“… Engkau patriot pahlawan bangsa
Tanpa tanda jasa”.
Kuplet
lagu ‘himne guru’ di atas gaung–membahana di telinga ratusan undangan dan
peserta yudisium sarjana dan Ahli Muda Pendidikan FKIP Universitas Flores,
Rabu, 15 September 2008. Pada area Auditorium Universitas Flores di bilangan
Sam Ratulangi Ende kegiatan itu dilaksanakan. Mengusung sebuah tema biasa saja.
Pahlawan tanpa tanda jasa. Boleh
dibilang tema yang lumrah. Namun, dari sanalah tersirat sejumlah dedikasi, terpancar
sederetan nuansa pelayanan dari seorang yang oleh masyarakat disebut guru. Dari tangan inilah terciptalah
generasi-generasi yang siap meneruskan nasib bangsa ini ke depan. Ini refleksi
yang masih relevan buat civitas akademika
keguruan, terutama peserta yudisium yang siap dilepaskan ke tengah masyarakat,
ungkap Aurelius Fredimento, Ketua panitya yudisium 2008.
Relevan karena para sarjana dan Ahli
Muda Pendidikan berbangga sebab telah mampu menjalankan proses perkuliahan di
kampus. Tetapi, dalam nada retoris, Elias Beda, Dekan FKIP Universitas Flores
mengingatkan bahwa kegiatan ini juga merupakan sebuah tantangan, apakah ilmu
(bekal) yang diperoleh dapat menjadi persembahan terbaik untuk pengguna lulusan
(masyarakat), terutama pada era yang serba kompetitif ini. Oleh karena itu,
harap Beda kebanggaan ini perlu untuk dirayakan dengan sukacita, tetapi
hendaklah senantiasa bercermin pada apa yang telah dicapai, karena
keberhasilan adalah hasil sebuah
pencarian yang tidak pernah akan berakhir. Banyak faktor yang menyebabkan
kuangnya apresiasi terhadap profesi guru, karena Pertama, kurangnya motivasi guru untuk
meraih nilai akademis yang tinggi. Hal itu disebabkan oleh situasi dan kondisi
pendidikan dalam lingkungan keluarga yang kurang mendukung.
Kedua,
merebaknya
sikap instan yang melanda kehidupan masyarakat. Hal ini disebabkan oleh kuatnya
sikap permisif masyarakat yang cenderung membiarkan berbagai perilaku anomali
sosial berlangsung di tengah-tengah panggung kehidupan sosial. Masyarakat yang
seharusnya menjadi kekuatan kontrol untuk ikut menanggulangi berbagai persoalan
sosial yang kurang sehat cederung bersikap permisif dan masa bodoh. Sikap
instan yang ingin meraih sukses tanpa kerja keras pun dinilai sebagai hal yang
wajar terjadi.
Guru sebagai pengajar dan pendidik yang
senantiasa berusaha menjadikan anak didik agar menjadi dewasa. Berusaha untuk
membentuk sebuah generasi baru yang matang. Generasi yang diharapkan nanti
adalah generasi yang mampu berkompetisi secara sehat berdasarkan norma-norma budaya
bangsa. Kita sepakat bahwa di tengah himpitan era globalisasi, kita tetap siap
mencetak generasi yang berintegritas tinggi, bermoral dan berbudaya. Sebagai
instrumental input guru tentu berikhtiar untuk tidak menghasilkan
lulusan-lulusan yang hanya manut atau taat pada kaidah-kaidah pencarian laba bagi dirinya sendiri tetapi tidak
peduli pada kemanusiaan, kehidupan dan peradaban. Justru yang diharapkan adalah
lulusan yang lebih mementingkan sesuatu yang bersifat nirlaba dalam interaksi sosialnya. Oleh sebab itu, akan ada
kepekaan terhadap nilai-nilai moral kehidupan dan bobot manusia yang beradab.
Disinilah sosok guru menjadi figur sentral, penyandang peran penting dalam
pembangunan sumber daya manusia di negeri ini. Barangkali disinilah manusia
dituntut untuk memiliki apa yang disebut Hutcheson sebagai sense of moral.
Dalam
konsep idealis, guru adalah sosok atau pribadi yang digugu dan ditiru. Hal ini tentu beralasan, karena apa yang
diucapkan guru merupakan sesuatu yang pantas diyakini murid. Apa yang dilakukan
murid adalah apa yang tergambar atau termanifestasi lewat performance guru. Oleh karena itu, guru adalah teladan bagi
muridnya. Dalam menghantar murid mencapai keberhasilannya, peranan guru tidak
dapat dipungkiri lagi, sehingga benar ada proverba lama yang mengungkapkan
bahwa orang menjadi bupati, gubernur, presiden, atau birokrat di bidang apapun
tidak terlepas dari jamaan guru.
Secara objektif, kita perlu mengamini
bahwa peranan guru yang besar tersebut belum mendapat apresiasi yang optimal. Pada
sisi status, misalnya guru merupakan sebuah profesi yang tidak disukai
kebanyakan orang, walaupun dari aspek formal, guru diberi penghormatan sebagai ‘pahlawan’ (tanpa tanda jasa). Dan,
penghormatan ini sekadar sloganistis. Dari aspek materi, pekerjaan guru hanya
pada areal ‘lahan kering’ (istilah
kontemporer sebagai antonim lahan basah). Jadi, bersiap-siaplah untuk hidup pas-pas-an, hidup sederhana kalau
memilih profesi guru. Dan, amatan kita atas realitas keseharian sejumlah guru
di sekitar kita menjadi bukti kuat kebenaran konsep di atas. Guru, akhirnya
menjadi gambar untuk masyarakat umum.
Guru menjadi figur sentral dalam dunia
pendidikan terutama saat berlangsungnya interaksi belajar mengajar. Dengan
demikian, syarat-syarat minimal menjadi guru yang ideal, khususnya syarat paedagogie – psikologis menjadi utama,
karena selain mengajar aspek mendidik juga menjadi titik bidik pembentukan
peserta didik yang humanis dan manusiawi. Inilah yang menyejarah hingga kini,
hanya sayang cenderung untuk dilupakan bahwa kedudukan guru tempoe doeloe disetarakan dan duduk
sederetan dengan golongan priyayi pada berbagai upacara. Mungkinkah posisi guru
masa silam tersebut dapat terulang lagi pada era kontemporer ini. Ini tugas
berat. Butuh usaha, kerja keras, dan rela berkorban. Dengan demikian, Jadilah
seorang guru yang mandiri dan profesional dalam membimbing dan menuntun anak
didik Anda dalam menggapai cita-cita. Jadilah obor di tengah kegelapan yang
tidak kehabisan minyak, dan ilmuwan yang tidak kehabisan akal, Kendatipun Anda
dijuluki sebagai pahlawan tanpa tanda
jasa, tegas Beda mengingatkan.
Pengamatan
di lapangan, guru telah menjadi seorang sutradara andal ketika menyutradarai
drama kelas dengan sekian banyak epilog yang tidak terekam secara detail. Guru
telah belajar banyak dari anak manusia dengan berbagai kemampuan dan latar
belakang sosial budaya yang variatif. Belajar tentang situasi ekonomi orang
pedesan dan perkotaan yang merepresentasi dari sekian banyak anak didik mereka.
Guru adalah konselor yang piawai memberikan pendampingan individu ataupun
kelompok kepada anak didiknya yang mengalami kesulitan belajar. Guru juga
menjadi desainer ulung yang mampu
membangun-kan potensi anak didik,
bahkan mampu meramalkan masa depan anak
didiknya. Guru telah terbukti mencetak manusia-manusia modern yang piawai
menahkodai bangsa dan Republik ini. Guru tak bisa menghitung kembali secara
baik berapa banyak kegiatan karitatif–kemanusiaan yang pernah dibuat untuk masyarakat disekitarnya, masyarakat tak
mampu. Berapa banyak kesabaran, ketabahan yang telah diberikan guru ketika
menghadapi berbagai persoalan muridnya di kelas. Kredo ini akan masih
tersambung dengan hal-hal kemanusiaan lainnya. Karena guru telah menjadi gambar untuk masyarakat (rakyat) umum.
Balajarlah dari pengalaman-pengalaman itu, agar Anda menjadi guru yang ditiru
dan digugu. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar