Halaman

Senin, 06 November 2017

Pahlawan Tanpa Tanda Jasa




“… Engkau patriot pahlawan bangsa
Tanpa tanda jasa”.

Kuplet lagu ‘himne guru’ di atas gaung–membahana di telinga ratusan undangan dan peserta yudisium sarjana dan Ahli Muda Pendidikan FKIP Universitas Flores, Rabu, 15 September 2008. Pada area Auditorium Universitas Flores di bilangan Sam Ratulangi Ende kegiatan itu dilaksanakan. Mengusung sebuah tema biasa saja. Pahlawan tanpa tanda jasa. Boleh dibilang tema yang lumrah. Namun, dari sanalah tersirat sejumlah dedikasi, terpancar sederetan nuansa pelayanan dari seorang yang oleh masyarakat disebut guru. Dari tangan inilah terciptalah generasi-generasi yang siap meneruskan nasib bangsa ini ke depan. Ini refleksi yang masih relevan buat civitas akademika keguruan, terutama peserta yudisium yang siap dilepaskan ke tengah masyarakat, ungkap Aurelius Fredimento, Ketua panitya yudisium 2008.
Relevan karena para sarjana dan Ahli Muda Pendidikan berbangga sebab telah mampu menjalankan proses perkuliahan di kampus. Tetapi, dalam nada retoris, Elias Beda, Dekan FKIP Universitas Flores mengingatkan bahwa kegiatan ini juga merupakan sebuah tantangan, apakah ilmu (bekal) yang diperoleh dapat menjadi persembahan terbaik untuk pengguna lulusan (masyarakat), terutama pada era yang serba kompetitif ini. Oleh karena itu, harap Beda kebanggaan ini perlu untuk dirayakan dengan sukacita, tetapi hendaklah senantiasa bercermin pada apa yang telah dicapai, karena keberhasilan  adalah hasil sebuah pencarian yang tidak pernah akan berakhir. Banyak faktor yang menyebabkan kuangnya apresiasi terhadap profesi guru, karena Pertama, kurangnya motivasi guru untuk meraih nilai akademis yang tinggi. Hal itu disebabkan oleh situasi dan kondisi pendidikan dalam lingkungan keluarga yang kurang mendukung.
Kedua, merebaknya sikap instan yang melanda kehidupan masyarakat. Hal ini disebabkan oleh kuatnya sikap permisif masyarakat yang cenderung membiarkan berbagai perilaku anomali sosial berlangsung di tengah-tengah panggung kehidupan sosial. Masyarakat yang seharusnya menjadi kekuatan kontrol untuk ikut menanggulangi berbagai persoalan sosial yang kurang sehat cederung bersikap permisif dan masa bodoh. Sikap instan yang ingin meraih sukses tanpa kerja keras pun dinilai sebagai hal yang wajar terjadi.
Guru sebagai pengajar dan pendidik yang senantiasa berusaha menjadikan anak didik agar menjadi dewasa. Berusaha untuk membentuk sebuah generasi baru yang matang. Generasi yang diharapkan nanti adalah generasi yang mampu berkompetisi secara sehat berdasarkan norma-norma budaya bangsa. Kita sepakat bahwa di tengah himpitan era globalisasi, kita tetap siap mencetak generasi yang berintegritas tinggi, bermoral dan berbudaya. Sebagai instrumental input guru tentu berikhtiar untuk tidak menghasilkan lulusan-lulusan yang hanya manut atau taat pada kaidah-kaidah pencarian laba bagi dirinya sendiri tetapi tidak peduli pada kemanusiaan, kehidupan dan peradaban. Justru yang diharapkan adalah lulusan yang lebih mementingkan sesuatu yang bersifat nirlaba dalam interaksi sosialnya. Oleh sebab itu, akan ada kepekaan terhadap nilai-nilai moral kehidupan dan bobot manusia yang beradab. Disinilah sosok guru menjadi figur sentral, penyandang peran penting dalam pembangunan sumber daya manusia di negeri ini. Barangkali disinilah manusia dituntut untuk memiliki apa yang disebut Hutcheson sebagai sense of moral.
Dalam konsep idealis, guru adalah sosok atau pribadi yang digugu dan ditiru. Hal ini tentu beralasan, karena apa yang diucapkan guru merupakan sesuatu yang pantas diyakini murid. Apa yang dilakukan murid adalah apa yang tergambar atau termanifestasi lewat performance guru. Oleh karena itu, guru adalah teladan bagi muridnya. Dalam menghantar murid mencapai keberhasilannya, peranan guru tidak dapat dipungkiri lagi, sehingga benar ada proverba lama yang mengungkapkan bahwa orang menjadi bupati, gubernur, presiden, atau birokrat di bidang apapun tidak terlepas dari jamaan guru.
Secara objektif, kita perlu mengamini bahwa peranan guru yang besar tersebut belum mendapat apresiasi yang optimal. Pada sisi status, misalnya guru merupakan sebuah profesi yang tidak disukai kebanyakan orang, walaupun dari aspek formal, guru diberi penghormatan sebagai ‘pahlawan’ (tanpa tanda jasa). Dan, penghormatan ini sekadar sloganistis. Dari aspek materi, pekerjaan guru hanya pada areal ‘lahan kering’ (istilah kontemporer sebagai antonim lahan basah). Jadi, bersiap-siaplah untuk hidup pas-pas-an, hidup sederhana kalau memilih profesi guru. Dan, amatan kita atas realitas keseharian sejumlah guru di sekitar kita menjadi bukti kuat kebenaran konsep di atas. Guru, akhirnya menjadi gambar untuk masyarakat umum.
 Guru menjadi figur sentral dalam dunia pendidikan terutama saat berlangsungnya interaksi belajar mengajar. Dengan demikian, syarat-syarat minimal menjadi guru yang ideal, khususnya syarat paedagogie – psikologis menjadi utama, karena selain mengajar aspek mendidik juga menjadi titik bidik pembentukan peserta didik yang humanis dan manusiawi. Inilah yang menyejarah hingga kini, hanya sayang cenderung untuk dilupakan bahwa kedudukan guru tempoe doeloe disetarakan dan duduk sederetan dengan golongan priyayi pada berbagai upacara. Mungkinkah posisi guru masa silam tersebut dapat terulang lagi pada era kontemporer ini. Ini tugas berat. Butuh usaha, kerja keras, dan rela berkorban. Dengan demikian, Jadilah seorang guru yang mandiri dan profesional dalam membimbing dan menuntun anak didik Anda dalam menggapai cita-cita. Jadilah obor di tengah kegelapan yang tidak kehabisan minyak, dan ilmuwan yang tidak kehabisan akal, Kendatipun Anda dijuluki sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, tegas Beda mengingatkan.
Pengamatan di lapangan, guru telah menjadi seorang sutradara andal ketika menyutradarai drama kelas dengan sekian banyak epilog yang tidak terekam secara detail. Guru telah belajar banyak dari anak manusia dengan berbagai kemampuan dan latar belakang sosial budaya yang variatif. Belajar tentang situasi ekonomi orang pedesan dan perkotaan yang merepresentasi dari sekian banyak anak didik mereka. Guru adalah konselor yang piawai memberikan pendampingan individu ataupun kelompok kepada anak didiknya yang mengalami kesulitan belajar. Guru juga menjadi desainer ulung yang mampu membangun-kan potensi anak didik, bahkan mampu meramalkan masa depan  anak didiknya. Guru telah terbukti mencetak manusia-manusia modern yang piawai menahkodai bangsa dan Republik ini. Guru tak bisa menghitung kembali secara baik berapa banyak kegiatan karitatif–kemanusiaan yang pernah dibuat untuk masyarakat disekitarnya, masyarakat tak mampu. Berapa banyak kesabaran, ketabahan yang telah diberikan guru ketika menghadapi berbagai persoalan muridnya di kelas. Kredo ini akan masih tersambung dengan hal-hal kemanusiaan lainnya. Karena guru telah menjadi gambar untuk masyarakat (rakyat) umum. Balajarlah dari pengalaman-pengalaman itu, agar Anda menjadi guru yang ditiru dan digugu. (*)





[1] Artikel ini pernah dimuat pada HU Flores Pos, 30 November 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar