Halaman

Selasa, 14 November 2017

Sarjanakan Semua Guru Di NTT!




            Judul yang imperatif. Semacam “memerintah”, mengharuskan, dan bersifat segera. Perihal penting untuk ditindak lanjuti. Kira-kira demikian, kalau tulisan ini dianggap sebagai sebuah surat. Ya, sebuah surat kecil. Bingkisan atau kado pada setapak jedah usia perjalanan kemerdekaan bangsa yang ke-72 tahun. Usia 72 tahun adalah sebuah rentang perjalanan waktu yang tidak singkat. Jauh, dan tentunya melelahkan. Begitu banyak hasil pembangunan yang telah kita tuai dan nikmati bersama sebagai anak bangsa. Itulah sehingga, di usia ini kita mensyukurinya bahwa bangsa ini tetap tegak merdeka, sekalipun berbagai bencana menimpanya. Namun, aneka evaluasi juga perlu dilakukan demi pencapaian yang lebih baik.
Judul di atas menggugah rasa kesadaran saya, juga sesama kita, terutam apara elite penguasa di propinsi kepulauan ini, penguasa pendidikan di NTT untuk ”segera” mengambil langkah dan jalan keluar strategis menyelamatkan guru-guru NTT yang menurut data yang disampaikan Sekretaris Dinas PPO NTT Aloysius Min, sebanyak 31,45% belum sarjana (PosKupang, 10 Agustus 2017). Tentu kita prihatin. Guru menjadi komponen penting dalam pendidikan. Mutu pendidikan itu selalu dikaitkan dengan mutu guru. Dan, salah satu strategi untuk menjaga mutu adalah dengan mensarjanakan para guru. Walaupun kita seakan telah terlambat merespon regulasi pendidikan tentang kualifikasi guru.
Pertanyaannya adalah mungkinkah masih ada kesempatan bagi para guru yang belum memiliki kualifikasi akademik sarjana atau diploma empat untuk boleh melanjutkan pendidikannya pada pendidikan tinggi, secara khusus sebagaimana yang dipersentasikan di atas? Dan, apakah mungkin setelah itu keluhan tentang kualitas pendidikan di NTT yang selama ini menjadi keprihatinan semua pihak dapat teratasi? Gagasan singkat ini lebih menyoroti pertanyaan pertama di atas.
Solusi Segera
Mendesak sehingga dibutuhkan solusi segera karena persoalan keberhasilan pendidikan tentunya melibatkan berbagai komponen. Bagi saya komponen yang juga mendesak yang perlu ditangani secara cepat adalah guru. Guru menjadi titik mulai dan akhir pembelajaran di kelas. Anak-anak kita akan mulai belajar di kelas kalau guru sudah masuk kelas. Sebaliknya, kelas akan menjadi tidak aman kalau guru tidak berada di dalam kelas. Ini artinya, keberhasilan belajar para siswa juga sangat ditentukan oleh guru sebagai sang kreator kelas. Oleh karena itu, terlepas berbagai faktor dan komponen keberhasilan pendidikan, komponen guru menjadi perhatian serius di tengah lajunya dunia pendidikan dengan aneka pendekatan, paradigma, dan teknologi pembelajaran yang bergerak cepat.
Pertama,secara pribadi saya berterima kasih kepada Sekretaris Dinas Pendidikan NTT yang telah menyampaikan ke media tentang kondisi guru-guru di NTT yang belum memiliki kualifikasi akademik sarjana atau diploma empat. Bagi saya ini merupakan motivasi atau lecutan energi baru kepada para guru yang masuk dalam kelompok ini untuk mengambil langkah “menyekolahkan diri” tentu atas restu dinas. Sementara di pihak lain, pemberitaan ini merupakan kritik kepada pemangku kepentingan di masing-masing kabupaten/kota untuk mengambil langkah bijak dan segera demi menjawab harapan agar semua guru di NTT pada tiga atau empat tahun mendatang harus berijasah sarjana atau diploma empat. Dengan demikian, dinas pendidikan kabupaten/kota perlu melakukan pemutahiran data lengkap agar jalan keluar yang ditempuh juga tepat, tentunya disertai dengan pertimbangan-pertimbangan yang saling menguntungkan.
Kedua, Pemerintah NTT, dalam hal ini Dinas Pendidikan NTT melalui Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota secepatnya menggandeng atau bekerja sama dengan LPTK di NTT untuk peningkatan kualifikasi pendidikan dan kapasitas kompetensi para guru yang belum memiliki kualifikasi akademik sarjana atau diploma empat sebagaimana diatur dalam Pasal 8 dan 9 UU No.14/2005. Pasal 8 berbunyi “Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional”. Sedangkan Pasal 9 berbunyi “Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma empat”.
Ini artinya, kita belum terlambat demi kemaslahatan dan kemajuan pendidikan kita. Secara pribadi saya optimis bahwa LPTK di NTT sangat memadai dan memiliki rasa tanggung jawab yang besar untuk pendidikan lanjut para guru yang belum memiliki kualifikasi pendidikan akademik sarjana. Langkah ini tentunya diikuti dengan kebijakan-kebijakan stretegik lainnya, seperti suntikan dana, kemudahan pemberian izin belajar, mengingat NTT sebagai Propinsi Kepulauan dengan konsentrasi penyelenggaraan pendidikan tinggi selama ini masih terpusat di kota.Di Flores ada Universitas Flores Ende, Unipa Maumere, dan STKIP Ruteng, sedangkan di Timor ada Undana, Unwira,Unimor, dan beberapa PTS yang lain.
Ketiga, LPTK di NTT juga sedapat mungkin memberi dan membuka ruang akademik yang cukup untuk kerja sama. Ini dilandasi oleh kesadaran, keterlibatan juga keberpihakan yang sungguh terhadap peningkatan sumber daya manusia guru, menuju penguatan kapasitas daya saing pendidikan dan pemerataan akses pendidikan sampai ke pelosok daerah. Oleh sebab itu, para pemangku kepentingan LPTK di NTT untuk berpikir dan diharapkan untuk bertindak dalam menangani puluhan ribu guru kita yang belum memiliki kualifikasi akademik sarjana atau diploma empat. Mekanisme yang ditempuh tentu tetap berlandas pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kita berharap agar tiga atau empat tahun yang akan datang jumlah guru di atas telah berijazah sarjana atau diploma empat. Tentunya ini sebuah solusi, sekaligus salah satu upaya untuk keluar dari pesimisme emosional masyarakat bahwa mutu pendidikan kita selalu saja merosot. Terlepas faktor lain, bagi saya setelah guru-guru kita berijazah sarjana, maka pendidikan, terlebih proses pembelajaran di kelas akan memasuki tahapan baru menuju pencapaian mutu yang kita idamkan. (*)


[1] Artikel ini dimuat dalam HU Pos Kupang, 17 Agustus 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar