Halaman

Rabu, 08 November 2017

Bahasa Bola





Fabregas. Francesc Fabregas Soler. Pria 25 tahun yang lahir pada 4 Mei 1987, dengan tinggi badan 179 cm, berkebangsaan Spanyol, tampil “luar biasa” ketika laga semifinal Euro 2012, Kamis, 28 Juni 2012, mempertemukan Spanyol dengan Portugal. Pada saat laga tersebut harus ditentukan melalui adu pinalti 12 pas, mulut Fabregas komat-kamit saat berjalan sembari memegang bola menuju titik putih. Apakah ia sedang mengucapkan doa atau mantra sebelum eksekusi pinalti? Ternyata tidak. Pemain Timnas Spanyol ini mengaku saat itu dirinya sedang bicara dengan bola. “Aku bilang pada bola itu, kita harus membuat sejarah dan jangan bikin aku kecewa” (Pos Kupang, 29 Juni 2012). Permintaan Fabregas dikabulkan sang bola. Setelah sempat membentur tiang bawah, bola kemudian menggelinding masuk ke dalam gawang Rui Patricio, penjaga gawang Portugal. Fabregas, akhirnya  menjadi penentu kemenangan saat Espana Spanyol unggul 4–2 atas Portugal pada drama adu pinalti di Donboss Arena, Donetsk Ukraina, pada laga semifinal Euro 2012, Kamis, 28 Juni 2012. Si jenius Fabregas pulalah yang berhasil memberikan asist kepada David Silva untuk menceploskan bola ke gawang Buffon, pada laga final Euro 2012, mempertemukan Timnas negeri Matador Spanyol vs Nerazuri Italia. Fabregas,Cs, akhirnya menjadi jawara Euro 2012, setelah empat tahun silam menjuarai pesta bola di Benua Biru itu.
Komat-kamit Sang gelandang serang visioner negeri Matador di atas semakin mengabsahkan tesis bahwa bahasa merupakan sebuah organisme yang hidup, berkecambah, menjalar, dan menalari kehidupan manusia. Bagi saya, inilah fenomena bahasa bola. Bahwa bola, tidak sekadar fenomena fisik yang menuntut skill, kepiawaian dan ketepatan pemain untuk menahan dan menggulir dari satu sisi lapangan ke sisi lapangan yang lain. Dari tengah lapangan menjangkau pojok yang lain, melainkan telah menghadirkan intensi, doa, dan permohonan pemain dan kesatuan tim yang dibela. Inilah faktor “X”, ekstralinguistik bahasa bola yang telah memainkan peran penting dan menempati posisi sentral dalam peziarahan manusia.

Bahasa Bola

Komat-kamit Fabregas mengemban fungsi dan nilai komunikatif. Fungsi ini memandang “bola” sebagai teman bicaranya. Bahasa sebagai sarana komunikasi, simbol kehadiran dan kehidupan sosial. Komunikasi merupakan fungsi utama bahasa. Bahasa pulalah yang membuat orang dapat berkata-kata. Karena kata mampu menempatkan dua pribadi dalam komunikasi, menciptakan relasi timbal balik, dalam satu waktu yang sama. Inilah pribadi manusia yang terrepresentasi lewat Fabregas, untuk mengungkapkan secara tuntas maksud dan kehendaknya melalui bahasa.
Kita percaya bahwa komat-kamit Fabregas di atas menghadirkan sebuah kekuatan  verbalistik, kekuatan kata. Dalam konstelasi sosial yang lebih universal, bahasa menjadi instrumen bagi pelaku sosial untuk dapat bersosialisasi dengan pelaku sosial lain. Bahasa menjadi medan transaksi perwujudan praktik sosial dalam membangun sebuah interaksi aktif antara struktur sosial yang objektif dengan sistem linguistik yang dimiliki pelaku sosial. Sebagai praktik sosial, praktik bahasa tidak berdiri sendiri, melainkan berada dalam suatu kohesi sosial yang mempersatukan dan merupakan milik kolektivitas masyarakat.
Fabregas telah menguak sisi lain bahasa, yakni sisi pragmatik. Pragmatik menukik pada intension (maksud), terutama tentang tata berbicara, tata berpakaian, tata makan, tata budaya. Dengan demikian, pragmatik mengkaji makna yang tersembunyi atau tersirat dibalik teks. Pada sisi kegenapan kuantitas komunikasi, ada sesuatu yang lain yang tidak terucap tuntas dalam satu pesan yang sama. Dari sisi kualitasnya pun, kegenapan maksud tak selamanya representatif pada deretan kata atau kalimat yang sterucap. Demi menjaga keseimbangan antara intensi kuantitas dan intensi kualitas, maka Paul  Grice (Cumings, 2007), menyarankan  untuk memasukkan maksim hubungan, teori relevansi. Maksim relevansi ini telah menjadi pokok persoalan dan telah mampu mengungkap dua rahasia besar.

Prinsip Q dalam Pragmatik

Yang pertama usaha yang dilakukan Horn (1984); yang lain dilakukan oleh Sperber dan Wilson (Cumings, 2007: 159). Horn mempostulatkan dua prinsip yakni Q-principle (‘Q' untuk ‘kuantitas’), memberitahu kita untuk mengatakan sebanyak yang dapat kita katakan; dan R-principle (‘R' untuk ‘relasi’ atau hubungan), yang mengatakan bahwa kita harus ‘berkata tidak lebih dari yang harus kita katakan.’ Menurut Sperber dan Wilson, pragmatik memerlukan hanya satu prinsip saja,  yakni  prinsip relevansi, yang berbunyi bahwa setiap ujaran menciptakan harapan relevansi dalam diri orang yang diajak bicara (addressee).
Relevansi memiliki keterkaitan dengan komponen kognitif maupun komunikasi. Komponen kognisi memungkinkan untuk pembentukan hipotesis dan konfirmasi hipotesis, sedangkan komponen komunikasi  memungkinkan partisipan menyusun kontribusi sendiri dan menginterpretasikan kontribusi orang lain. Asumsi yang mendasari teori relevansi–yakni, dalam suatu konteks tertentu, kita harus berasumsi bahwa apa yang dikatakan orang-orang adalah relevan. Prinsip relevansi Sperber dan Wilson jauh lebih eksplisit daripada prinsip kooperatif  dan maksim-maksim  yang diajukan Grice. Yang pasti bahwa komunikasi membutuhkan mitra tutur. Ada relasi, hubungan timbal balik. Fabregas telah membuktikan itu, sekalipun dengan bola.
Dalam pada itu, bahasa tetaplah menjadi alat rekam vital dan menjadi media penghubung representatif antara aspek kehidupan yang satu dengan aspek kehidupan yang lain. Di sanalah ada penghargaan, juga ruang keterbukaan untuk mengekspresikan pemikiran yang jernih dalam berbahasa secara apa adanya. Fabregas pun percaya, dengan komat-kamitnya yang sedikit itu, telah mampu menoreh sejarah. Sebagaimana intensi, doa, dan permohonan yang disampaikannya. Dan, sejarah itu telah menjadi fakta sejarah. Menjadi tontonan jutaan pasang mata maniak bola seantero jagad. Fabregas, cs pun telah “bale nagi” membawa dan menggelindingkan bola sejarah, bahwa lewat “bahasa bola”Fabregas, negeri matador Espana Spanyol mampu merengkuh takhta tertinggi Euro 2012. Itulah bahasa bola. (*)


[1] Artikel ini pernah dimuat dalam  HU Flores Pos, 10 Juli 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar