSI Universitas Flores mengungkapkan bahwa kegiatan ini ibarat singgah di setiap hentian untuk menambah energi akademik. Menurutnya, lokakarya ini menjadi hentian dimaksud. “Saya berharap agar para dosen menyisahkan sedikit waktu untuk mengemas modul pengajaran dalam semester ini.”, demikian harap Yos, agar lokakarya yang dilaksanakan ini memiliki tindak lanjut yang bermanfaat bagi pembelajaran di kelas.

Di awal pemaparannya Dr. Yoseph Yapi Taum, M,Hum., mengajukan sebuah pertanyaan yang menantang tentang apakah orang Flores maupun NTT memiliki satu semangat atau spiritualitas yang sama sebagai pemersatu anak-anak di kawasan ini? Semangat dan spiritualitas itu menjadi semacam grand naratif bagi generasi di kawasan ini untuk belajar dan mengetahui khazanah pengetahuan dan kekayaan dalam masyarakat kita. Menurut Yos Yapi Taum, putra Lembata yang adalah dosen di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, selain ikatan politik dan administratif pemerintahan, kita berharap agar ikatan pengetahuan perlu dikembangkan agar generasi yang akan datang menjadi generasi yang saling mencintai. Terdapat banyak ikatan sosial yang tercecer yang dapat diramu dan dikembangkan, dan menurutnya aspek bahasa dan sastra menjadi hal yang paling mungkin untuk dikembangkan. Tentu ini butuh keputusan politik. Yos Yapi Taum mencontohkan, jika dalam satu kabupaten terdapat beberapa bahasa, maka salah satu bahasa musti disepakati menjadi official language, dan dapat digunakan pada semua sektor kehidupan di wilayah tersebut. Lagi-lagi, beliau menegaskan tentang pentingnya keputusan politik, yang tentunya melalui riset yang mendalam.

Dalam konteks inilah, Yos Yapi Taum menyarankan agar dalam pengambilan keputusan perlu melibatkan triple helix (sinergitas pemerintah, universitas, dan pengusaha/industri). Dalam aspek sastra, misalnya jika aneka karya sastra dalam berbagai bentuk yang hidup dan berkembang dalam masyarakat kita ditulis dengan baik dan dijadikan sebagai muatan lokal di sekolah-sekolah, tentu merupakan sebuah kemajuan. Berbagai bentuk karya tersebut wajib diketahui oleh para siswa tanpa mempertimbangkan dari mana dia berasal. Dengan begitu, konstruksi kefloresan, bahkan kenttan, dan relasi kohesivitas sosial akan menjadi semakin kuat. Pada akhir pemaparannya, Yos Yapi Taum berharap agar para akademisi memulai visi ini melalui penulisan modul-modul pengajaran dengan basis obyek lokal berkenaan dengan apa yang ada dalam masyarakat kita.

Pada sesi berikutnya, Yos Yapi Taum berkesempatan pula membagi ilmunya tentang proses kreatif kepada para mahasiswa sebagai upaya membumikan kegiatan literasi. (*)

Muat di Berita Jatim 21 Oktober 2022

Minggu, 18 September 2022

Memanjakan Mata, 16 September 2022

Indonesia merupakan negara agraris. Banyak penduduk yang menyandarkan nafkahnya dalam bidang pertanian. Lahan dikelola dan ditanami dengan berbagai jenis tanaman padi, jagung, dan tanaman holtikultura lainnya. Mungkin karena alasan inilah, masyarakat kita harus makan nasi. Kendati sudah makan makanan pokok lain, semisal ubi-ubian, pisang, dan sejenisnya. Dengan lahan yang cukup luas, para petani berusaha untuk mengelolanya secara tradisonal, maupun modern. Pengolahan lahan yang demikian bertujuan untuk mendatangkan hasil yang sebanyak-banyaknya. Tentu bukan demi kebutuhan para petani sendiri, melainkan untuk kebutuhan masyarakat atau para konsumen beras.

Penguatan kapasitas para petani di tengah anomali cuaca dan paceklik la nina yang tak terdeteksi secara pasti merupakan tanggung jawa pemerintah melalui dinas teknis pertanian. Hal ini penting agar jaminan keberlanjutan atau ketersediaan pangan terus terjaga. Oleh karena itu, pelatihan dan pendampingan kapasitas bertani dan jaminan ketersediaan peralatan pertanian terus diperbaharui untuk meningkatkan produksi petani. Jika sistem akses seperti ini terus dilaksanakan sesuai target, maka ketersediaan pangan tetap terjaga dan kesejahteraan para petani pun terjaga atau meningkat.

Selain pengelolaan areal sawah secara berkelanjutan, para petani pun didorong untuk menanam tanaman-tanaman holtikultura di areal lain sebagai bahan mentah makanan maupun obat-obatan. Di samping menjaga ketersediaan pangan lokal.

Lanskap Persawahan Welamosa

Lanskap persawahan yang memanjakan mata. Kerja keras para petani sawah di Welamosa Kabupaten Ende. Dan, kita menikmati kerja keras mereka melalui ketersediaan pangan dan aneka bahan pangan lainnya. Jika mereka lalai, maka bisa dipastikan masayarakat akan mengalami kelaparan. Infrastruktur layanan ke tempat-tempat vital ini, termasuk sarana-sarana pertanian menunjang keberlanjutan dan peningkatan produksi pangan perlu mendapat perhatian serius. (*)

Jumat, 02 September 2022

Manusia sebagai Makhluk Naratif


Manusia itu makhluk naratif. Makhluk pencerita: pembuat dan pewaris cerita. Warisan adiluhung yang tak terwariskan secara baik. Justru kita ada hari ini karena ada cerita hari kemarin. Demikian Prof. Stephanus Djawanai,M.A., suatu ketika dalam omong-omong di ruang kerjanya. Dan, hari kemarin di akhir Agustus 2018, cerita kala itu terngiang kembali ketika mendengar berita kepulangan keharibaan Sang Khalik, Prof. Steph, pakar linguistik Indonesia asal Bajawa Flores yang rendah hati itu.

Kekuatan cerita terletak pada bagaimana kita menenunnya ke dalam rangkaian bahasa sehari-hari agar mudah diingat dan diwarisi.


Bahasa Adalah Rentetan Cerita

Menurutnya, bahasa itu sendiri adalah sebuah rentetan cerita atau tutur yang merupakan pencapaian tertinggi evolusi kesadaran manusia yang digunakan dalam berpikir, berkisah, bercakap tentang dirinya juga tentang apapun di sekitarnya. Bercerita akan melahirkan nilai keindahan spiritual bagi peradaban manusia.

Profesor yang sangat concern dengan budaya, terutama pada upaya membangun pendidikan seturut ekologi manah (mind). Manah menjadi penting agar para lulusan atau generasi kita dapat mengatur pola pikir, pola pikir menguasai perasaan, perasaan menentukan sikap hidup, sikap hidup memandu perilaku, perilaku membangun watak kepribadian dan watak kepribadian menentukan jalan hidup demi membangun bangsa.

Cerita tentang hidupmu dan orang-orang di sekitarmu pun telah sampai di tapal batas. Tuhan telah memanggilmu pulang sebagai "Pencerita" bersama barisan para Kudus di Surga.

Selamat jalan Prof. Steph. Amal ibadahmu mendapat tempat yang layak di Sisi Tuhan. (*)

Rabu, 20 April 2022

Retorika Modern



Titik tolak Retorika adalah berbicara. Berbicara adalah mengucapkan kata atau kalimat kepada seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

Retorika berarti kesenian untuk berbicara baik yang dicapai melalui bakat alam (talenta) dan keterampilan teknis. Kesenian berbicara baik bukan berarti berbicara lancar tanpa jalan pikiran  yang jelas dan tanpa isi, melainkan kemampuan untuk berbicara secara singkat, pasat, jelas, dan mengesankan.

Retorika modern meliputi ingatan yang kuat, daya kreasi dan fantasi yang tinggi, teknik pengungkapan yang tepat dengan pembuktian serta penilaian yang tepat.
Orang Cina mengatakan "Orang yang menembak banyak belum tentu seorang penembak yang baik. Orang yang berbicara banyak tidak selalu berarti seorang yang pandai berbicara".

Keterampilan menguasai seni berbicara dapat diperoleh melalui (1) mencontoh para retor terkenal/imitatio, (2) mempelajari dan mempergunakan hukum-hukum retorika/doctrina, (3) melakukan latihan yang teratur/exertium. Di samping itu, dituntut penguasaan bahan/res dan pengungkapan yang tepat melalui bahasa/verba.

Retorika memiliki hubungan dengan dialektika. Dialektika merupakan metode untuk mencari kebenaran melalui diskusi dan debat. Melalui dialektika seseorang dapat (1) mengenal dan menyelami suatu masalah/intellectio, (2) mengemukakan argumentasi/inventio, (3) menyusun jalan pikiran secara logis/dispositio. Namun, diperlukan elocutio, yakni kepandaian atau kelancaran berbicara.

"Poeta nascitur, orator fit, seorang penyair dilahirkan, tetapi seorang ahli pidato dibina". (*)

Sabtu, 19 Maret 2022

Selamat Jalan Pak De



Hari Rabu Treva, 8 April 2020, saya menerima desain cover buku "Lebih Dekat dengan Taman Nasional Kelimutu" dari sebuah penerbit di Yogyakarta untuk dikoreksi. Selanjutnya, saya meneruskan desain cover itu ke WA Pak De. Tidak lama berselang saya mendapat balasan darinya berbunyi "Lanjut". Jawaban yang sama yang saya terima setiap kali bertanya tentang proses editing penerbitan buku ini. Saya pun menjawab oke. Tidak biasanya, beberapa saat kemudian pesan baru lagi masuk berbunyi "Terima kasih oooo". Dengan dialek saya, sayapun menjawab "Sama-sama e".

Lebih Dekat dengan Taman Nasional Kelimutu

Hari ini, saya menerima dummy buku di atas dari tim layout penerbit dengan maksud dibaca dan dikoreksi jika ada kesalahan. Kalau tidak, maka buku akan siap dicetak. Sesuai permintaanmu, buku tiba di Ende pada 30 April 2020. Setelah itu sudah siap penerbitan buku berikut berjudul "Ekowisata Berbasis Masyarakat". Buku-buku ini bukti kuat pemikiranmu Pak De dalam ikut serta membangun destinasi pariwisata di Kabupaten Ende. 

Belum tercapai cita-cita itu, Tuhan, Dua Nggae, Ama Lera Wulan Tana Ekan telah memanggilmu pulang karena Dia lebih mencintaimu. Selamat jalan Bos, begitu saya biasa menyapanya dalam tegur sapa dan senda gurau. Jalan menghadap Sang Khalik pemilik kehidupan ini. Doktor Josef Alfonsius Gadi Djou, S.E., M.Si., upahmu besar di surga (*)

Temu Sastra Uniflor


Di bilangan Jalan Soekarno Ende. Tepatnya 21 tahun lalu, di kampus lama Universitas Flores, persis di depan Lapangan Perse Ende (sekarang Lapangan Pancasila), Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) Universitas Flores menyelenggarakan Temu Sastra untuk menelaah sosok Chairil Anwar, penyair sekaligus pelopor Angkatan '45. Temu Sastra yang oleh panitya kecil, cuma tujuh orang, dikemas dalam seminar sastra dengan menghadirkan empat pembicara.

Menelaah Chairil Anwar

Mereka itu adalah (1) Dra. Maria Marrieta B. Larasati, membahas topik "Chairil Anwar: dari Pendobrak ke Mitos; (2) Pastor (almh) John Dami Mukese, membahas topik "Sekilas Dunia Sastra di Indonesia Dewasa Ini"; (3) Drs. Pius Pampe, M.Hum, membahas topik "Menyingkap Tabir Kepribadian Chairil Anwar; dan (4) Drs. Jekson Kebol, M.Hum., membahas topik "Puisi-Puisi Chairil Anwar: Sikap, Visi, Tema, dan Struktur".

Dalam laporan sekilas sebagai ketua panitya saya menyitir pendapat John Paul Sartre yang bilang bahwa manusia bukan sebuah koleksi, tetapi sebuah totalitas. Pendapat ini hendak menegaskan bahwa manusia musti menyatakan seluruh potensi atau kemampuan dirinya, termasuk kemampuan bersastra. Bersastra, hemat saya adalah mengangkat sesuatu yang realitas objektif menjadi realitas baru, yakni realitas imajinatif, tentu melalui proses kreativitas yang tinggi. Temu sastra dengan tema "Sastra Pengungkap Realitas Kehidupan", tersebut diselenggarakan dalam rangka memperingati hari kematian Cairil Anwar, yang meninggal 28 April 1949.

Pada sosok Chairil Anwar, masyarakat sastra belajar tentang proses kreatif yang ulet. Chairil Anwar punya individualitas dan vitalisme tinggi, tenaga hidup, api hidup yang membawa angin segar perubahan dalan perkembangan sejarah sastra Indonesia. Padanya, "Aku" adalah paling penting. Kenyataan demikian, tergambar dalam cita-cita hidupnya untuk mereguk hidup ini sepuas-puasnya: "Aku ingin hidup seribu tahun lagi".

Kegiatan kala itu diliput oleh wartawan dengan inisial "isk", jika tidak salah ini adalah Pak Frans Obon. Dan dipublikasikan dalam DIAN, 30 APRIL 1999. (*)

Senin, 07 Maret 2022

"Penggali Sumur" Kental dengan Lokalitas



Selo Lamatapo, penulis kumpulan puisi "Penggali Sumur". Sepanjang tahun 2016, kerap kami bertemu dalam beberapa kegiatan di Universitas Flores. Baik untuk peliputan maupun diskusi-diskusi ringan sekitar dunia akademik dan kehidupan sosial secara umum. 

Kumpulan cerpen "Penggali Sumur" karya Selo Lamatapo, dalam bacaan saya kental dan berakar dari lokalitas. Ide-ide yang digagas dan dikemas secara tematik dalam 15 cerpen merupakan teks-teks kreatif keseharian yang berorientasi populis, dan bukan elitis. Keberpihakan terhadap nasib rakyat kecil, tertindas, kejelataan, dan kejujuran. Kesahajaan relasi yang dibangun di antara tokoh dengan latar tempat dan sosial yang egaliter menjadi tema sentral kumpulan cerpen "Penggali Sumur." 

Sumur itu simbol sumber rahmat tanpa henti yang terus menyembur dan menggenangi dasarnya untuk memenuhi rasa haus manusia. 

Ya, seperti yang diucapkan oleh Om Banus, tokoh utama cerpen Penggali Sumur, ketika ditanya Aku, Olak, dan Kedaman dalam sebuah percakapan di atas bale-bale:

"Om ingin orang-orang di kampung ini bisa hidup. Karena, air adalah sumber hidup kita, anak-anakku."

......................................................................

"Di sumur", lanjut Om Banus, "Kita akan menimba kehidupan, anak-anakku. Kita akan bercerita, belajar sabar, dan dikuatkan oleh persatuan, Nak. Di sumur kita menemukan diri kita bukan lagi satu, tetapi menjelma persekutuan yang kuat, sebagaimana satu tetes air yang jatuh dari bibir sumurdan menjadi banyak di dasar sana, anak anakku. Itu sebabnya, Om ingin jadi penggali sumur." (PS, halaman 5-6).

Sebagaimana Om Banus, seorang penggali sumur, kita (pembaca)pun musti menjadi penggali sumur dalam tugas dan karya yang kita jalani masing-masing. 

"Penggali Sumur" layak dibaca oleh semua orang, dan cocok untuk bahan kajian sastra di sekolah. Jangan bilang Anda penggemar sastra: ibu rumah tangga, mahasiswa, guru, dosen, ASN, petani, wartawan, siswa, tukang ojek, perawat, dokter; kalau belum membaca kumpulan cerpen ini. 

Jangan lupa untuk ke tempat ini, Universitas Flores , secara khusus adik-adik tamatan SMA/SMK/MAN di Flobamora dan di seantero nusantara yang ingin mendalami dunia sastra. Ayo, bergabung dengan kami di Universitas Flores. (*)

Sabtu, 26 Februari 2022

Berdiamlah Di Keabadian Surga, Bapak Yoseph Beda Narek



Tahun 2010 saya bertemu dengan Bapak Yoseph Beda Narek untuk sebuah urusan. Ia pun sepakat, hanya saja permintaannya harus di kebun. Dan, itu bisa dilaksanakan setelah selesai memberi makan ternak dan tentu mengiris tuak. Sesuai kesepakatan saya pun ditemani kakak dan adik menuju tempat yang ditentukan, sebuah dataran hijau yang oleh masyarakat setempat dinamakan Dua.  Persis di daerah perbukitan. Dari sini mata kita terpesona memandang sampai ke wilayah tanjung Atadei, teluk Wulandoni, dan perairan Lamalera. Di utara, tatapan kita jatuh tepat pada deretan hutan kayu Ampupu di sepanjang lereng Gunung Labalekan, mulai dari wilayah Lamanuk, Imulolong, dan Puor. Di bagian bawahnya lagi berdiri hamparan hutan kemiri masyarakat yang menjadi komoditas primadona petani di lereng Gunung Labalekan. 

Menurutnya, di kebun adalah tempat yang paling hening melantunkan doa atau syair. Selain itu, tentu ada nuansa alami dan panorama keindahan yang musti terus disyukuri. Bahwa pujian kepada Tuhan Ama Lera Wulan Tana Ekan dan sesama juga adalah sebentuk keindahan rasa. Sebuah getaran sukma yang paling dalam atas semua peristiwa, kisah suka duka, yang dialami oleh manusia. Dan, itu juga butuh ketenangan dan kedamaian. Kisah padu padan seperti itulah yang sering dinarasikan dalam bentuk ceritera yang acapkali dinyanyikan. Dalam masyarakat Lamaholot disebut Oreng. 

Bapak Yoseph Beda Narek adalah figur yang memiliki kemampuan menarasikan suatu peristiwa dengan bernyanyi. Dan, itu dilakukan tanpa salah. Spontan, lancar, dan mengalir begitu saja. Saat itu, beberapa kali jedah untuk mengambil napas. Kami selingi dengan meneguk tuak putih dan ubi kayu bakar. Enak memang. Kami habisi waktu cukup lama.

Pagi tadi, datang kabar dari kampung bahwa Bapak Yoseph telah dipanggil Tuhan. Tentu saya dan orang-orang yang mencintai budaya merasa kehilangan Bapak Yoseph yang memiliki kemampuan dalam melantunkan syair adat. Apalagi, di saat modern ini susah sekali mendapatkan orang-orang yang seperti ini. Namun, hidup kita sepenuhnya berada pada tangan Tuhan. Mengapa harus "di kebun". Baru saya sadar bahwa kebun adalah gambaran dunia estetika yang paling alami, tempat manusia mengalami unio mystica, pertemuan atau persekutuan dengan Tuhan. Mendaraskan Oreng berarti mendaraskan keindahan. 

Semoga alamahrum Bapak Yoseph Beda Narek berjalan pulang melalui jalan lurus menuju Rumah Bapa di surga. Di sana sorak-sorai nyanyian para malaikat menantimu sebab menyanyikan syair telah menjadi talenta yang diberikan Tuhan kepadamu semasa hidupmu. Bapak Yoseph telah menggandakannya berlipat-lipat di dunia. (*)

Kamis, 24 Februari 2022

Di Sini, Di Uniflor Saja

Semenjak virus Corona menghantam dunia global, nyaris pula melumpuhkan sendi-sendi kehidupan masyarakat, termasuk sendi pendidikan yang menjadi garda terdepan mencetak sumber daya manusia Indonesia unggul. Tak pelak, misalnya ujian nasional bagi siswa sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas sebagai syarat kelulusan melangkah ke jenjang pendidikan selanjutnya pun, terpaksa ditiadakan. Para siswa dinyatakan lulus dengan sebutan angkatan Corona. 

Dunia seakan gugup menghadapi pandemi global ini. Instruksi untuk patuh pada protokol kesehatan dari  pemerintah terus disosialisasikan kepada seluruh masyarakat. Mulai jaga jarak, cuci tangan, pakai masker, hindari kerumunan merupakan cara terbaik memutus mata rantai penyebaran virus ini. Masyarakat pun dihimbau untuk di rumah saja. Kantor-kantor pemerintah dan swasta pun ditutup dan mewajibkan karyawannya untuk bekerja dari rumah. Lembaga-lembaga pendidikan juga setali tiga uang. Siswa belajar dari rumah. Mobilitas manusia antarwilayah tak seramai sebelum situasi pandemi ini.

Para siswa tamatan sekolah menengah atas yang ingin melanjutkan kuliah ke jenjang perguruan tinggi pun agak was-was. Kebingungan. Orang tua juga khawatir jika anaknya bisa terkena virus ini, jika bepergian jauh. Memang dilematis. Situasi sulit yang membutuhkan pilihan tepat dan pasti. Satu hal yang pasti, Corona boleh melanda kita, tapi pendidikan anak sudah jelas menjadi prioritas. Bulan ini, bulan depan, bahkan tahun depan virus ini pasti hilang lenyap dari keseharian kita, namun jika pendidikan tidak tertata dengan baik hari ini, maka cuma ada penyesalan di hari esok, sebab kata orang bijak pendidikan merupakan investasi masa depan. 

Puisi Menyesal

Seperti tulis Haji Hasjmi dalam puisi yang berjudul "Menyesal". Berikut saya kutip lengkap puisi tersebut.

Pagiku hilang sudah melayang

Hari mudaku sudah pergi

Kini petang datang membayang

Batang usiaku sudah tinggi

Aku lalai di hari pagi

Beta lengah di masa muda

Kini hidup meracun hati

Miskin ilmu, miskin harta


Ah, apa guna kusesalkan

Menyesal tua tiada berguna

Hanya menambah luka sukma


Kepada yang muda kuharapkan

Atur barisan di hari pagi

Menuju arah padang bakti

Bagi adik-adik yang tamatan SMA/SMK/MAN di Flores Lembata, NTT, dan di seantero nusantara tentukan pilihanmu sekarang. Pastikan bahwa Anda bisa melibas badai ini. Karena masa depanmu ada di tangan Anda sendiri. Jika adik-adik lalai bahkan terlambat mengambil keputusan untuk melanjutkan kuliah, maka mungkin saja kesempatan ini akan terbuang begitu saja, sebab tahun depan belum tentu peluang ini ada lagi.

Mari, "Di Sini Saja", bergabung bersama kami di Universitas Flores. Jangan terlambat, secepatnya daftarkan diri Anda "Di Sini Saja", di Universitas Flores. Kami telah mengalami pencapaian yang luar biasa. Adik-adik bisa menghubungi 081338322945, 085337855502, atau 081353989718. (*)

Tuhan Tahu, Tapi Menunggu

Judul di atas adalah sebuah Cerpen yang ditulis oleh Leo Tolstoy. Nama lengkapnya Lev Nikolayevich Tolstoy. Lahir di Rusia, 9 September 1828. Entah apa gerangan, tiba-tiba cerpen ini menjadi menarik untuk saya tulis di sini.

Tuhan Tahu Tapi Menunggu

Cerpen "Tuhan Tahu, Tapi Menunggu" mengisahkan seorang Saudagar yang berhati mulia besok pagi akan pergi ke sebuah kota yang jauh untuk memenuhi janjinya. Ternyata, tiba-tiba istrinya menceritakan mimpinya yang buruk bahwa suaminya melakukan perjalanan jauh, mengalami musibah, dan akhirnya meninggal dengan tidak hormat. Belakangan, meninggal tidak hormat barangkali disebut meninggal tidak wajar. Karena mimpi buruk itulah, sang istri memohon dengan segenap hati agar suaminya membatalkan rencana perjalanan jauh tersebut.

Namun, bagi Saudagar suaminya, janji adalah janji yang harus ditepati. Dengan mengabaikan nasihat sang istri, berangkatlah ia menunggangi kuda kesayangannya. Pada suatu malam ketika sedang tidur lelap di sebuah rumah penginapan, terjadilah sebuah peristiwa pembunuhan yang sadis, yang kemudian merubah seluruh perjalanan Saudagar ini. Seseorang telah mati terbunuh, dan orang-orang menemukan sebilah pisau di bawah bantal Saudagar. Dia ditangkap polisi dan diadili, kemudian dijatuhi hukuman seumur hidup, karena telah membunuh nyawa seseorang.

Semua orang, termasuk sahabat dan keluarganya, tidak percaya bahwa Saudagar yang berperangai hati mulia bukanlah seorang pembunuh. Mereka mengajukan pembelaan, namun dia tetap dijatuhi hukuman. Karena itu, Saudagar pun dijauhi oleh keluarga. Ketika dia berada di dalam penjara, dia tidak pernah dikunjungi, termasuk istri dan anak-anaknya. 

Waktu terus berputar. Saudagar yang baik hati menjadi uzur. Selama dalam penjara dia selalu menaati dan menjalankan masa tahanan dengan baik. Atas pertimbangan itu, Saudagar mendapat remisi untuk dibebaskan. Dalam hatinya, jika saya keluar, ke mana saya harus pergi? Semua anggota keluarga, sahabat karib, teman dan kerabat pasti menolak kehadiranku sebab mereka tahu aku adalah seorang pembunuh. 

Ketika dia hendak meninggalkan penjara, seorang lain dimasukan dalam penjara. Saat Saudagar melihat narapidana itu, tahulah ia bahwa orang itu adalah pembunuh yang sebenarnya. Namun, karena telah lama memaafkan pembunuh yang sebenarnya tersebut, dia diam. Bahkan ketika suatu saat di akhir masa pembebasannya, dia pun diancam dibunuh oleh narapidana baru itu, Saudagar pun pasrah. Akhirnya, dia meninggal sebagai seorang pembunuh yang selalu menunjukkan perilaku baik di dalam tahanan yang akan dibebaskan. "Tuhan Tahu, Tapi Menunggu". (*)

Terima Kasih


(1)

Setiap kita, siapa saja ketika menerima sesuatu dari orang lain, entah kenal maupun tidak pasti kita mengucapkan terima kasih. Sebaliknya, jika kita melakukan atau memberi sesuatu kepada orang lain, kita pun akan mendapat ucapan yang sama, terima kasih. Terima kasih merupakan ungkapan kejujuran dan rasa dari dalam diri yang nilainya paling mahal karena tidak bisa ditakar dengan bentuk lain. 

Kali ini, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada adik Robyy Watowai. Dia alumni PBSI Uniflor tahun 2015. Setelah lulus, Roby mencari peruntungannya ke propinsi kaya raya Papua. Di sana dia menjalani profesi sebagai wartawan di koran Timika Expres. Selepas itu, dia bekerja di koran Radar Timika (Jawa Pos Grup) di bagian desain grafis (lay out dan ilustrasi). Bekal jurnalistik cuma didapat dibangku kuliah dalam mata kuliah pilihan rumpun jurnalistik, yang waktu itu cuma 1 jam. Berbagai pertimbangan, termasuk umpan balik dari alumni tentang respek bidang ini cukup besar di lapangan, maka mata kuliah-mata kuliah rumpun jurnalistik sekarang sudah menjadi 3 jam.

Sekarang Roby sudah kembali ke Ende, Flores, tanah kelahirannya. Berbekal pengalaman yang diperoleh di bidang media, alumni berdarah Adonara Flores Timur ini mulai menekuni dunia lukis. Dunia ini dipelajari secara otodidak. Kegiatan ini dilakukan mengisi waktu luang usai menjalani tugas di bidang desain grafis sebuah koran online di kota Ende. Di bawah ini salah satu lukisannya.  Terima kasih Roby, alumni sekaligus anak bimbingan tugas akhir yang tak kenal menyerah (*)

(2)

Bertemu lagi dengan Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum di Prodi PBSI Universitas Flores, setelah tahun 2015, Pak Yapi ke Uniflor mengikuti Temu Sastrawan NTT 2. Saat itu PBSI Uniflor menjadi penyelenggaranya. Setelah berdiskusi dengan para dosen, beliau menyempatkan waktunya untuk berbincang dengan para mahasiswa tentang sastra siber. Menurut Yapi, jika dikelola dengan baik media sastra jenis ini dapat memberikan efek positif yang luar biasa, asal mahasiswa sungguh-sungguh mau mengakrabinya dengan baik. 

Pada kesempatan tersebut, Pak Yapi menyerahkan buku "Lembata Dalam Pergumulan Sejarah dan Perjuangan Otonominya." Buku yang diluncurkan di Lewoleba Lembata, pada 12 Oktober 2022 bertepatan dengan ulang tahun Kabupaten Lembata ke-23. Terima kasih berlimpah kepada penulis bukuk ini, seorang penulis dan jurnalis senior, Bapak Thomas Ataladjar.

Bahasa-bahasa Lokal: Warisan Nilai dan Strategi Pelestariannya


    Kamis, 10 Desember 2020, Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Flores, Ende menyelenggarakan Webinar Nasional bertema "Bahasa-bahasa Lokal: Warisan Nilai dan Strategi Pelestariannya". Tema ini aktual dan selalu relevan dalam setiap perbincangan, jika kita hendak menelisik keberadaan kita sebagai individu dan anggota komunitas atau masyarakat. 

    Jika kita semua lebih sedikit tenang dan sabar merunut dan merenungi perjalanan peradaban kita, maka kita sepakat bahwa "bahasa-bahasa lokal" merupakan bagian sejarah intelektual, bahkan telah menjadi artefak dari pikiran manusia. Hanya manusialah yang mampu menciptakan artefak untuk ditinggalkan kepada generasi muda melalui khazanah budaya, bahasa, dan sastra. Dengan demikian, artefak tidak sekadar benda, melainkan hasil pikiran manusia.

Sebagai masyarakat yang multietnik sekaligus multilingual, kita diharapkan untuk menggembur dan menyuburkan kembali eksistensi bahasa-bahasa lokal yang menjadi identitas kultural. Sebab, di dalamnya mengandung kekayaan nilai dan fungsi-fungsi simbolik yang menjadi modal sosial masyarakat penuturnya. Dengan begitu, kita dan generasi masa depan tetap kokoh, serta tidak akan mengalami ketercerabutan akar lokal yang berdampak pada kegoyahan jati diri di tngkat lokal maupun nasional. Alasan historis dan kultural tersebutlah menjadi daya dorong dan rasionalisasi, mengapa panitya memilih "Bahasa-bahasa Lokal" sebagai tema Webinar Nasional. 

Saat kegiatan, para peserta Webinar Nasional berterima kasih karena bisa bertemu dan berdiskusi dengan para expert dalam bidang budaya, bahasa, dan sastra. Antara lain, (1) Prof. Dr. Simon Sabon Ola, M.Hum., dari Undana Kupang, (2) Prof. Dr. Oktavianus, M.Hum., (3) Prof. Dr. Aron Meko Mbete daru Universitas Warmadewa Bali, (4) Dr. Simon Sira Padji , M.A., dari Universitas Flores, (5) Stefen Danerek, P.Hd, peneliti dari Lund University Swedia, (6) Prof. Dr. Made Budiarsa, M.A., dan (7) Dr. Willem Burung, seorang peneliti bahasa-bahasa Trans-New Guinea di Papua.

Terima kasih untuk semua peserta Webinar yang telah mengambil bagian dalam kegiatan tersebut. Program Studi PBSI Universitas Flores tetap punya komitmen untuk melestarikan budaya, bahasa, dan sastra lokal seirama dengan visi Uniflor menjadi Mediator Budaya. (*)

Dengan Puisi Aku (Nora Nua Go)

Saya mendapat kesempatan menerjemahkan puisi "Dengan Puisi, Aku", karya Taufik Ismail ke dalam bahasa Lamaholot (2015). Dengan penguasaan bahasa pertama saya bahasa Lamaholot, judul puisi tersebut saya terjemahkan menjadi "Nora Nua, Go". Penerjemahan puisi Taufik Ismail ini dalam rangka merayakan usianya yang ke-80. Hasil terjemahannya dibukukan dalam buku "Dengan Puisi, Aku 1 Puisi, 80 Bahasa, 80 Tahun". 

80 bahasa dimaksud terdiri atas 58 bahasa dunia dan 22 bahasa daerah. Bahasa Tamil, Yunani, Ibrani, Esparanto, Persia, Katalan, Jepang, Serbia, Burma, dan Filipino adalah beberapa bahasa di antara 58 bahasa dunia. Selain bahasa Jawa, Minangkabau, Toraja yang tersebar di Indonesia, terdapat 6 bahasa di Flores dalam buku tersebut,  antara lain, bahasa Manggarai, Nagekeo, Ende, Lio, Sikka, dan Lamaholot.

Buku yang diterbitkan oleh Majalah Sastra HORISON, dengan prakata oleh Prof. Victor A. Pogadaev dari FBL, University Malaya. Dalam prakata berjudul "Taufik Ismail: Penyambung Lidah Orang Miskin dan Tertindas", Prof. Victor menyebut Taufik Ismail sebagai penyair tersohor Indonesia. Seluruh bakat, upaya, dan dayanya diserahkan untuk melawan totalitarisme. Taufik Ismail sebagai penyambung lidah orang miskin dan tertindas, pembela kebebasan individu dan kebebasan kreatif. Setiap kekuasaan adalah kekerasan. Olehnya, kewajiban seorang penyair sebagai warga negara adalah membuat kekuasaan itu lebih berperi-kemanusiaan dan memaksanya meringankan penderitaan rakyat. 

Taufik Ismail lahir di Bukittinggi, 25 Juni 1935 dan dibesarkan di daerah Pekalongan Jawa. Dia tumbuh dalam keluarga guru dan wartawan yang suka membaca. Kecenderungan membaca tersebut diwariskan dalam puisinya "Kupu-kupu di dalam Buku". 

Taufik Ismail juga disebut Prof. Victor sebagai maitre, pemimpin Angkatan 66 yang diakui, yang patut diteladani oleh semua sastrawan generasi muda.

Selamat ulang tahun sastrawan Indonesia Taufik Ismail, sastrawan yang pernah menulis puisi tentang keindahan padang safana Sumba dengan judul Beri Daku Sumba (2014).

Bagi adik-adik tamatan SMA/SMK/MAN di wilayah Flobamora atau wilayah Indonesia yang ingin melanjutkan kuliah, Ayo..., bergabung dengan kami di Universitas Flores  Ende. 

Secara khusus, bagi adik-adik yang ingin mengasah daya imajinasi dalam bidang sastra, kami menantimu dengan senang hati di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. (*)

Lelaki Tua dan Laut


Santiago namanya. Ia Lelaki Tua yang menjadi tokoh sentral dalam novel Lelaki Tua dan Laut. Ditulis oleh Ernest Hemingway. Hemingway mengisahkan perjuangan seorang Lelaki Tua Kuba yang telah 84 hari berjuang untuk menangkap ikan marlin raksasa. Ia gagal menangkap seekor ikan pun. Fisiknya memang tua, namun menyimpan kekuatan dan daya tahan tubuh yang luar biasa. Terciptalah sublim, sebagaimana tampak ketika dia sendirian berada di laut sebulan lebih tanpa menghasilkan apa-apa.

Ingatan Lelaki Tua melayang-layang ke masa mudanya, ketika dia berpetualang ke Afrika dan menyaksikan begitu banyak singa di pantai, dan saat dia selalu menang dalam pertandingan poncho. 

Perjuangan tanpa menyerah Lelaki Tua mengajarkan betapa kesabaran, ketabahan, dan kegigihan dalam mengarungi lautan kehidupan. Kisah menyentuh dan inspiratif ini juga diwarnai suka duka pertemanannya dengan seorang anak lelaki. (*)