Prolog
tulisan ini, perkenankan saya mengutip pesan Albert Einstein, Si Jenius, teoretikus
terbesar bidang ilmu alam, kepada para mahasiswa California Institute Of Technology (1938). Pesan ini saya rasa
relevan dengan peristiwa pelantikan (wisuda) kelompok anak muda, petualang
intelektual berdarah segar yang dilantik hari ini.
…
Saya merasa sangat bahagia melihat Anda semua di hadapan saya, sekumpulan orang
muda yang sedang mekar yang telah memilih bidang keilmuan sebagai profesi. Saya
berhasrat untuk menyanyikan himne yang penuh puji, dengan refrain kemajuan
pesat di bidang keilmuan yang telah kita capai, dan kemajuan yang lebih pesat
lagi yang akan Anda bawakan. Sesungguhnya kita berada dalam kurun waktu dan
tanah air keilmuan… (Jujun S.Suriasumantri, 1999).
Zaman yang Fantastik
Perguliran
zaman yang demikian fantastik dan hampir tak terjejaki oleh akal dan pikiran
sederhana manusia telah mengubah perwajahan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perubahan
tatanan berpikir juga mengalami perkembangan dari berpikir konvensional ke
suatu tatanan berpikir yang bersifat penetratif, kompetitif, rasional, dan
pragmatis. Tatanan berpikir demikian akan berpengaruh pada penyiapan dan
pengembangan sumber daya insani dalam pendidikan. Sumber daya insani sebaiknya
direncanakan dan dikembangkan agar menjadi sumber daya yang memiliki daya saing
dan prakarsa serta kemampuan-kemampuan akademik personal. Keharusan untuk
mengubah wajah dan kemampuan sumber daya insani tersebut merupakan suatu yang
tidak dapat ditunda.
Kredo
pengembangan sumber daya manusia Indonesia menjadi penting dan urgen demi
kelestarian dan kejayaan bangsa. Ini berarti, bangsa dan masyarakat Indonesia
tetap tidak menutup diri dan dengan tenang mengurus kepentingannya di dalam
tapal batas wilayahnya sendiri, melainkan menyesuaikannya sesuai ciri-ciri dan
karakteristik abad informasi, sebagai warga jaringan global yang pada dasarnya
dipengaruhi oleh, serta berpengaruh terhadap berbagai kejadian di seantero dunia.
Oleh karena itu, diperlukan manusia Indonesia untuk tetap survive di abad ini. Penegasan ini telah
termaktub dalam Undang-Undang Dasar 1945, alinea keempat, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Makna, mencerdaskan kehidupan bangsa,
dapat ditafsirkan sebagai berikut: (1) mencerdaskan kehidupan, artinya membuat agar perkembangan hidup
seseorang atau sekelompok orang menjadi
sempurna (sehat dan kuat); dan (2) membuat agar perkembangan akal budi
seseorang atau sekelompok orang menjadi sempurna, dan membuat bangsa ini
menjadi cerdas baik dalam segi intelektual, emosional, maupun spiritualnya (Sumarsono dalam Educare, April 2004:
31-32). Dalam konteks ini, koordinasi
antara semua elemen atau sektor pembangunan,terutama sektor pendidikan di
negeri ini tidak menjadi barang mewah. Dibutuhkan koordinasi
yang selaras – seimbang untuk akselerasi pembangunan pendidikan demi
tercapainya cita-cita luhur bangsa. Karena itu, euphoria bahwa bangsa ini memiliki sumber daya alam yang sangat
melimpah ruah, tetapi jangan lupa bahwa kualitas pembangunannya lebih
ditentukan oleh ketersediaan, juga kesiapan sumber daya manusia (human resources) untuk mengolah dan
memanfaatkannya demi kemaslahatan masyarakat banyak.
Kepekaan, Tanggung Jawab, dan Kemadirian
Menyadari
eksistensi manusia Indonesia yang demikian, maka mutu manusia Indonesia harus
ditingkatkan dalam tiga aspek penting yang meliputi: spiritual, kemasyarakatan
dan kekaryaan (Emil Salim, 1989). Dengan memusatkan proses keterbentukannya
sebagaimana yang dipersyaratkan di atas, dapatlah diupayakan melalui pendidikan
formal, melalui tiga karakteristik khas yang dapat digunakan untuk melukiskan
masa depan yang dikehendaki dan diidamkan, yang senantiasa berpijak pada
landasan pandangan hidup bangsa: yakni Pancasila. Ketiga karakteristik khas
tersebut adalah kepekaan, tanggung jawab
dan kemandirian (Raka Joni, 2008). Kepekaan
merupakan kemampuan yang tajam, baik kemampuan berpikir maupun
kemudahtersentuhan hati nurani dalam melihat dan merasakan segala sesuatu, yang
juga mencakup kepentingan orang lain, termasuk mereka yang akan dilahirkan,
yang juga niscaya sampai dengan kelestarian lingkungan hidup yang merupakan
gubahan Sang Maha Pencipta. Tanggung jawab,
merupakan kesediaan untuk menerima segala konsekuensi dari keputusan serta
tindakan sendiri sehingga tidak etis jika dilemparkan kepada orang lain. Kemandirian, merupakan kemampuan serta
keberanian bertindak sesuai dengan apa yang dianggap benar dan perlu, bukan
saja bagi diri sendiri, namun sekaligus juga demi kemaslahatan umum. Oleh karena itu, ketiga sasaran
operasional strategis tersebut harus dijadikan sebagai salah satu pilar dan
acuan penting dalam merancang, serta menyelenggarakan program pendidikan
nasional, yang tidak semata-mata merupakan proses penerusan nilai-nilai luhur
warisan nenek moyang, melainkan juga merupakan penerjemahan dari nilai-nilai
tersebut ke dalam lanskap dan latar
masa kini dengan antisipasi masa depan secara bermakna bagi setiap peserta
didik.
Dalam
persepektif ini, upaya mencerdaskan kehidupan masa depan bangsa hanya mungkin
membuahkan hasil seperti yang dikehendaki, jika pendidikan terhayati oleh
peserta didik sebagai kesempatan untuk answering
questioning, questioning answer, and questioning question (Raka Joni, 2008). Dalam sikap pandang dimaksud,
sasaran ideal pembentukan upaya mencerdaskan kehidupan bangsa adalah
pembentukan insan-insan intelek paripurna. Dengan demikian, rencana besar
mencerdaskan kehidupan bangsa, tidak sekedar simbol metaforis – retoris semata, melainkan menjadi condition sine qua non dalam mencetak out put yang berkualitas dan kompetitif.
Di
sini, saya tidak melukiskan betapa ingar bingar dan gegap gempitanya suasana
wisuda hari ini, karena bagi saya itulah sekedar hasil yang Anda raih atas sebagian perjalanan hidup Anda. Saya
mengajak Anda untuk tidak bereuphoria,
tetapi lebih berpikir tentang proses
yang pernah Anda lalui, alami untuk mencapai hasil hari ini. Selanjutnya
mengkonstruk tapak-tapak baru buat melanjutkan peziarahan intelektual Anda. Sebagaimana,
Albert Camus menggambarkan tokoh Sysiphus
(The Myth Of Sysiphus), yang dengan
keringat dan darah menggulingkan sebuah batu besar ke puncak gunung. Secara
logika, ini merupakan pekerjaan sia-sia. Namun, ini bukan yang hendak
disampaikan. Lewat tokoh Sysiphus,
Camus hendak menandaskan betapa pentingnya menghargai sebuah proses panjang dalam menggapai tujuan,
bukan hasil yang didapat. Kita
diingatkan untuk mengerjakan apa yang memang seharusnya kita kerjakan, bukan
hanya mengerjakan apa yang kita senangi. Oleh karena itu, hemat penulis,
peristiwa pelantikan (wisuda) hari ini mensyaratkan tiga pesan penting untuk
para sarjana baru.
3 Pesan untuk para Sarjana
Pertama,
para sarjana baru mesti memiliki konsep berpikir yang cerdas, istimewa, yang
khas, unik dengan para sarjana terdahulu. Minimal Anda mampu melihat dan
memanfaatkan setiap peluang yang ada dengan misalnya, membangun jiwa dan
semangat enterpreunership
(wiraswasta) sebagai alternatif pekerjaan, tanpa memaafkan diri Anda untuk sekedar menunggu antrian panjang tes
karyawan dan pegawai negeri sipil. Aplikasikan ilmu pengetahuan yang Anda dapat
dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi yang tersedia di mana-mana. Ketika
berusaha, biasanya kita menghadapi tiga ketakutan, (http/www.medanbisnisonline.com, diakses, 15
November 2009). Ketakutan yang
pertama adalah takut rugi. Memang usaha apa pun akan selalu berisiko untuk
rugi tetapi juga berpeluang untuk untung. Dalam dunia kerja pun kita juga
berpeluang untuk rugi. Ketakutan yang
kedua adalah takut terhadap ketidakpastian, terutama ketidakpastian dalam
penghasilan. Seperti dijelaskan di atas, dalam berusaha pasti kita akan selalu
berpeluang untuk untung maupun rugi. Dunia kerja pun juga memiliki
ketidakpastian. Ketakutan yang ketiga
adalah takut mencoba. Sebenarnya takut mencoba tersebut dapat disamakan dengan
takut tenggelam. Jika kita tidak pernah mencoba untuk berenang, kita tidak akan
pernah dapat berenang. Kita hanya akan tahu teori berenang tanpa tahu bagaimana
rasanya berenang. Demikian halnya dengan menjadi wirausaha. Kita dapat belajar
teknik menjadi wirausaha. Jumlah buku tentang menjadi wirausaha juga sudah
sangat melimpah. Kita tahu banyak pengusaha yang berhasil memiliki penghasilan
yang sangat memadai. Tetapi, jika kita tidak pernah mencoba memulai usaha, kita
akan terus bermimpi menjadi pengusaha. Iklim usaha secara umum memang tidak
begitu baik. Akan tetapi, bukan berarti peluang usaha tidak ada. Peluang usaha
akan selalu ada. Setiap manusia harus selalu mencukupi kebutuhannya. Kebutuhan
tersebut ada lah awal dari peluang.
Kedua,
Jadilah sarjana baru yang peka dan memiliki rasa percaya diri tinggi untuk
menyongsong masa depan, bukan wisudawan yang takut untuk keluar dari kampus.
Jadilah sarjana yang senantiasa menyadari kemampuan yang dimiliki, sehingga
betapapun kerasnya kompetisi di luar, yang akan Anda hadapi, yakinlah dan
bangun rasa optimisme bahwa Anda pasti bisa. Dengan demikian, Anda menghindari
rasa pesimistis karena itu akan membunuh semangat dan kreativitas Anda. Ketiga, mulailah dari hal yang
sederhana, sebagaimana orang bisa berkata-kata sekarang karena memang dimulai
dengan mengeja huruf-huruf, begitu dan seterusnya. Anda pun demikian. Mulailah
dengan prinsip coba dan gagal (trial anda
error), dan hindari sikap putus asa. Kalau demikian, maka regenerasi
pemimpin yang kita idamkan akan berjalan dengan baik. Benamkan tiga
karakteristik yang disebutkan di atas sebagai ikthiar dan bentuk
pertanggungjawaban ilmu kepada masayarakat.
Epilog
pemikiran alakadar ini, saya kembali meneruskan pesan Albert Einstein, Si
Jenius peraih nobel 1921, untuk sumbangannya dalam bidang ilmu fisika teori
tersebut, buat Anda yang akan terpencar ke segala penjuru, pelosok desa, dan
sudut kota demi aplikasi pekerjaan kemanusiaan. …Adalah tidak cukup bahwa kamu
memahami ilmu agar pekerjaanmu akan meningkatkan berkah manusia. Perhatian kepada manusia itu sendiri dan
nasibnya harus selalu merupakan minat utama dari semua ikhtiar teknis,
perhatian kepada masalah besar yang tak kunjung terpecahkan dari pengaturan
kerja dan pemerataan benda–agar buah ciptaan dari pemikiran kita akan
merupakan berkah dan bukan kutukan terhadap kemanusiaan. Janganlah kau
lupakan hal ini di tengah tumpukan diagram dan persamaan. (Jujun S.Suriasumantri, 1999). Selamat bergabung dalam jubelan kelompok
intelektual. Pekerjaan kemanusiaan sudah
dan sedang menanti Anda. *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar